"Bagaimana kalau hari ini kita tidak saling bertemu?"
23 september 1997, Lengkong Bandung.Dengan awan kelabu juga angin yang mengusap wajahnya perlahan, untuk suasana seperti ini rasa kantuk akan semakin berat dan mungkin berbahaya.
Seperti gadis sekarang ini, gadis etnis tiongkok berkulit pucat yang sudah ada di depan kelasnya sejak tadi. Fungsinya memang untuk menghukum, namun gadis itu tidak benar-benar menjalaninya.Netranya sibuk mengikuti pujangga-nya yang sedang bermain basket di lapangan. Senyumnya juga ikut mengembang ketika melihat Pujangga tersenyum atas keberhasilannya memasukan bola ke dalam ring.
'Jeffry si anak kota' begitulah julukan yang di berikan oleh para siswa-siswi. Ada-ada saja memang tapi ya seperti itu adanya. Kembali dengan gadis tadi, matanya masih saja setia mengikuti gerak-gerik pujangganya.
"La kamu teh ngapain ?" Tanya Pinda.
"Pinda kayak nggak kenal ola aja, ngapain lagi atuh kalau bukan ngeliatin si orang kota" ucap Cita,
Ola hanya bisa tersenyum kepada dua temannya, walaupun sedikit jengkel namun mau bagaimana juga yang di omongkan mereka fakta.
Fakta di mana setiap hari selasa Ola akan selalu di depan kelas karena hukuman dan hal ini di buat kesempatan untuk melihat Jeffry.
Pinda dan Cita juga tidak tahu kenapa Ola sangat menyukainya."Nggeus atuh ayok kekantin, kamu tahu sendiri maag-mu kalau nyusahin" ajak Pinda sambil menggandeng Ola juga Cita.
Gendhis Ola Bestari gadis berkulit pale dengan matanya yang oriental juga bibirnya semerah ceri. Ola tak pernah meninggalkan senyumnya, senyuman akan selalu menghiasi wajahnya.
Cukup banyak yang mengetahui Ola dan tentu dengan berbagai cara, ada yang karena paras jelitanya, karena kekurangannya, atau bahkan karena kekonyolannya yang di luar batas manusia.
Sesampainya Kantin Ola, Cita, juga Pinda langsung memesan makanan yang mereka ingin makan. Terkecuali Ola dia memesan mie ayam untuk melihat Jeffry dari dekat. Kios Soto dengan mie ayam memang sebelahan, inilah membuat Ola membeli mie ayam.
"Jef si Ola ti tadi ningali maneh waè." Senggol lelaki di sebelahnya, sambil mengarahkan dagunya.
Jeffry menoleh dan melihat oknum bernama Ola itu sedang gelegapan karena ketahuan melihatnya, Jeffry hanya tersenyum melihat itu.
"Ngeliatin lu kali nu." Saut Jeffry tak mau kalah.
"Ola ngapain ningali urang, di rumah kan sering." Balas Janu mengangkat alis.
"Udah gelo si Janu" Ucap seorang lelaki dengan kulit manisnya, sambil menggeplak kepala Janu.
"Sakit belegug." Ucap Janu sambil mengusap kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Di musim Panas
DiversosSeperti air mata yang jatuh dari langit, aku selalu menunggumu akankah kau datang? Seperti kabut, seperti embun yang ada di daun, kenangan musim panas yang penuh dengan suka cita, ketika musim menyilaukan ini sudah terlewati. Maukah kamu selalu ber...