02

66 17 11
                                    

Seusai pertemuannya dengan Bella kemarin Thalia merasa begitu lega, ia merasa seperti menyalurkan rasa sedihnya kepada orang lain, dan itu terasa begitu menenangkan hati.

Thalia menceritakan seluruh kejadian sekitar 6 hari yang lalu, ketika Haruto menghilang tiba-tiba, tak hanya disitu saja, Thalia juga menceritakan tentang Haruto dari segi fisik, sifat, kelakuannya yang lucu, dan lain sebagainya.

Bella percaya dengan cerita Thalia, dan lagi cerita yang dijelaskannya begitu mendetail, jadi Bella semakin yakin tentang hal itu, meskipun dia tak bisa memberi solusi tapi setidaknya Bella masih bisa memberi Thalia semangat dan sebuah kepercayaan.

"Ck males banget besok udah sekolah, gak kerasa gitu udah semester 4, bentar lagi naik kelas 12, ih serem banget bayanginnya" Thalia bermonolog, saat ini dirinya sedang enak-enakan membaca komik di hpnya sambil rebahan. Beneran deh siklus liburan Thalia tuh cuman sekedar, makan-rebahan-maen hp-tidur, mandi pun jarang, kalau gak lagi males aja katanya.

"Adek" suara ibu Thalia yang mulai berkumandang. Selain maen hp, selama liburan Thalia juga sering membantu ibunya, walaupun sedikit terpaksa tapi tak apa, demi bekal di akhirat.

"Kenapa buk?" Thalia menjawab dengan sedikit berteriak sambil melangkahkan kakinya menuju ke asal suara empunya yang kira-kira sedang berada di dapur.

"Beliin garam sebungkus" ibunya masih terfokus memotong bawang, tapi beliau tau kalau anaknya sudah berada di ambang pintu dapur.

"Uangnya?" Ibu Thalia merogoh saku dasternya, lalu memberikan selembar uang bernilai 5000 rupiah ketangan Thalia.

Tak mau menunda, Thalia langsung bergegas ke toko yang jaraknya hanya 5 langkah dari rumah. Sangat dekat, tapi yang bikin lama tuh penjual yang gak muncul-muncul, katanya sih habis cuci baju yang numpuk, tapi Thalia juga bodoamat diceritain begituan.

Panas banget pikirnya, gimana gak panas jika sekarang waktu sudah nunjukkin pukul 11 siang. Sebetulnya Thalia malas untuk keluar dihari yang panas kayak gini, tapi masalahnya ini disuruh nyonya besar, nanti kalau ngebantah bisa masuk neraka.

Thalia menoleh ke kanan-kiri, melihat adakah kendaraan yang lalu-lalang, kan gak lucu kalau nanti ada berita seorang anak remaja berusia 16 tahun tertabrak seusai membeli garam di toko depan rumahnya.

"Hah.. kenapa tuh??" Mata Thalia terfokus dengan seorang lelaki yang cukup berumur, bukan naksir, Thalia cuman bingung sama orang itu kayak lagi tanya-tanya ke tetangganya.

Sepersekian detik lelaki itu masuk kedalam mobil box besar dan melajukannya pelan. Thalia yang awalnya mau nyebrang gak jadi gara-gara mobil itu berhenti tepat didepan rumah mewah di samping rumah Thalia.

Setahu Thalia rumah mewah itu memang sempat kosong beberapa bulan sebab penghuni lama sudah pindah entah kemana, ke antariksa juga Thalia gak bakal peduli. Sebenarnya, yang ngebuat Thalia penasaran itu karna penghuni barunya, ia sungguh ingin tau siapa orang itu, karna rumah ini tak hanya penampilannya saja yang uwaw, tapi harganya juga bikin kaget seantero bima sakti. Canda

Diantara rumah yang lain, rumah Thalia lah yang paling sederhana. Bukan sederhana sih, tapi lebih ke desaan gitu, eh emang kan ini desa deng:(. Maksudnya tuh rumah dia punya halaman luas, meskipun rumahnya gak bertingkat tapi cukup penjang dan lebar, gak kayak rumah tetangganya yang rata-rata bertingkat tapi ruangannya sempit banget.

Sedangkan rumah mewah kata Thalia itu memang tak sebanding dengan rumahnya, bagaimana tidak jika nuansanya saja begitu glamour, dengan berlantai 3 apalagi luasnya itu 2 kali lipat rumahnya, dan lagi halaman rumahnya itu punya ayunan dan pancuran, beneran deh Thalia iri banget, cita-cita dia di masa depankan punya rumah yang ada ayunannya.

Mimpi ; HarutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang