3- Pesawat

427 50 15
                                    

"Penumpang dengan nomor penerbangan xxxxx dengan tujuan penerbangan Prancis, silahkan memasuki pesawat.

"Itu pesawat kita. Bersiap - siaplah." Ucap Pak Hannes yang disertai dengan anggukkan mereka berdua.

Setelah mereka memeriksakan tiket dan memasuki pesawat, mereka mencari tempat duduk mereka. Pak Hannes, Mikasa, dan Levi duduk di nomor tempat duduk di deret yang sama. Bagi Mikasa dan Levi yang belum pernah naik pesawat sama sekali, mereka ingin sekali melihat pemandangan dari pesawat yaitu dengan duduk di dekat jendela pesawat.

"Bapak duduk di tengah, posisi lainnya silahkan kalian sendiri yang milih," ucap Pak Hannes. Mikasa dan Levi pun saling pandang, lalu Mikasa membuka suara.

"Kalau begitu, aku duduk di dekat jendela ya," ucap Mikasa lalu Levi yang juga ingin duduk dekat dengan jendela menyatakan keberatannya terhadap pendapat mikasa tersebut.

"Brat, aku seniormu. Tempat duduk dekat jendela itu bagianku." jawab Levi.

"Apa hubungan senior dengan duduk di dekat jendela, senpai?" tanya Mikasa sambil mengerutkan alisnya.

"Tentu saja ada, kamu harus ngalah." 

"Aku yang sudah bilang mau di dekat jendela duluan. Ya kan Pak Hannes?" ucap Mikasa sambil melirikkan matanya ke Pak Hannes. 

Mikasa dan Levi lupa jika saat ini mereka belum berada di tempat duduknya sehingga pertengkaran kecil mereka menghalangi penumpang yang ingin mencari tempat duduk dan menaruh barang mereka. Pak Hannes yang menyadari bahwa mereka telah mengganggu penumpang lain, mengakhiri pertengkaran kecil mereka.

"Yang akan duduk di dekat jendela pesawat adalah bapak, mikasa duduk di tengah dan levi di dekat jalan." Ucap Pak Hannes sambil duduk di kursi dekat jendela itu. Mikasa dan Levi terdiam mendengar solusi yang diberikan Pak Hannes, walaupun begitu mereka tetap mematuhi apa yang dikatakan Pak Hannes. Mereka duduk sesuai apa yang diperintahkan Pak Hannes.

"Jangan lupa kalian mematikan telepon genggam kalian," ucap Pak Hannes. Levi mengeluarkan telepon genggamnya dan mematikannya. Mikasa hanya terdiam, sepertinya ia tidak memasukkan telepon genggamnya di tas kecilnya melainkan di tas punggungnya.

"Handphone saya ada di tas punggung saya pak, bagaimana?" tanya Mikasa.

"Maksud kamu, tas punggung yang kamu taruh di kabin?" tanya Pak Hannes.

"Iya Pak,"

"Ambil saja tasmu lalu matikan telepon genggammu, kalau merasa tasmu berat dan susah mengambilnya, kamu minta bantuan Levi saja."ucap Pak Hannes. Mikasa pun melirik Levi dan Levi membalas lirikkan Mikasa. Tanpa sadar Mikasa tertawa kecil mengejek.

"Puh... hihihi," ketawa Mikasa.

"Oi  brat, apa yang kamu tertawakan?" Levi menatap tajam Mikasa, lalu Mikasa memalingkan wajahnya ke Pak Hannes.

"Levi senpai? Sepertinya masalahnya terletak pada tingginya pak." ucap Mikasa, Pak Hannes melirik Levi, lalu setelah menyadari sesuatu ia menutup mulutnya untuk menyembunyikan tawa kecilnya.

"Oi Oi sepertinya kalian meremehkanku," ucap Levi lalu ia beranjak berdiri dan mulai membuka kabin untuk mengambilkan tas Mikasa. Setelah itu ia melemparkan tas itu kepada Mikasa.

"Cepat selesaikan urusanmu, Brat." Mikasa hanya terdiam dan merasa geli sendiri. 

"Tanpa minta kamu ambilkan aku juga bisa kok, bahkan kamu tanpa kuminta malah mengambilkan tasku." ucap Mikasa dan mulai memancing emosi Levi.

"Sebenarnya apa maumu, Ackerman?" ucap Levi sambil mendekatkan wajahnya kepada Mikasa. Mikasa tidak menghiraukan wajah Levi dan mulai mencari handphonenya dan mematikannya. Setelah itu ia menyerahkan tasnya kepada Levi sambil mengatakan,

My Cold Hearted Neighbor [Rivamika]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang