Aku terbangun dari tidur. Ah, mimpi? Treasure tadi cuma mimpi, ya? Tapi terlalu nyata rasanya. Enggak tahu lah! Mau nangis aja rasanya kalo cuma mimpi.
Aku turun dari ranjang tingkat dua. Kebetulan aku dapat ranjang yang di atas. Susah jadinya.
Oh iya, setiap kamar isinya cuma dua orang. Aku satu kamar dengan Jenna, makanya kami akrab.
Kamarku cukup luas. Ada satu ranjang tingkat dan dua lemari. Terasa kosong banget sih memang, tapi kami enggak boleh nambah barang-barang besar kayak meja atau rak di sini.
Di sini ada tiga gedung asrama perempuan dan tiga gedung asrama laki-laki. Setiap gedung terdiri dari dua lantai. Dan setiap lantai ada dua puluh lima kamar juga empat kamar mandi. Setiap kamar mandi ada enam bilik yang masing-masing terdapat satu shower. Tiap kamar mandi juga terdapat masing-masing lima bilik toilet.
Fasilitas di sini sudah lengkap dan bagus menurutku. Makanya aku lumayan betah, sih.
Beberapa helai pakaian aku ambil, lalu berjalan keluar kamar, mengambil handuk di gantungan, lalu melangkah ke kamar mandi. Wah, udah lumayan rame rupanya.
Aku memasuki salah satu bilik. Melepas pakaian lalu berdiri di bawah guyuran shower. Segar rasanya. Aku terus teringat mimpi barusan. Boleh enggak sih aku mimpi terus aja kalo begitu?
Selesai mandi dan berpakaian, aku berjalan kembali ke dalam kamar. Jenna sedang memainkan ponsel dengan santai sambil tertawa terbahak-bahak terhadap sesuatu, yang aku enggak tahu apa itu.
Aku mengambil ponsel yang tergeletak di lantai, lalu membuka aplikasi percakapan berwarna hijau.
Kusentuh ruang grup percakapan kelasku. Ramai banget, notifikasinya sampai seribu lebih.
Aku men- scroll percakapan ke bawah dan menemukan mereka membahas tentang Treasure.
Lah?
Jadi bukan mimpi, nih?
Beneran?
"Jen," panggilku.
"Hm?"
"Treasure beneran dateng ke sekolah kita, ya?"
Jenna melotot dan menampol kepalaku.
"Pengen gue sedot ubun-ubun lo tuh! Dari tadi ngiranya mimpi terusss! Kesel gue tuh. Beneran loh iniii Mars sayang!"
"Beneran Jen?" tanyaku girang.
Maaf, ya, kalo mengesalkan. Cuma ini tuh terlalu indah buat jadi kenyataan. Dan ternyata memang kenyataan itu indah. Baru sekarang aja datangnya, sebelumnya burik terus.
"Ck iyaaa. Nih kuncir aja bibir gue kalo gue boong."
Beneran dong? Beneran dong? Beneran dong? Aaaaaaaaaaaaaa!
Yes yes yes yes yes akhirnya!
Eh eh eh tau enggak sih!
Katanya kalo umur udah enam belas tahun, besar kemungkinan kita udah ketemu sama jodoh.
Hoax berarti itu.
Buktinya aku baru umur lima belas tahun udah ketemu sama jodoh.
Cuma enggak tahu dari selusin itu yang mana jodohku.
H3h3.
Enggak usah iri, enggak usah misuhin aku.
Habis main ponsel, belajar sebentar, dengar musik, bel tanda makan malam berbunyi.
Aku segera mengambil kardigan dan memakai celana panjang karena sebelumnya aku hanya memakai baju lengan pendek dan celana lima belas senti di atas lutut.
YOU ARE READING
30 Days
FanfictionGimana kalo selusin cowok tampan dari Treasure datang ke sekolahmu dan nginep selama 30 hari di asrama?