Takdir Berkata Lain

599 110 14
                                    

Sudah sekitar lima belas menit yang lalu Rangga dan Calista sampai di apartemen milik Rangga tetapi belum ada yang membuka obrolan diantara mereka berdua. Sejak tadi Calista sibuk memainkan jemarinya.

"Putusin Jonathan."

Kalimat pertama yang dilontarkan Rangga, Calista yang mendengar hal tersebut pun langsung memberikan tatapan bertanya pada sang kakak.

"Kenapa? Lagi pula anak itu kasar sama kamu kan?"

Lagi-lagi Calista dibuat tidak berkutik oleh sang kakak, bagaimana Rangga tahu kalua selama ini dirinya selalu mendapatkan perlakuan kasar dari Jonathan.

"Kamu piker mas bias dibohongin sama semua yang kamu tutupin? Setiap pagi kamu sibuk buat nutupin bekas memar kamu di bahu sama di bagian rahang kamu."

"Kenapa kamu gak cerita sama mas sih dek? Mas ini kakak kamu. Mas selalu bilang kalua ada siapa pun yang sakitin kamu bilang sama mas." Tambah Rangga dengan kedua matanya yang sudah memerah.

Calista mencoba menenangkan Rangga dengan mengelus bahu kanan milik Rangga. "Mas, aku gapapa kok. Ini Cuma luka kecil aja."

Rahang milik Rangga mengeras. "Luka kecil? Ini kekerasan namanya, kamu belum nikah sama dia aja udah dikasarin begini. Mas gak terima adek mas dikasarin kaya gini."

"Besok mas coba ngomong sama ayah ibu buat batalin semuanya. Kalua perlu biar mas yang ngomong sama keluarganya Jonathan."

Calista langsung dengan sigap menggelengkan kepalanya ketika mendengar semua kalimat yang dituturkan oleh Rangga, masalahnya seluruh anggota keluarga Jonathan bias melakukan apapun pada Rangga. Mereka memiliki kekuatan dan koneksi yang luar biasa.

"Mas jangan gini, nanti yang ada malah mas yang kena masalah."

Rangga tetap dengan pendiriannya. "Kita coba dulu, kamu cukup doain mas aja."

"Malam ini kita tidur disini, kamu sana tidur dikamar mas soalnya dikamar yang satu belum ada tempat tidurnya." Jelas Rangga.

Seolah bias membaca pertanyaan yang akan ditanyakan adiknya, Rangga langsung menyela. "Nanti mas di sofa aja. Empuk kok sofanya soalnya mas belinya mahal."




Ke esokan harinya Jeffrey disibukan dengan semua pikirannya tentang semua perkataan yang telah ia lontarkan pada Calista kemarin. Haruskah dirinya meminta maaf atau membiarkannya begitu saja seolah tidak terjadi apa-apa.

PLETAK!!

"Bisulan lo daritadi mondar mandir terus?" Ucap Dirga kesal karena melihat Jeffrey bolak balik di depan ruangannya.

"Kurang ajar. Gak pernah bismillah dulu."

Dirga langsung menabrak tubuh Jeffrey yang masih saja menghalangi aksesnya untuk memasuki ruangan miliknya.

"Tungguin napa, kesel banget orang ganteng ditinggal mulu." Keluh Jeffrey.

Sesampainya di dalam ruangan milik Dirga, Jeffrery langsung mendudukan tubuhnya di kursi di hadapan meja kerja Dirga.

"Anterin gue yuk, mau gak?"

"Hm."

"Gak usah hm hm lo jijik dengernya."

Dirga yang mendengar itu langsung menatap Jeffrey dengan tatapan tidak Sukanya. "Emang Jeffrey pengen gue loakin aja rasanya."

"Mau kemana sih?" Tambah Dirga.

Jeffery menghela napasnya, "Anterin ke lantai lima dong."

Dirga terlihat berpikir sebentar, heran dengan Jeffrey yang mendadak ingin ditemani untuk pergi ke lantai lima. "Biasanya juga lo kemana mana sendiri, homo lo ya ngajak-ngajak gue? Istigfar Jeff, mending lo cari jodoh dah buruan."

"Bangsat. Ini gue mau nemuin jodoh makanya gue ngajak lo." Jelas Jeffrey.

"Jodoh siapa yang mau lo temuin? Jangan-jangan jodoh orang lo rebut ya Jeff? Lama-lama gue bawa rukiah lo."

Jeffrey berdecak kesal. "Lama-lama lo yang gue bawa rukiah. Ya gue mau nemuin jodoh gue lah anjir, walaupun belom pasti. Aminin makanya."

"Kalo gue gak mau ngeaminin gimana?" Tanya Dirga.

"Gue jual lo di lampu merah."

Dirge hanya bisa menggelengkan kepalanya, lalu sibuk dengan merapikan snellinya. "Buruan. Jadi kaga nih? Gue sibuk."

Mendengar hal yang diucapkan Dirga, Jeffrey langsung bergegas menyusul Dirga yang sudah keluar ruangan terlebih dahulu.

Begitu sampai di lantai lima mereka berdua langsung di hadapkan dengan ruangan praktek Psikologi dan tak lupa ada beberapa orang yang menunggu di tempat yang memang disediakan khusus untuk menunggu.

"Udah sampe lantai lima. Terus kemana lagi? Gue balik dah ya." Ucap Dirga.

Jeffrey buru-buru menggeleng. "Eh jangan. Temenin sini sampe jodoh gue nampak ke permukaan."

Setelah lima menit menunggu, salah satu pintu tersebut terbuka menampilan sesosok perempuan dengan kemeja formal berwarna dongker yang langsung terkejut dengan kehadiran Dirga dan Jeffrey.

Jeffrey tersenyum. "Eh Jeana. Apa kabar? Nih Dirga tadi minta anterin katanya kangen sama lo."

Dirga yang merasa namanya disebut langsung memlototi Jeffrey dan tidak lupa menginjak kaki kiri milik Jeffrey.

"Gak usah malu-malu Dir, tadi lo di ruangan gue aja rarungsing pengen ketemu jodoh. Nah sekarang jdodohnya ada depan mata tuh. Samperin gih."

Jeffrey yang memang terkenal usil di mata Dirga langsung tdiak bisa menahan keinginan nya untuk menertawakan raut wajah Dirga saat ini.

"Beneran pengen gue loakin Jeff." Bisik Dirga.

Jeana yang mendengar penjelasan langsung dari Jeffrey, langsung dibuat terheran heran dengan kelakuan dua manusia yang ada di hadapannya saat ini. Tidak lama pintu berwarna coklat di depan mereka terbuka menampilkan sosok sebenarnya yang Jeffrey cari.

Melihat hal itu Dirga langsung mendorong Jeffrey kea rah Calista. "Tuh jodoh depan mata. Samperin gih."

"Asem lo Dirga." Maki Jeffrey.




Holla Holla..

I'm still alive guys,

masih ada yang nungguin gak kira-kira? atau udah pada bosen karena aku lama update :(

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PUZZLE PIECE - JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang