Sinar Untuk Rasi

97 10 6
                                    

"HEI, TAIR! ALTAIR!"

Suara siswa-siswi pada jam istirahat ini terdengar begitu bising. Seperti biasa, keadaan kantin sangat ramai dan padat. Tapi entah kenapa, suara seseorang yang selalu merecoki Altair tetap saja terdengar, bahkan keras sekali.

"ALTAIR, YUHUUU!"

Altair menghembuskan napasnya kasar. Meski tidak minat, tetap saja dia membalikkan badannya dan mencari asal suara itu. Lalu, netranya bertemu dengan seorang gadis yang sedang duduk sambil melambai-lambaikan tangan ke arahnya dengan semangat.

Gadis itu, Rasi, entah bagaimana lagi Altair harus menghadapinya. Sejak awal kelas 12, gadis itu tak pernah berhenti mengganggunya, bahkan menyatakan suka padanya—dengan tidak tahu malu.

"Altair, lo udah cari tau belum, tentang Rasi Bintang Aquila?"

Bukannya menjawab, Altair malah menatap Rasi dengan kesal. Lagi-lagi pertanyaan itu. Entah sudah berapa kali Rasi menanyakan pertanyaan yang sama. Altair tidak mengerti dan tidak tertarik untuk mencari tahu.

Lagi pula, itu kan nama lengkap gadis itu sendiri, kenapa malah dia yang ditanyai?

Anjir! Udah tau nggak bakal bener, kenapa masih aja gue dengerin?! Bodoh lo, Altair!

Altair mendengus kasar. Tanpa memedulikan raut wajah Rasi, ia lalu berbalik pergi.

🌟 🌟 🌟

"Altair, kenapa sih lo gak suka sama gue?"

Rasi memperhatikan Altair di sebelahnya yang sedang sibuk mencatat. Dia mencebik, Rasi tahu Altair mendengarkan, tapi laki-laki itu memilih untuk mengacuhkan, seperti biasanya.

Satu minggu lagi UNBK akan dilaksanakan. Sepertinya, Altair sedang menyelesaikan rangkuman materi yang dibuatnya sendiri. Rasi tersenyum, kalau Altair sedang serius seperti itu, ketampanannya jadi bertambah. Tapi sayang sekali, laki-laki itu sangat ketus kepadanya.

Menghela napas lelah, Rasi menumpukan kepalanya ke atas lipatan tangan. Bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu, kelas pun sudah sepi—tersisa dia dan Altair yang kelewat rajin.

"Jangan keseringan kasih traktir orang-orang."

Rasi tersenyum, lalu mengangkat kepalanya dengan semangat, merasa senang karena akhirnya Altair berbicara padanya. "Kenapa? Mereka kan teman-teman gue."

Altair memutar bola matanya, sedikit kesal mendengar jawaban tersebut. "Bedain antara teman yang benar-benar teman, atau cuma memanfaatkan."

Lalu, Altair beralih menatap Rasi yang juga menatapnya. "Gue tau lo punya banyak uang, dan gak pernah keberatan bayarin teman-teman lo itu meski tiap hari. Tapi, lo gak bisa selamanya begitu. Jangan mau terus-terusan dimanfaatin orang-orang.

"Secara gak sadar, lo udah buang-buang waktu lo. Padahal, jika lo gak selalu fokus ke teman-teman hits lo itu, lo bisa dapatin teman yang benar-benar tulus sama lo."

Altair tahu, selama bersekolah, Rasi tidak pernah mempunyai teman yang bisa dikatakan teman. Rasi hanya akan ditemani ketika gadis itu mau mengeluarkan uangnya, lalu membayar teman-temannya.

Sejujurnya, Altair merasa ... entahlah. Dia tidak begitu suka saat melihat Rasi mengeluarkan banyak uang hanya untuk ditemani. Tapi, dia juga tidak menyukai saat Rasi terlihat sendirian. Altair tidak tahu, apa dia benar peduli, atau hanya kasihan.

Mungkin, dia sudah terbiasa dengan kehadiran Rasi. Tapi karena kelewat gengsi, Altair tidak pernah menunjukkannya di depan gadis itu.

Rasi tersenyum semakin lebar, "gue tau, lo itu sebenernya peduli kan, sama gue?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sinar Untuk RasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang