Akhir-akhir ini sejak awal kuamati, kau begitu tak berselera untuk sekadar bercengkrama denganku. Apa yang mengganggumu?
Ya, jawabannya adalah aku. Aku tahu itu tanpa harus banyak menerka penyebabnya apa. Aku kekasihmu tapi tak pernah mencoba untuk bisa sedikit pun mengertimu. Apa-apa yang menjadi persepsiku selalu saja benar di mataku, sementara kau selalu menolak itu.
Lagi-lagi paham kita berseberangan, lagi-lagi keyakinan kita bertolak belakang. Kita terlalu menjadi manusia yang memiliki visi untuk menjadi sepasang yang lebih baik namun dengan masing-masing jalan yang diyakini.
Tidak, apa yang kuyakini tidak pernah berusaha untuk menyesatkan. Namun, lagi-lagi kau tak terima kemudian membuang obrolan kita. Sudah sejauh mana kau memahami apa yang aku sampaikan? Bahkan mencapai setengah dari maksudku pun belum juga.
Faktanya, kau belum mendengar keseluruhannya. Andai saja kau tak tergesa-gesa, kau pun akan setuju dengan ini. Apa yang kutawarkan adalah tentang bagaimana kita bisa mencoba saling membiarkan jalan kita. Tentang kau yang menyukai keakraban dengan banyak kawan, bercengkrama dengan mereka hingga larut, bahkan untuk sekadar permainan yang sering kalian mainkan. Sementara itu, kau pun membiarkan aku berjalan dengan apa-apa yang menghidupiku.
Di waktu yang lalu, kita saling berselisih paham, dan terus menerus saling berjuang memenangkan ego kita. Kita saling melarang tentang apa yang membuat kita saling tidak mengutamakan satu sama lain lagi.
Padahal bagiku cinta tidak begitu. Aku baru sadar setelah menyaksikan berkali-kali kejadian itu yang hampir mengancam kebahagiaan yang menimpa kita. Karena ...,
Jatuh cinta adalah kebebasan. Jatuh cinta bukan hanya sekadar ego bahwa dunia ini milik kita berdua. Kita harus saling mendukung kekasih kita terhadap hal lainnya yang menjadi apa yang juga ia cintai. Kita tidak hanya hidup berdua, melainkan bersama mereka yang harus tetap hidup dalam cinta, yang kemudian akan merestui cinta kita. Hingga akhirnya, kita akan kekal atas doa-doa yang dipanjatkan dengan penuh cinta.
Baik, sekarang kau masih belum memahami ini. Silakan marah sesukamu. Beritahu aku jika aku boleh membicarakannya lagi padamu. Aku akan bicara perlahan, tanpa ego yang aku kedepankan. Aku akan mengarahkanmu agar mengerti maksudku. Hinggga akhirnya kau kembali bersyukur menjadi milikku.
Sungguh sempurna, bukan?
Percayalah, ini akan menyelamatkan kita. Meski aku pun terlambat menyadari segalanya.
_________________________
© nidashofiya (2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIALOGIKA
Poetry"Ketika sebuah jalinan tak lagi mampu menyatukan dan menyelaraskan, ketika tiada lagi jalan yang dirasa bisa memberi kebahagiaan, maka nyatanya perpisahan adalah sebaik-baiknya keputusan. Sebab dirasa sia-sia juga bertahan namun seakan saling berper...