Win tidak pernah merasa hampa berkepanjangan seperti ini, setelah masalah yang terjadi pada rumah tangganya Win benar-benar merasa sendiri. Sudah lebih seminggu Bright tidak pulang, yang artinya sudah lebih tujuh hari mereka tidak saling bertegur sapa seperti biasanya. Namun, sesekali suaminya itu akan pulang hanya untuk bertemu anak mereka, Titan.
Usia Titan yang sudah memasuki umur 4 tahun tentu sudah pandai mengucapkan kata 'daddy mana ?'
'daddy tidak pulang, pi ?'
'apa papi dan daddy bertengkar ?'
Saat Titan bertanya Win tidak tahu harus menjawab seperti apa. Entahlah, Win hanya mampu memeluk Titan tanpa menjawab semua pertanyaan anaknya.
Sama seperti Titan, kedua orangtua Bright juga tentu bertanya tentang keadaan rumah tangga mereka, tapi Win tetap memilih diam. Bukan ingin menghindar, bukan. Win hanya mengikuti keinginan Bright untuk tidak membahas masalah mereka yang hanya ingin diselesaikan hanya berdua.
Beberapa kali Win menghubungi suaminya untuk membahas masalah mereka namun selalu saja ditolak. Win juga selalu mencari kesempatan untuk sekedar menyapa suaminya saat sedang bermain bersama Titan namun lagi-lagi dirinya diabaikan.
"Mas tidak bisakah kita berbicara sebentar ?"
Bright dengar tapi memilih untuk tidak menghiraukan.
Semenjak Bright keluar dari rumah, Bright memutuskan untuk pulang kerumah orangtuanya. Bright tahu orangtuanya pasti bertanya-tanya namun Bright belum ingin membagi masalahnya ini kepada mereka. Bright ingin masalahnya dan Win cepat selesai dan menemukan jalan keluar tapi setiap bertemu dan mendengar suara Win hatinya terasa amat sangat sakit, rasanya belum bisa untuk memaafkan kesalahan Win.
Bright hanya tidak ingin salah mengambil keputusan nantinya apalagi sekarang dia tidak hanya berdua dengan Win tapi ada Titan anaknya yang harus dia pikirkan juga.
Setelah hampir seharian bermain bersama Titan, Bright membawa Titan yang sedang terlelap digendongannya ke kamar anak itu, membaringkan tubuhnya dan memandangi wajahnya sebentar kemudian Bright kecup kening anaknya. Bright berjalan keluar dan menutup pintu kamar Titan, dirinya kemudian membawa kedua kakinya untuk memasuki kamarnya bersama Win.
Win yang melihat Bright masuk kedalam kamar memutuskan untuk menyusul Bright. Win tidak ingin membuang-buang kesempatan lagi, dia harus berbicara dengan Bright. Win membuka pintu kamar dan melihat Bright yang berdiri didepan lemari pakaian mereka. Win kembali menutup pintu, dirinya ingin membuka mulut namun kecanggungan diantara mereka terlalu mendominasi. Win sempat berpikir akan gagal untuk berbicara dengan suaminya itu.
Bright yang sadar akan keberadaan Win dibelakang punggungnya juga merasakan hal yang sama seperti Win. Tanpa dia sadari gejolak amarah dihatinya kembali naik.
"Bukankah ini saatnya untuk kita berbicara ?"
"Aku tidak punya waktu. Aku akan segera pergi, pekerjaanku sedang menunggu."
"Tidak bisakah kau bersikap dewasa mas ?! Apa kau tidak kasihan dengan Titan ?! Dia selalu mencarimu, kenapa kau laku ..."
"Kau menyalahkanku Metawin ?!"
Bright memutar tubuhnya untuk menghadap Win dan tercengang dengan perkataan suaminya, bagaimana bisa dia mengatakan bahwa Bright tidak dewasa. Bukan keinginan Bright untuk menolak berbicara, dirinya hanya belum siap akan kemungkinan buruk yang akan terjadi nantinya.
"Bukan begitu, aku hanya ingin ini cepat selesai dan kau kem ..."
"Apa, huh ?! Kau ingin aku kembali kerumah ini dan melupakan semua kesalahan dan penghianatanmu padaku ?! Kau pikir hatiku baik-baik saja ?!!"