Prolog

44 4 4
                                    

"Tidak bisa mas, yang namanya darah itu najis! dan dalam sholat kita diharuskan menghindari, dalam artian suci dari najis!" Remaja berpeci itu, tetap teguh dalam pendapatnya, meski cocok disebut keras kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tidak bisa mas, yang namanya darah itu najis! dan dalam sholat kita diharuskan menghindari, dalam artian suci dari najis!" Remaja berpeci itu, tetap teguh dalam pendapatnya, meski cocok disebut keras kepala.

Tampak seorang yang bersebrangan tempat, menggelangkan kepala dari meja kecilnya. Dialah santri yang bernama Rangga

"Oke oke, bagaimana yang lain?" Dengan suara keras, Moderator mengakhiri dan menyilahkan yang lain angkat bicara "Oh... . Rangga, silahkan!"

"Gini mas, kita kembali ke soal, 'bagaimana hukum darah bisul yang tiba tiba keluar ketika sholat', perlu dipahami Agama itu memudahkan, sudah umum... ."

Semua santri yang hadir diam mendengarkan.

"Jadi ada yang dima'fu dan tidak, diberi kelonggaran atau tidak. Nah dalam kasus ini, orangnya sakit-"

"Sudah mas sudah, gak usah diperpanjang lagi, langsung ta'bir aja, penjelasan yang ada di kitab" Santri yang kontra menyahut, tanpa peduli moderator.

"Sabar mas! Moderator yang berkuasa di sini!" Moderator lantang tak mau kalah,
"Hm! Saudara Rangga langsung jelaskan saja, karena sudah larut!"

"Ee, baik, jadi di dalam kitab yang saya pegang ini, menjelaskan, lebih terperinci dari kitab acuan saudara Fikri, bahwa luka, bisul, atau apapun yang sejenis, itu dima'fu darahnya. Meskipun! Darah itu keluar secara sengaja atau tidak, sholatnya tetap sah!" Rangga menekan kata meskipun dan kalimat terakhir untuk memperjelas.

Rangga kemudian mengucapkan kalimat bahasa arab yang diambil dari kitab kuning,
Membuat lega seluruh hadirin. Argumen Fikri, beserta dalilnya terpatahkan maka selesailah Bahtsul Masa'il itu.

Bahtsul Masail, adalah sebuah majelis ilmu yang mempelajari, memecahkan, mendiskusikan, dan memutuskan berbagai macam masalah dalam bidang ilmu fiqh, khususnya seputar masalah yang terjadi pada lingkungan sekitar. Kehalalan, keharaman, boleh atau tidak. Sangat umum di kalangan Pesantren.

Do'a penutup dan surat al-Fatihah dipanjatkan, bubarlah seluruh hadirin. Semula musholla pondok ramai, tapi perlahan mulai menjadi sepi.

Begitu juga dengan Rangga, setelah mengemasi kitab kitabnya segera beranjak kembali ke kamar.

"Eh, Rangga! Tunggu!" Sapa seorang dari belakang. Menyusul Rangga

Rangga membalikkan badan, itulah si Fikri, rival-nya

"Hmm, hebat! Kali ini kau menang, tapi tidak untuk lain kali"

Rangga hanya tersenyum, "kau hanya kurang persiapan"

"Dah lah ayo kembali, ini sudah dini hari... ."

Ya, mereka sekamar.

***

Tanpa alas tanpa bantal. Teman teman sekamarnya tidur dengan lelap, tak terkecuali Fikri yang tampak nyaman meski tanpa bantal. Sudah dini hari tapi ada saja santri yang berbincang bincang tak kenal waktu.

"Ay~ mas, tidur, nanti abis tahajjud latihan" salah seorang yang terusik. Mengingatkan. Sembari tetap memejamkan mata.

Benar, tak ada istirahat yang lebih enak dari pada tidur. Apalagi dengan udara malam yang sejuk, serta cahaya bulan bersinar temaram, membuat tenang.

Setelah memacu pikiran seharian, bahkan terkadang sampai malam, para santri diwajibkan tidur, untuk menjaga stamina tubuh, agar tetap fit beraktivitas di pondok.

Tapi tidak bagi seorang Rangga, setelah menaruh kitab, ia ambil Al-Quran. Karena asramanya khusus, ada Musholla Asrama juga, itulah tujuan Rangga berikutnya.




"Aku Tertidur, Dan Menjadi Seorang Bangsawan Ketika Bangun"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang