Hari ini benar-benar hari ter-sialnya. Tadi pagi dia terlambat dan berakhir dengan melewati saju jam kelas nya, lalu ditengah-tengah jam pelajaran perutnya sudah meminta jatah makan, dan kali ini dia harus tertahan oleh awan yang tiba-tiba saja menangis tersedu. Jimin jadi prihatin dengan keadaan awan.
Udara dingin cukup menusuk kulitnya, jaket yang menutupi dirinya tidak sampai menutupi bagian lehernya. Dia juga mengkhawatirkan keadaan motornya, apakah motornya nanti akan sakit demam akibat terguyur hujan?
Disela-sela lamunannya, Handphonenya berdering nyaring menampilkan nama 'Eommaaaa' sebagai pelaku penelpon.
"Halo?"
"Halo nak, dimana?"
"Dihalte dekat kampus."
"Jangan pulang dulu, disini hujan."
"Aku juga sedang menunggu hujan reda, Eomma."
"Eoh, kalau begitu tunggu hujannnya reda. Jangan nakal dan jangan tergoda untuk main hujan-hujanan!"
"S..siap kapten."
"Kalau belum reda juga hujannya, nanti Appamu akan menjemput."
"Baiklah Eomma. Aku tutup yah."
"Iya, hati-hati."
Tut
Jimin menghela nafas, apa ibunya seorang cenayang? Baru saja pikiran nakalnya menyuruh dirinya untuk menerobos rindangnya rintikan hujan. Namun belum beberapa menit ibunya sudah menelpon dan memberikan peringatan untuk dirinya.
.
.
.Karena hujan yang tak kunjung reda akhirnya Min Yera meminta tolong pada Yoongi untuk menjemput Jimin. Awalnya Yoongi menolak, beralasan dirinya lelah dan masih memiliki beberapa tugas yang harus dikerjakan dengan cepat. Tapi dengan beberapa mantra, Yera mampu menghipnotis anak tirinya untuk menjemput Jimin yang mungkin sekarang sudah menciut karena kedinginan.
"Si bodoh itu menyusahkan lagi." Saat pandangannya fokus pada perjalanan, mulutnya fokus pada umpatan yang dikeluarkan setiap menitnya.
Sebenarnya hujan sudah tidak terlalu lebat didaerah kampus Jimin, Yoongi jadi takut jika anak itu sudah lebih dulu pulang. Akan sia-sia perjalanannya jika itu terjadi. Ingat jarak antara kampus Jimin dan rumahnya cukup memakan banyak waktu.
Saat sudah didekat halte, Yoongi memperlambat laju mobilnya. Matanya jelalatan mencari keberadaan sang-adik. Karena ibunya juga tidak memberitahu pasti dimana anak itu berteduh, 'halte dekat kampus.'
Dapat, dia melihat Jimin sedang melamun memandang rintikan hujan, mungkin.
Tin.. Tin..
"Kalau bukan karena Eomma, akan aku buang anak bodoh itu sekarang juga. Menjijikan."
Yoongi menunggu Jimin memasuki mobilnya, tapi tidak ada tanda-tanda Jimin mendekat. "Aish... waktuku terbuang banyak hanya karena anak bodoh itu." Yoongi frustasi, dia akhirnya turun dari mobil sembari memegang payung.
Saat sudah dihadapan adiknya, Yoongi dibuat kebingungan sendiri. Karena dia mendapati adiknya yang sedang menghapus air matanya.
"Di..mana Appa?" Tanya-nya dengan suara bergetar.
Yoongi mengernyit, apakah ayahnya membuat janji pada Jimin? "Appa? Dia belum pulang. Ibuku yang menyuruhku untuk menjemputmu."
Jimin terisak kecil kala perkataan kakaknya membuat hatinya merasa kesal. Bagaimana tidak? Yoongi sudah mengakui sisi ibunya, sedangkan Jimin tidak mendapat izin sama sekali olehnya untuk mengakui sisi ayah Yoongi.
'Benar-benar tidak adil. Kekanakan. Menyebalkan. Idiot.'
"Cepat! Aku tidak banyak waktu, jika dirimu tidak ingin pulang tidak masalah." Yoongi berbalik.
"Iya,
Bilang pada Eomma aku izin untuk menemui Appa."
Yoongi mengurungkan niatnya untuk kembali kemobil.
"Besok aku pulang, atau lusa." Jimin melanjutkan ucapannya.
Yoongi berbalik lagi, menatap Jimin dengan intens. "Kamu ingin pergi berdua dengan Appa?"
Jimin menggangguk, sebelum akhirnya dia menatap manik mata milik kakaknya. "Namjoon Appa."
Yoongi rasa dirinya sekarang benar-benar menjadi patung. Apaan-apaan adiknya itu, dia langsung pergi begitu saja sebelum mendapat larangan dari Yoongi.
Namjoon Appa katanya, bukankah Ayahnya itu sedang diluar negeri? Apa sudah pulang? Atau..
Dia tersadar dari lamunannya saat suara motor Jimin memekakkan telinga.
"Dasar bodoh! Dia pikir dia siapa? Huh... menyusahkan. Jika memang tidak ingin pulang kenapa tidak bilang dari tadi, aku jadi tidak usah repot-repot kesini." Yoongi terus berbicara saat kakinya terus melangkah. Sampai dimobil, dia memukul stir, entah kenapa perasaannya jadi tidak terkendali. Dia ingin melarang kepergian Jimin, tapi dia tidak berhak atas pilihan adiknya itu.
"Persetan dengan pulang atau tidak. Aku tidak pernah perduli dengan dirinya. Tidak pernah."
.
.
.Lagu yang didengarnya beberapa waktu lalu telah mengobrak-abrik moodnya. Suasana teduh, dan sura gemercik air penambah rasa sedih yang menggelayut.
Hanya karena sebuah nada dan lirik, dirinya seakan terbawa pada kehangatan keluarganya–dulu. Saat dirinya menjadi satu-satunya anak yang dimanja oleh kedua orang tuanya.
Sampai saat ini 'pun kasih sayang kedua orang tuanya tidak berkurang, namun ada kalanya Jimin merasa rindu dengan suasana hangat keluarga lamanya.
Atmosfer disekitarnya menjadi semakin kental saat manik matanya menangkap keberadaan sebuah mobil yang pasti berisi orang yang menyebalkan.
"Aku rindu." Gumamnya yang tanpa sadar menjatuhkan air matanya.
Bersambung
Semoga suka💜
Mohon maaf jika ada kesalahan kata.
'The story will Begin'
-aku imutkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Stupid?
FanficHanya kisah tentang Jimin yang mempunyai kakak menyebalkan yang kelewat pintar. Menjadi adik tiri dari seorang Min Yoongi tak semudah yang dia pikirkan. Perkataan kakaknya yang selalu menusuk jantung membuat dirinya harus menyiapkan mental untuk men...