Hinata menarik Naruto dengan kencang sehingga menimbulkan suara yang keras membuat beberapa perempuan yang berada dalam toilet terdengar mempermasalahkannya. Naruto meringis sakit dan membelai bahunya agar rasa sakitnya hilang. Sedangkan Hinata merasa sedikit bersalah.
"Kenapa datang kemari" bisik Hinata tak suka.
"Kau tidak tanya bagaimana keadaanku setelah terbentur tembok toilet ini?" Tanya Naruto. Hinata memutar matanya malas menanggapi.
"Kau tidak pernah bertanya bagaimana perasaanku setelah hal terakhir yang kau lakukan" tepat sekali. Naruto memang menuruti kata Hinata untuk memberikannya waktu.
"Tapi kau memintaku memberimu waktu untuk sendiri Hinata"
"Sudahlah, aku tidak ingin membicarakannya denganmu" Naruto menggigit bibir bawahnya. Ngilu didadanya mulai melanda.
"Bagaimana keadaanmu. Kenapa kau sampai tidak tahu itu es krim rasa stroberi?"
"Bukan urusanmu" jawabnya ketus.
"Hinata... aku serius sayang, aku benar-benar menyesal. Aku sadar aku salah. Ya, jangan seperti ini padaku" Naruto meraih tangan Hinata dan menggenggamnya erat, namun Hinata melepaskannya.
"Aku masih marah padamu"
"Aku benar-benar tidak bisa hidup tanpa mu Hinata. Rasanya menyesakkan melihatmu menangis, mendengarmu menangis, dan melihat tawamu bukan untukku"
"Itu bukan urusanku lagi. Lagi pula, apa itu tidak dapat hidup denganku. Hanya bualanmu saja. Selama ini, kita menjadi sepasang kekasih yang kau khawatirkan hanya Sakura dan Sakura. Jadi itu pasti tidak benar, kau hanya membual. Sudah Naruto, jangan bicara lagi. Aku kesal mendengar suaramu" Naruto menatap gadis itu sedikit kecewa. Sebegitukah ia membencinya sampai suaranya pun Hinata kesal. Apa selama ini ia benar-benar sudah keterlaluan? Tapi... MAU MENYANGKAL LAGI HAH, BODOH!
"Aku baik-baik saja. Hanya mual, sekarang aku sudah mencoba mengatasi alergiku" jelas Hinata tanpa diminta.
"Kau... sejak kapan mencoba mengatasi alergimu?" Hinata tersenyum.
"Sejak kau sibuk dengan Sakura" kenapa, kenapa Hinata pandai sekali membuatnya merasa sesak. Terimalah karmamu Naruto.
Setelah jawaban dari Hinata, Naruto terdiam dan menunduk menatap lantai. Ia kehabisan kata-kata dan serasa semua yang ia lakukan kepada Hinata hanya menyakiti Hati gadis itu. Hingga akhirnya Hinata yang memulai pembicaraan kembali.
"Sejujurnya... Aku tidak memiliki masalah dengan Sakura, bahkan aku senang jika Sakura adalah sahabatmu. Aku rasa kita bertiga akan akrab dan saling berbagi tawa bersama, ya walaupun itu terjadi hanya beberapa hari. Tiba-tiba semuanya menjadi aneh Naruto... Kau... selalu peduli padanya, tak masalah bagiku karena dia sahabatmu sejak kecil. Tapi lama kelamaan sikap mu semakin tidak sopan dan tidak pernah memikirkan perasaanku terlebih dahulu. Apa karena aku selalu menjawab dengan iya, baiklah dengan tersenyum. Apa kau anggap aku perempuan sebaik itu Naruto. Dan kejadian di kafe itu membuatku sadar bahwa, kau belum mengenalku. Dan aku merasa hubungan kita- bukan maksudku aku menganggu hubungan kau dengan Sakura. Jadi aku putuskan untuk tidak bersamamu lagi"
Suara perempuan-perempuan tadi sepertinya sudah tidak terdengar. Hinata memutuskan untuk meninggalkan Naruto sendiri yang berada didalam sana dengan keadaan masih mematung. Entah kenapa, setelah mengatakan hal tersebut Hinata menjadi lega, seakan beban yang dipikulnya selama ini sirna.
"Maaf..." gumam Naruto akhirnya.
Satu bulan telah berlalu. Banyak yang membicarakan tentang hubungan Naruto dan Sakura yang akhir-akhir ini menjadi kacau karena Naruto selalu menghindarinya. Bahkan, akhir-akhir ini terlihat jelas wajah Naruto sering melamun. Apa benar dia merasa kehilangan?.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUMB [END]
Short StoryApakah hal yang wajar jika kekasihmu lebih dekat dan peduli dengan sahabatnya dibandingkan dirimu? Cerita dari "Special Oneshoot Naruhina" berjudul "Dumb" yang dijadikan chapter!