Aku masih bersama 2 lelaki yang berpakaian hazmat, mataku serasa tak melihat apa-apa. Semua serba putih dan terasa silau dimata. Aku terus berdoa semoga Tuhan menyelamatkan ku dan mempertemukan aku kembali dengan Kookie, jika tidak aku akan terus mengembara mencarinya sampai ujung dunia.
Mataku mulai berkunang-kunang. Cairan pada jarum suntik tadi melemahkan seluruh persendian dan organ saraf. Aku teronggok tak berdaya didalam kotak kaca kecil. Mataku berkaca-kaca. Perasaanku campur aduk antara memikirkan nasib adikku dan nasib virus dalam tubuhku yang akan keluar dan mencari inang baru.
Lelaki itu mulai memainkan irama. Sesekali bercakap-cakap dengan pelan. Tangannya yang terbungkus sarung lateks mulai memainkan handle scalpel. Ia memilih blade paling kecil. Terasa denyut nadinya beradu pelan. Barangkali sudah saatnya aku menyerah. Aku kalah. Aku pasrah. Kotak pandora telah terbuka!
Ribuan virus terbang bebas. Hinggap di baju hazmat dan benda-benda lainnya. Aku turut bermoksa menjadi zarah tak kasat mata. Menjadi bagian dari mereka, aku bisa menyaksikan tubuhku terbujur kaku, teronggok tak berdaya. Dua lelaki itu masih bermain dengan tubuhku.
Adikku! Dimana adikku?
Aku terus mengembara dalam wujud berbeda. Dua lelaki yang penuh timbunan daging itu cocok untuk tubuhku yang baru. Mereka jadi inang baru. Disitulah aku tahu betapa lelaki itu keluar masuk pasar untuk membeli binatang sebagai bahan percobaan.
Beberapa pekan terakhir suhu tubuhnya mengalami peningkatan, tetapi lelaki itu masih kerap kepasar kendati dipaksakan.
Lelaki itu terus terbatuk-batuk diantara pejalan kaki yang melintasi footbridge, berjalan diantara kerumunan. Tubuhnya seperti menyimpan bara. Bahkan ia merasa seperti menelan pecahan kaca setiap kali menarik napas. Kepalanya berat dan pening. Sepersekian detik tubuhnya ambruk, telungkup meregang nyawa.Berkat lelaki itu, aku bisa cepat bermutasi, menyebar sangat cepat. Aku tidak punya pilihan lain untuk bertahan hidup selain menjadikan manusia sebagai inang baru. Aku terus mengembara dari satu manusia ke manusia lain, dari kota ke kota, negara ke negara. Aku pernah tiba dinegara yang gemar menggoreng berita -berita palsu, dinegara yang katanya negara hukum, aku pernah tiba dinegara adikuasa yang malah takhluk dan tak berdaya. Banyak negara yang menutup diri, kota-kota mati, manusia mengisolasi diri. Mereka menutup wajahnya sendiri.
Seorang anak kelaparan,seorang ibu marah tak karuan. Seorang ayah kehilangan pekerjaan. Orang-orang tak mau berdekatan, tak mau bersalaman. Aku tidak peduli itu semua, tak mau peduli dengan segala kepanikan yang ditimbulkan. Sama halnya mereka, aku hanya berusaha untuk terus bertahan hidup. Berpindah dari satu inang ke inang lainya untuk sampai pada suatu tempat: bertemu adikku.
Satu-satunya hal yang aku punya didunia ini, Kookie adikku.Kookie! Dimanakah kamu? Masihkah engkau mengenaliku?
Note: fanfiction ini adalah remake dari cerpen dengan judul yang sama dan beberapa bagian yang aku ubah sendiri. Cerpen ini adalah karya I Ketut Jaya Kaprus yang dipublikasikan di salah satu koran oleh Fandrik Ahmad seorang cerpenis sekaligus jurnalis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Sunyi Menuju Mati
FanfictionTak ada kesunyian yang lebih sunyi selain mati bersamaku. Kematian tanpa iringan pelayat, tanpa tangis sanak dan kerabat. Bukankah kematian mestinya dirayakan, bukan terjebak dalam kesunyian seperti ini?