Part 1: Gulanda

76 4 0
                                    

"Gak habis pikir! Koq ada ya, orang seperti kamu! Kamu sudah menjadi penghalang dua insan yang ingin bersatu. Padahal mereka saling mengagumi. Asal kamu tau, si Ayu tidak menerima ta'aruf si Adi. Hanya karena gak enak sama kamu!
Aku tau semua cerita kamu karena Ayu curhat kepadaku."
Inbox salah satu teman Ayu yang mengaku sebagai konselingnya.

Ani gadis perempuan berusia 21 tahun langsung tercengang.
Tersayat hatinya saat menerima pesan tersebut.
Tak terasa air mata mengalir di pipi menetes pada sajadahnya.
Isak tangis itu Ani tahan agar tidak terdengar keluarganya.

Padahal esok hari. Adi yang juga sebagai teman sekelasnya. Akan datang bersama keluarga untuk mengkhitbah Ani.

"Ya Allah, hamba harus bagaimana ini? Apakah orang itu tidak paham, bagaimana niat hamba yang ingin menikah karena ridhoMu, karena ingin mendapatkan suami sholeh. Agar hamba nasibnya tidak seperti keluargaku yang broken home."

"Tapi meskipun sholeh. Wanita mana yang mau menikah dengan laki-laki yang hatinya mengagumi wanita lain. Sakit sekali rasanya ya Allah," curhat Ani kepada Tuhannya dengan berlinangan air mata.

Baru saja Ani mendapatkan kabar mengejutkan tentang Ayu. Wanita yang pernah berta'aruf dengan Adi calon suaminya.

"Khitbahan besok harus aku batalkan!"

Ani berinisiatif ingin membatalkan acara khitbahan besok dan langsung bergegas menghubungi Adi.
.
"Hallo, assalamualaikum, Mas. Besok tidak usah kesini ya, kita batalkan aja acara khitbahannya!"
ucap Ani buru-buru yang rasanya ingin segera menutup telepon itu.

"Wa'alaikumussalam, Loh. kenapa Ani?" tanya Adi penuh tanda tanya.

"Baru saja aku mendapatkan kabar tentang Ayu.
Tenyata Ayu menolak kamu karena tidak enak denganku.
Maaf ya, Mas. Kalau kehadiranku ternyata menyulitkan kalian untuk bersatu.
Aku gak mau disini seolah-olah dianggap sebagai penikung hubungan orang.
Kemaren aku menerima ajakan ta'aruf kamu, karena kamu bilang Ayu menolakmu dan memilih laki-laki lain bukan.!"
Ani meluapkan semua keluh kesahnya dan berusaha menahan kesedihannya.

"Oh, itu masalahnya...!"
"Tidak Ani, aku tidak akan membatalkan acara khitbahan kita. InsyaaAllah aku dan keluargaku sudah menyiapkan semuanya. Besok tinggal berangkat aja," jawab Adi dengan nada datar dan tenang.

"Enggak Mas, maaf. Buat apa aku menerima laki-laki yang sebenarnya tidak menginginkan aku. Aku tau kalian saling mengagumi. Silahkan, kamu masih ada waktu untuk memperjuangkan Ayu, Mas. Tenang, aku disini akan baik-baik aja." Jawab Ani berusaha tegar dan kuat.

"Ani, saya sudah tau lebih dahulu tentang itu, koq." Adi mulai berkata jujur dengan gaya khas bicaranya yang tenang.

"Maksudnya?" jawab Ani penuh tanda tanya.

"Ayu menolakku karena memilih laki-laki lain. Alasan itu yang aku terima. Tapi Ayu sebenarnya tidak jujur. Aku tau semua itu dari mas Hari. Dia perantara saat aku dan Ayu berta'aruf."
.
"Terus kenapa kamu ngajak ta'aruf denganku? kenapa kamu gak memperjuangkan Ayu saja sana, Mas. Kalau aku tau itu lebih dulu.
Sudah pasti aku tidak akan menerima ajakan ta'arufanmu.
Jangan sampai aku dijadikan bahan pelampiasanmu setelah kamu ditolak Ayu?"

"Ada hal yang lebih penting dari pembahasan itu, Ni. Yang perlu kita ingat bahwa nikah itu adalah ibadah. Yuk, sebelum berlanjut ke jenjang yang lebih serius kita luruskan niat dulu bahwa niat nikah itu untuk ibadah."

"Tapi kenapa kamu lebih memilih aku? Aku banyak kekurangannya," ucap Ani sambil terus mengusap air matanya.

"Bisa jadi kemaren aku ingin ta'aruf dengan Ayu sebagian besar hanya karena nafsu. Tau sendiri kan nafsu itu bisa dari hasutan syetan. Sedangkan Allah bilang, 'Boleh jadi menurut kita baik, tapi tidak baik menurut Allah'
Kalau masalah kekurangan. Semua manusia pasti masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Makanya nikah juga bisa untuk menyempurnakan separuh agama. Jadi, tolong yang kemaren mari kita lupakan.
Dan InsyaaAllah jika nanti kita ditakdirkan untuk bersatu, aku gak mau membahas masa lalu lagi.
Istikharah nya kita jalanin terus sampai ke hari-H pernikahan,
biar kita tau kepastian takdir Allah bagaimana.
Kalaupun ternyata nanti kita juga akhirnya tidak berjodoh,
kita harus sama-sama ikhlas. Kewajiban kita hanyalah ikhtiar. Allah lah yang menentukan hasilnya."
Jawaban Adi yang telah menenangkan hati Ani.

"Yaudah kalau gitu, aku pasrah apapun yang terjadi, semua kita serahkan kepada Allah."

Berakhirlah percakapan yang dilakukan via telepon dengan ucapan salam. Percakapan keduanya masih terdengar kaku dan baku.

Ani meletakkan handphonenya di atas kasur. Lalu mengambil air wudlu dan kembali melakukan shalat istikharah. Usai melaksanakan shalat, Ani pun seraya berdoa.

"Ya Rabb, jujur aku masih berat menerimanya. Apalah daya jika ini semua sudah menjadi takdirMu. Hamba pasrah. Hamba harus yakin apapun yang terjadi, itu yang terbaik untukku. Hamba tau ini atas kehendak dan skenarioMu. Apapun keputusannya nanti, InsyaaAllah hamba terima. Semoga Engkau selalu memberi aku kekuatan dalam setiap cobaan."
_________
[Flashback]

Sebelumnya Ani memang telah menjemput jodohnya lewat shalat istikharah. Seringnya dilaksanakan di waktu sepertiga malam.

Ani sangat wanti-wanti memilih jodoh. Sebab ia terlahir dari keluarga broken home. Membuat dirinya lebih selektif lagi memilih pasangan.

Mengingat firman Allah yang mengatakan bahwa, "...wanita yang baik untuk laki-laki yang baik pula..."
Ani sangat mengharapkan jodoh yang sholeh.

Pada pandangan pertama, Ani menunjukkan kekagumannya kepada Adi saat ia sedang melaksanakan shalat sunnah dhuha, di mushola kampus. Kerap kali Ani juga sering mendengar bacaan Al-Quran Adi saat mengimami shalat wajib.

Diam-diam nama Adi selalu terucap dalam doa Ani di sepertiga malam.

-----

****

MCA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang