Clara Ayunda, biasanya di panggil aya oleh orang orang sekitarnya merupakan perempuan dengan rambut sebahu yang tak pernah diikat. Gemar menolong orang yang kesusahan walaupun ia sendiri sedang kesusahan, ia mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Kepindahannya ke ibu kota membuatnya agak sedikit gugup, pasalnya rumah yang ia tempati selama ia dilahirkan hangus terbakar dilahap si jago merah. Mereka terpaksa meninggalkan kota istimewa demi mencari keuntungan guna menghidupi adiknya. Ayahnya yang menjadi korban di insiden itu membuat keluarganya menjadi sangat prihatin, sang ibu juga memulai pekerjaan barunya di salah satu rumah makan disana. Aya, gadis itu membantu sang ibu dengan berjualan keliling, sebelum liburan berakhir pendapatannya pasti banyak karena ia menjualnya dari pagi hingga menuju petang.
Adiknya, Tania ayunda juga gemar menolong sang kakak berkeliling menjajakkan kue. Lebih tepatnya berkeliling menggubakan sepeda mereka, tania ah terlalu panjang panggil saja tia, ia juga tak jarang menjadi tempat curhat sang kakak disaat aya tak bisa menceritakan kepada orang sekitarnya. Aya lebih baik memendang seluruh kekesalannya demi melihat senyum bahagia dari orang lain.
"Aya, bunda berangkat kerja dulu ya. Kalo capek hari ini gak usah jualan juga gak papa kok." Sang bunda berpamitan pada aya dan tia, ia menciup kening putri putrinya. Rutinitas ini telah menjadi kebiasaannya sejak satu bulan lalu.
"Gak kok bun,iya kan ti?" Aya menyenggol Tia untuk meyakinkan ibunya. Namun raut wajah Tia malah tak meyakinkan sang bunda.
"Kalo emang gak bisa gak papa kok ay, kasian tuh adek kamu udah lesu gitu. Kalo emang mau jangan sampe pulang ke soreanya. Bunda juga gak tau bisa makan malam sama kalian atau engga, bunda berangkat dulu ya nak! Assalamualaikum.""Lo kalo cape gausah ditunjukin gitu napa, kasian bunda!" Aya kesal dengan tingkah adik yang masih ke kanak kanakan, iya terlalu dimanja sampai akhirnya belum pernah merasakan jatuh untuk kesekian kalinya bagi aya. Walaupu memang kenyataannya mereka lelah seharian mengaduk adonan dan baking lanjut memotong buah dan masih banyak pekerjaan rumah yang belum di selesaikan.
"Lo kalo mau kaya ga usah jualan kek ginian, jual tu berlian emas tambang biar kaya. Gak susah lagi, biar bunda gak capek gitu aja susah!" Tia tak terima dengan ucapan aya.
"Mulut lo ya!" Tunjuk Aya di depan muka Tia.
"Apa?! Ga berani kan lo?!" Amarah Tia semakin menggebu gebu, pasalnya sang kakak tetus saja memaksakannya untuk menjadi aya yang tegar menghadapi kenyataan.
"Gue ga setegar lo kak, gue kalo emang ga bisa ya gue bilang. Gue cape gue bilang, ga kaya lo numpukin semua energi negativ lo cuma buat mikirin perasaan orang yang kaga mikirin perasaan lo sama sekali!" Tia membanting pintu kamar dengan sangat keras, lalu menangis dibalik bantal berwarna merah jambu dengan gambar kucing kesayangannya. Aya hanya menangis dibalik tudung biru yang senada dengan bajunya kali ini, ia mulai mengemaskan kue kue ke dalam keranjang dan juga box jajakan lalu pergi sendirian. Ia menuliskan notes untuk adiknya takut kalau malam ini iya tak pulang awal.
Dengan mata sedikit memerah aya mengayuh sepedanya, ia mulai tersenyum saat seorang nenek melambaikan tangan kepadanya.
"aya kau menangis?" Tanya nenek saat aya turun membuka keranjang kue yang tertutup, angin membuat tudungnya ikut terbuka dan tak sengaja nenek melihat itu. Aya gugup setengah mati ia rasa tak terlalu banyak mengeluarkan air mata lantas mengapa nenek tau bahwa ia menangis?
KAMU SEDANG MEMBACA
Daffodill
Подростковая литература"emang lo tau rasanya di tolak berkali kali, jadi tempat pelampiasan para lelaki brengsek, dijadiin babu sama orang orang yang goodloking karena butuh banget sama yang namanya uang hah?!" -Clara Ayunda "maka dari itu gue berusaha ada buat lo, tapi g...