Ekspedisi Merapi Bagian 3

811 165 42
                                    

"Hah?! ngapain kita samperin?" tanya Ajay takut.

"Dengan asumsi jika mereka disesatkan, cepat atau lambat mereka akan berada di istana," ucap Andis.

Kabut tebal mengiringi perjalanan mereka menuju pasar Bubrah, dengan penerangan yang minim, mereka berjalan agak lambat demi menghindari hal yang tak di inginkan.

***

Sementara Dirga, Mila dan bang Ben terus berjalan.

Dirga melihat ke jam tangan miliknya, 22.45.

Tiba-tiba terdengar lolongan Anjing dari lereng gunung.

Gong-gongan anjing-anjing itu semakin dekat seolah memang sedang menuju tempat Dirga.

"Sembunyi cuy!" ucap bang Ben.

Mereka berpencar untuk bersembunyi. Tak lama setelah itu, muncul anjing-anjing bertubuh besar dan berwarna hitam. Dan anjing itu berkepala manusia.

Dirga menatap Mila yang bersembunyi di balik pohon beberapa meter saja dari tempat Dirga bersembunyi. Berharap Mila tak berteriak melihat makhluk itu.

Dirga menoleh untuk memastikan keberadaan anjing-anjing itu.

"Aaaaaaaaaaaaa!" teriak Mila.

"Mila!" sontak Dirga menoleh ke arah Mila.

Namun sosok Mila menghilang dari tempat persembunyian, berbarengan dengan hilangnya sosok anjing-anjing itu.

"Mila?!"

Bang Ben menepuk pundak Dirga.

"Temen lo dibawa Nyai Gadung Melati cuy," ucap bang Ben.

"Siapa itu?" tanya Dirga.

"Salah satu dari sembilan penguasa Merapi."

"Kemana Mila di bawa?"

"Kemungkinan ke kerajaan mereka, di Pasar Bubrah," jawab bang Ben.

Dirga berjalan tak tahu arah.

"Mau kemana lu cuy?" tanya bang Ben.

"Udah jelas kan."

"Kalo mau ke Pasar Bubrah, gua tahu jalannya," ucap bang Ben.

Bang Ben menghampiri Dirga, "Tapi perjalanan ini ga mudah cuy," ucapnya dengan tatapan tajam.

"Saya ga peduli bang Ben, saya yang bawa Mila kesini dan saya juga yang menjamin keselamatan anggota saya," ucap Dirga.

Bang Ben berjalan dengan diikuti Dirga. Kabut semakin tebal menyelimuti mereka. Dirga menyalakan rokoknya.

Di depan terlihat sebuah pohon yang membentuk seperti gapura, pohon itu terlihat aneh, seakan memang gerbang menuju alam lain.

"Yakin cuy?" tanya bang Ben meyakinkan Dirga sekali lagi.

Tanpa menjawab, Dirga berjalan menuju pohon itu dengan gagah berani diikuti oleh bang Ben.

"Mulai dari sini lu bakalan ngeliat banyak penampakan cuy," ucap bang Ben menyalakan rokoknya.

Dirga terus berjalan tanpa menjawab.

"Kuntil anak hitam," ucap bang Ben menghentikan langkah Dirga.

"Kuntil anak hitam?" tanya Dirga.

"Sosok yang paling berbahaya di daerah ini."

"Kulitnya item gitu?" tanya Dirga.

"Rasis lu cuy."

"Yeeee, bukan rasis, kan saya nanya bang." ucap Dirga.

"Pakaiannya hitam," jelas bang Ben.

Mantra : Ekspedisi MerapiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang