Part 3. Berlian

5 2 0
                                    

Seminggu berlalu sejak Papi marah pada Titan. Setiap hari, lelaki tampan berkharisma itu pulang larut malam. Seminggu itu pula, Titan ikut aksi mengunci mulut.

Sejak kecil, Titan memang sangat takut pada sang ayah. Jika mengetahui Papi marah, ia tidak pernah berani menyapa duluan. Itu hanya akan membuat lelaki yang paling diseganinya menjadi semakin marah.

Har ini Titan baru saja selesai salat Shubuh. Biasanya saat akhir pekan, pemuda tampan itu akan melanjutkan tidurnya kembali. Namun, kali ini tiba-tiba ia mendengar suara Mami mengetuk pintu.

"Titaan … kamu sudah bangun?" panggil Mami.

"Udah, Mi," sahut Titan sambil membuka pintu kamar berwarna putih.

"Sekarang kamu siap-siap, ya!"

"Siap-siap mau kemana, Mi?"

"Kita jenguk Kak Berlian. Mami kangen banget."

"Asiiik. Serius, Mi? Yaudah. Titan mandi dulu, ya?"

"Iya, mandi sana! Dandan yang rapi dan ganteng. Mami mau panggil Papi dulu." Mami berlalu menuju kamar, kemudian beralih ke  dapur menyiapkan bekal makanan.

Setelah semua selesai, mereka pun berangkat menuju bandara. Berlian kuliah di fakultas kedokteran salah satu universitas ternama di Yogja. Sudah selama satu tahun gadis itu tinggal di asrama khusus putri. Hanya sebulan sekali ia pulang ke Jakarta.

Selama di perjalanan, Papi lebih banyak diam. Dari wajahnya, sepertinya lelaki itu masih kesal dan kecewa karena anak lelaki satu-satunya gagal masuk jurusan IPA.

***

Pagi hari, mereka sudah sampai di hotel. Mami memesan dua kamar. Ia dan sang suami di kamar 405. Sedangkan Titan di kamar 406. Setelah beristirahat sebentar, mereka menuju lokasi asrama Berlian.

"Mamii, Papii!" teriak Berlian dari anak tangga lantai dua. Gadis cantik  berkulit putih sebening berlian itu tergesa-gesa ingin segera memeluk kedua orang tuanya. "Duuuh, kok Mami enggak ngabarin, sih? Lily kaget banget, Mi," ucap Berlian sambil memeluk manja Mami.

"Anak Papi yang paling cantik, gimana keadaan kamu?"

"Alhamdulillah. Lily sehat, Pi." Berlian memeluk manja papinya. Sejak kecil gadis itu sangat dekat dengan sang ayah. Maklum, ia adalah anak yang sangat penurut, juga memiliki passion yang sama dengan kedua orang tuanya.

"Ehm, ehm." Titan memberi kode karena mulai merasa tersisih.

"Wiih, adek gue yang paling ganteng. Lulus kamu, Dek?"

"Enggak, Kak." Titan mencoba tersenyum, kemudian mencium tangan kakaknya.

Berlian segera merangkul bahu adik kesayangannya.

"Gimana mau lulus? Setiap hari kerjanya main PS," sahut Papi.

"Udah lah, Pi. Kasihan anak kita ini. Udah seminggu loh, kamu cuekin dia,” timpal Mami.

"Jadi Papi sama si Adek lagi marahan, Mi? Ahahaa. Ah, kalo masih pada marahan, Lily enggak mau ikut jalan bareng keliling Jogja, deh. Males!" ancam Berlian sambil mengerucutkan bibir ranumnya.

"Ehhh, iya, iya. Jangan begitu. Oke. Papi janji enggak akan marah lagi."

"Bener, Pi?" Titan terkejut. Ia sangat berterima kasih kepada sang kakak.

Hari itu, semua kembali normal. Seperti biasa, Papi paling tidak bisa untuk menolak permintaan Berlian.

***

Udara di kota Yogja terasa begitu panas. Mereka berjalan-jalan ke area wisata, lalu berfoto-foto mengabadikan gambar di sekitar Candi Prambanan.

Setelah itu, tidak lupa Titan ikut Mami menyempatkan diri berbelanja di Malioboro. Berlian sudah meminta izin kepada ibu asrama untuk ikut bersama keluarganya.

Sepulang berjalan-jalan, semua kembali ke hotel, termasuk Berlian. Mami memesankan satu kamar khusus juga untuknya.

Pukul delapan malam, saat makan malam tiba. Titan sedang asik memilih menu makan malam di meja prasmanan hotel. Ia tidak sengaja melihat sang kakak sedang asik mengobrol dengan seorang laki-laki di lobi hotel.

Titan terus memperhatikan dari jauh. Berlian tampak menggandeng laki-laki itu, kemudian menghampiri kepada kedua orang tuanya.

Titan merasa penasaran dan segera menghampiri meja keluarga. Selanjutnya, Berlian memperkenalkan laki-laki yang ada bersamanya.

"Emm … Papi, Mami, kenalin ini pacar Berlian," ucap Berlian seraya bergelayut manja di bahu lelaki itu.

"Hallo, Om, Tante. Saya Wira," ucapnya sambil menyodorkan tangan.

"Wah, hebat kamu Berlian, kamu bisa pacaran sama dokter ganteng ini," sahut Papi.

"Hallo. Silakan duduk, Nak Wira. Saya Mami Berlian. Saya dan papi Berlian juga seorang dokter."

"Wira ini anak direktur rumah sakit di sini, Mi," tambah Berlian dengan bangga.

Titan hanya tercengang melihat pembicaraan keluarga mereka. Ia merasa tidak dianggap. Apanya yang ganteng? Masih gantengan juga gue. Apanya yang hebat? Dokter lagi, dokter lagi. Kayak gak ada yang lain aja.

"Woy, bengong nih si Adek! Beb, kenalin ini adek aku," ucap Berlian mengagetkan.

Titan dipaksa mengulurkan tangan. Ia segera mengulurkan tangan dan tersenyum. Begitu juga dengan dokter Wira.

Pertemuan saat makan malam ini ternyata memang bertujuan untuk memperkenalkan pacar baru Berlian kepada keluarganya. Lama- kelamaan, Titan merasa obrolan mereka sangat membosankan.

Pemuda itu merasa ingin segera tiba hari esok karena sangat merindukan Jakarta. Rindu pada suasana di kelas, rindu saat-saat bernyanyi di jam istirahat sambil memainkan gitar kesayangannya.

Padahal baru seminggu menjadi warga di kelas bahasa. Mengapa sangat betah? Mengapa kelas itu membuatnya rindu?

***
Bersambung

Terima kasih teman-teman yang sudah berkenan membaca ceritaku. Doakan cerita ini bisa selesai hingga tamat ya.

With Love

❤️❤️

Hingga Ujung WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang