2. Hanya Aguero

681 95 38
                                    

Terimakasih atas komentar kalian di chap sebelumnya! ❤
.
.

Our Marriage
Ch. 2


Warn : OOC (Jika kau tidak suka OOC, jangan membacanya, gausa kepo, langsung close aja, wkwkw) Typos (akan ada banyak salah kata atau kalimat rancu, yah, aku tidak yakin juga haha).

Comment. Karena aku butuh pendapat kalian untuk perkembangan cerita ini.
Untuk Vote, terserah mau vote apa ngga, karna aku gapeduli vote yang penting kalian komen, itu aja.


Terimakasih.

Selamat Membaca.

***

Aguero keluar dari shower box dengan handuk di atas kepalanya. Dia melangkah menuju cermin, untuk melihat tampilannya yang mengerikan. Matanya membengkak karena menangis, menatapnya, Aguero bahkan tidak ingin melihatnya berlama-lama.

Dia menunduk dalam, mengepalkan kedua tangannya di atas wastafel marmer berwarna hitam. Wajahnya menggelap ketika mengingat betapa lemah dirinya di hadapan pria itu.

Pria itu, Bam.

Temannya semasa sekolah menengah atas hingga kuliah. Pemuda yang baik hati dengan senyum secerah mentari. Namun, sifatnya berubah setelah peristiwa itu terjadi. Seolah kebaikan hatinya selama ini hanyalah topeng dari sifat jahat dan kejam yang terpenjara jauh di dalam hati. Hari itu, setelah peristiwa itu, Bam perlahan-lahan mulai menyiksanya.

Itu tidak setiap hari, karena Bam tidak ingin melihatnya sama sekali. Dia datang, dia lewat, mengatakan sesuatu, menatapnya dengan pandangan marah dan jijik yang bercampur satu, lalu pergi. Tak pernah ada yang menyadari bahwa keduanya dalam konflik yang hebat.

Bam mampu untuk membohongi semua teman mereka dengan senyumnya yang tak berdosa, berpura-pura akrab dan berbicara manis kepadanya di hadapan mereka semua. Seolah tak ada yang berubah. Tapi kemudian dia menjadi sangat jijik dan pergi dengan dalih punya kesibukan tertentu.

Kala itu, Aguero mampu bertahan. Dia mampu untuk membalas semuanya. Dia bisa membalas semua siksaan batin dan penghinaan Bam kepadanya.

Namun, ketika kemarahan Bam memuncak, Aguero tidak bisa melakukan apapun. Dia dipaksa menerima semuanya, menangis menjerit memohon ampunan, meminta maaf akan sesuatu yang sama sekali bukan salahnya, sampai tubuhnya sakit dan tenggorokannya tak mengeluarkan suara apapun selain tangis sunyi. Penghinaan, rasa sakit hati, dan ketakutan menumpuk seperti gunung yang tinggi.

Setelah itu Aguero takut padanya. Dia takut Bam melakukan hal itu lagi. Dia sangat trauma pada pria itu.

"Uuh ..."

Air matanya menetes lagi. Dengan segera dia membasuh wajahnya dengan air. Hidungnya terasa mampet dan dia mencoba untuk bernapas. Kakinya lemah, jatuh bertumpu pada kedua lutut, sedang jari-jari mencengkram sisi wastafel dengan erat.

"Lupakan, Aguero ... jangan mengingatnya lagi ... Jangan mengingatnya lagi ... Jangan mengingatnya lagi ..." dia membisiki dirinya, seolah melantunkan mantra, "kau harus kuat ... Kau harus kuat ... Seperti Aguero yang dulu ... Yang tidak takut apapun ... Kau harus kuat, Aguero ..."

***

Hujan turun sangat deras setelah beberapa saat mereda. Bam mengulurkan tangannya, menampung mereka di kedua telapak tangan sebelum membiarkan mereka mengalir di lengan bajunya yang sudah basah. Tidak hanya lengan, bahkan seluruh bajunya sudah basah kuyup setelah ia keluar dari cafe tadi. Jaket yang ia pakai bahkan tidak bisa menahan guyuran air hujan dan dia juga tidak membawa payung sama sekali.

Our MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang