Ruangan berbentuk persegi panjang ini seakan begitu pengap untukku. Ditambah lagi, gadis bak dewi beserta teman-temannya itu yang kini mendominasi, seakan menambah kelam nuansa abu-abu yang memang tersemat di kamar mandi ini.Pandanganku memburam. Kakiku tak kuasa lagi menahan bobot tubuhku sendiri. Ambruk. Tubuhku menggigil hebat, menyatu dengan dinginnya lantai. Namun, kesadaranku tak terenggut sepenuhnya. Aku masih dapat mendengar pekikan kebahagiaan mereka. Senang sekali rasanya.
"Yah, tepar. Lemah Lo, cup!" ujar gadis itu dengan suara lembut khas-nya seraya mengibas-ngibaskan tangannya di hadapanku, seakan tubuhku begitu menjijikkan setelah ia sentuh.
"Pura-pura kali, ya," timpal teman se geng nya--geng iblis tepatnya. Geng tempatnya para gadis-gadis cantik, kaya, dan modis. Mereka seakan malaikat berwujud manusia di hadapan semua orang.
Salah satu temannya yang lain menendang kakiku kuat. "Kurang nih kayaknya."
Bisa kurasakan salah satu gadis itu berjongkok di hadapanku, dan--
Plak!
"Arrrrrgh," teriakku kesakitan.
"Wah, pura-pura koit dia, hahaha,"
Mereka terlihat begitu gembira mengahajarku habis-habisan. Seakan pukulan dan tendangan yang mereka berikan sedari tadi tak cukup menyenangkan hasrat buas mereka. Percayalah, tubuhku benar-benar remuk. Mereka bahkan menyeret dari aula sekolah menggunakan rambutku. Dengan beringasnya, bahkan mereka memukul, menendang, bahkan mencekikku. Belum cukupkah?
Ia lalu meremas daguku kasar. Sakit.
"Buka mata, Lo!" titahnya.
Bahkan untuk membuka mata pun, aku tak sanggup. Sisa tenagaku begitu habis terkuras.
"BUKA!" teriaknya lantang.
Kupaksakan membuka kedua mataku. Wajah bak malaikat gadis itu langsung menyambutku hangat--namun justru mengerikan untukku. Pipinya yang tirus dengan bibir ranum yang dibalut polesan lipstick kemerahan. Mata coklat yang dihiasi eyeshadow senada. Ditambah mascara yang menempel tebal di bulu mata lentiknya. Wajahnya begitu sempurna bak seorang dewi, sangat kontras berhadapan dengan wajah kucelku.
Ah, apa kurangnya dia? Aku jadi membandingkan rambut hitam dengan ombre merah di bawahnya yang menjuntai indah, dengan rambut lepek sebahuku.
Senyuman selalu saja terbit di bibir tipisnya. Matanya masih memandangku lekat, entah apa rencananya kali ini, sumpah demi apapun, aku takut. Aku takut dia akan lebih gila dari ini. Ya Tuhan, selamatkan aku hari ini.
Dengan senyum yang masih mengembang indah, ia lalu melepaskan cengkramannya dari rahangku. Tangannya beralih membuka tas, kemudian mencari-cari sesuatu. Dan-- apa itu? Dasar sinting!
Ia mengayun-ayunkan rambutku kasar. Ah, sudah kuduga.
"Sudah tidak sabar, tuan putri?"
Tuan putri?
Tawa teman-temannya seakan meledak di belakang sana. Sangat gembira melihat wajah pucat ketakutanku, bukan?
Srek! Srek! Srek!
Suara gesekan gunting beradu dengan rambut. Astaga!
"Selesai!" ucapnya dengan senyum merekah. Cih! Aku bahkan jijik membayangkan wajah tersenyumnya.
Ia memasukkan gunting itu di saku bajuku, kemudian menatapku lamat-lamat. Tak ada rasa bersalah disana. Hanya--kebencian. Hah? Tak adakah sedikitpun terselip sisi kemanusiaan di hatinya?
Kini senyum miring tercetak jelas disana. Jauh berbeda dengan senyum tulusnya setiap hari di hadapan semua orang.
"Girls," ucapnya tanpa membalik badan ke hadapan teman-temannya. Ia terus saja menatapku yang sudah tak berdaya ini seakan ingin keluar saja kedua bola mata coklat itu.
Ketiga teman iblisnya--yang juga berdandan serupa--seakan mengerti, mereka lalu memberikan tas ransel bergambar rilakuma kesayangannya itu.
"Hm," gumamnya pelan. Matanya beralih menyusuri isi tasnya. Ia lalu meraih tangan kananku. Cut- cutter?
"Ti-ti jangan!" ucapku ketakutan seakan meminta belas kasihan.
Aku ingin berontak, tapi teman-temannya telah berada mengelilingiku. Mereka menahanku, bahkan menamparku jika terus-terusan berontak.
Sret!
Satu sayatan.
Sret!
Dua.
Sret!
Tiga.
"Arggggh!"
Aku tak tahan lagi untuk tak teriak, namun teman-temannya terus menamparku kuat-kuat. Sakit!
Bau besi menguar dengan liarnya. Lantai yang memang telah basah, bercampur menjadi kemerahan. Keringat dingin terus bercucuran seiring air mata yang tumpah ruah. Aku menggigit bibirku kuat-kuat. Merintih. Menangis tanpa suara.
Gadis itu telah menyelesaikan aksinya. Cutter itu dibiarkannya tergeletak di tangan kiriku. Ia lalu menepuk pipiku yang telah lebam sebelumnya dengan pelan. Sudah selesai, kah?
Cengkraman teman-temannya juga telah mengendur. Bisa kulihat teman-temannya pergi menjauh menyisakan ruang untuk kami berdua.
Namun, langkah kakinya seakan hendak menjauh juga. Aku bersyukur gadis itu pergi. Setidaknya penderitaanku cukup sampai disini saja--hari ini.
Byurr!
Aku memekik dalam hati. Sialan! Aku pikir dengan baik hatinya dia membiarkanku pergi hari ini, tapi, ah dasar iblis!
Perih. Tubuhku semakin menggigil. Dinginnya lantai kamar mandi terus beradu dengan basah kuyupnya pakaianku. Belum lagi bekas sayatan-sayatan itu seakan menikamku mentah-mentah.
"Lain kali jangan ganjen Lo, cupu!"
Ia menarik rambutku kuat-kuat, astaga! Baru kurasakan jika rambutku hanya sependek leher sekarang. Rambut itu ... Ah! Kali pertama rambut lepek itu terlepas dari kepangnya. Kali pertama rambut itu kubiarkan tergerai, walau tak indah seperti mereka. Tapi petaka justru datang menghampiri. Benar-benar menyedihkan.
Duk!
"Aww," pekikku pelan, nyaris tanpa suara.
Ia beberapa kali membenturkan kepalaku pada tembok. Aku terkulai lemas. Sisa kesadaranku sudah di ambang batas. Aku mati rasa sekarang.
Sebelum pergi, ia menyalakan keran. Aku yakin suara gemercik air akan meredam suara teriakanku yang telah habis terkuras. Dasar licik! Semua bahkan dipersiapkan dengan matang.
Bisa kurasakan langkah kakinya menjauh. Pintu sudah tentu mereka kunci rapat-rapat. Tak ada yang bisa aku harapkan lagi.
Aku pikir, hari ini semuanya telah berakhir. Aku pikir, penderitaanku 3 tahun ini akan berakhir. Aku pikir, hari kelulusan ini akan menjadi satu-satunya momen yang tidak menyedihkan. Tapi, semuanya mungkin hanya ada dalam angan. Faktanya semesta tak pernah membiarkanku bahagia. Setitik kebahagiaan pun tak pernah kurasakan. Kenapa tak kau renggut saja aku sekarang? Sudah cukup lukanya!
Lalu kurasakan sisa kesadaranku habis detik itu juga. Gelap.
**
Welcome to the second story', guys! Hope you enjoy everytime. Jangan lupa jejak krisarnya xixi :)
KAMU SEDANG MEMBACA
HELL THE WORLD
Teen FictionPernahkah kau melihat iblis berwujud manusia? Let's see.