three

30 5 0
                                    

"kak changbinnnnn," felix memanggil kakak kelas kesayangannya dari kejauhan sambil berlari mendekat. felix berhenti di depan changbin dan langsung memeluknya. yang dipeluk cuma bisa menghela napas. changbin ngerasa dia nggak bakal pernah terbiasa sama kebiasaan felix yang nggak ada angin, nggak ada hujan, suka main peluk tanpa seizin yang dipeluk. "kangen, kak."

"alay lo, gue baru gak masuk sehari doang," changbin tertawa kecil sambil melepaskan diri dari pelukan adek kelasnya itu. si anjing bikin baper doang emang kerjaannya, changbin misuh-misuh sendiri dalem hati.

"ih, padahal gue kemaren mau minta pulang bareng. pake gak masuk segala sih," felix manyun-manyun sok imut. ya, emang imut sih. walaupun ya jujur aja, suaranya yang dalem itu sama sekali nggak mendukung image cute-nya. rasanya agak whiplash tiap kali felix sok manja dengan suaranya itu. "pulang gue nebeng ya, kak? lo bawa mobil kan?"

"iya, serah," jawab changbin. "hari ini bawanya motor tapi. gak apa-apa?"

"iya, selo kak. yang penting gue gak balik bareng jisung lagi."

"jisung kenapa emangnya?" tanya changbin.

felix bergidik ngeri membayangkan perjalanan pulangnya kemaren. "dia bawa motor ugal-ugalan, anjir. lo bayangin aja masuk rumah vertigo dufan, tapi ini ada rodanya. rodanya dua doang lagi. hampir keserempet truk semen gue kemaren."

"hah?" changbin mau ketawa tapi nggak enak. "gimana ceritanya hampir keserempet truk? "

"IYA KAN," felix langsung nanggepin dengan semangat. "udah gue bilang bayangin aja rumah vertigo tapi beroda. beneran takut mati gue kemaren. gak sudi mati gara-gara jisung doang, gak berkelas banget matinya dibonceng scoopy jaman praaksara."

changbin ketawa. "terus kalo matinya pas dibonceng gue gak apa-apa gitu?"

felix menatap changbin dengan tatapan penuh ragu. "jangan bilang motor lo juga scoopy praaksara."

"scoopy praaksara apaan sih anjir?" changbin gak bisa nahan ketawanya. sejelek apa sih motornya jisung sampe dikatain punya jaman praaksara?

"lo belom pernah liat motornya jisung, ya?" felix mengangkat kedua alisnya. "itu bekas bapaknya dulu, woi. nunggu barangnya mau nyala aja setengah mati. begitu nyala, bunyinya kayak mesin pabrik. it looks like a literal death trap, man. kalo gak terpaksa, gak bakal gue naik itu barang."

"terus kalo motor gue se-spesies sama punya jisung, gimana? pulang sama siapa lo?"

felix diem. "...udah lah. kalo ternyata ajal gue jodohnya pas naik motor jaman batu, ya udah lah gue terima aja. paling gak, gak sama jisung lah."

"terus kalo sama gue gak apa-apa?"

"ya gak juga, anjir. gue gak mau ya, mati sebelom kaya." changbin cuma ketawa, dibales dengan tatapan ragu dari felix. "kak, lo... bener bisa bawa motor kan?"

"menurut lo?" tanya changbin dengan kedua alis terangkat, masih sambil ketawa. "do i look like someone who can't drive a motorcycle?"

"not gonna lie, you look like someone who would steal one instead."

changbin memutar bola matanya dan menoyor kepala felix. "gak gue bolehin nebeng baru tau rasa lo."

"EH." felix panik. "jangan gitu lah. kalo gue mati gara-gara nebeng jisung jadi salah lo."

"mana ada. gak usah drama, paling parah juga nyebur got," balas changbin sambil ketawa.

"jadi lo tega gue nyebur got?" tanya felix dengan alis terangkat. "gitu?"

"apa sih. udahlah, iya, lo boleh nebeng. gak usah ribet." felix langsung nyengir. "gak ada lama-lama tapi. lewat lima menit gue tinggal, ngerti?"

"IH JAHAT."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

bucin ; changlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang