Seminggu sebelum olimpiade berlangsung. Di kamar Tya. Wajah Tya memucat. Badan nya terasa panas. Sejak tadi dia berada di balik selimut kedinginan. Sepertinya masuk angin atau meriang.
"Tya bangun makan dulu." Rasanya tidak tega membangunkan nya yang sedang tidur.
"Minum obat dulu biar cepat sembuh." Dengan susah payah Tya bangun. Mata nya sayu. Bibir nya kering.
"Kita kerumah sakit ya." Bujuk gue. Sudah 2hari dia sakit. Dia ajakn kerumah sakit tidak mau. Orang tua nya sedang diluar kota. Dirumah hanya ada seorang pembantu.
Tya menggeleng.
"Yaudah makan aja." Gue menyendok sesuap bubur ke mulut nya. Dia membuka pelan mulut nya. Sesekali terbatuk."Kalo kayak gini aku berasa lagi nyuapin nenek loh. Makan nya pelan giginya tinggal dua. Untung yang ini neneknya cantik." Tya berusaha tersenyum. Gue mengecup pelan dahinya. Tanda sayang gue ke dia.
"Aku sudah liat kota tempat kamu olimpiade nanti." Gue mulai membuka pembicaraan. Walau dia tidak bisa menjawab setiap perbicaraan gue. Karena tenggorokannya sakit katanya. Suara nya pun hilang di telan bumi.
"Disana ada pantai bagus banget. Deket kok sama universitas kamu olimpiade." Dia menatap gue. Menunggu kelanjutan pembicaraan gue.
"Jadi rencana nya nanti, setelah kamu pulang olimpiade. Kita akan ke pantai dulu. Kita menginap disana 2hari." Tya melebarkan matanya. Menandakan dia senang.
"Maka dari itu kamu harus cepat sembuh ya. Nggak papa kalah. Piala nya cuman buat sekolah doang. Yang penting liburan hehehe."
"Kamu tau apa yang lebih membuat aku bersemangat?" Tya mengernyitkan dahinya. Gue mendetkan bibir ke telinga nya. Sambil berbisik.
"Kita sekamar." Gue langsung tertawa. Tya menepuk pundak gue.***
"Pah.." gue berteriak ke seluruh penjuru rumah mencari letak batang hidung bokap gue. Yang gue lihat malah daster nyokap gue.
"Papah mana mah?" Tanya gue ke ibu muda bohai cantik yang sering gue panggil mamah.
Dia bukan nyokap kandung gue. Jelasnya nyokap tiri. Karena nyokap gue udah pindah alam. Meninggalkan gue, nyokap dan 2 kakak gue lainnya. Bertahun-tahun kemudian bokap gue nikah lagi. Sama janda muda beranak satu. Sekarang jadi adek gue.
Namanya Salsa. Umurnya 8tahun.
Sedangkan kakak gue lainnya, sudah pada nikah. Berumah tangga masing-masing.
"Lagi ke supermarket tadi sama Salsa."
"Aku mau minjam mobil mamah boleh nggak?"
"Mau kemana?"
"Keluar kota sama Tya mah, ada yang lain juga kok. Mantai dulu kita. Kan bentar lagi ujian semester mah." Gue dengan wajah memelas nyokap.
"Iya iya." Yuhhhuuu gue bersorak gembira.
Pantai coming soon.**
Dua sebelum olimpiade berlangsung. Tya sudah sembuh dan semangat lagi. Kata nya sudah siap buat olimpiade kali ini. Gue bantu Tya paking baju untuk di bawa berlibur.
"Aku nanti di pantai pakai ini ya?" Dia memperlihatkan baju renang nya yang hanya sehelai kain.
"So sexy Beb." Gue mencium bibir nya.
"Siapa aja yang ikut kita?"
"Bryan sama Vino aja sih."
"Nggak bawa pacar mereka?" Gue menggeleng.
"Aku sudah pesan 2kamar. Kamu sama aku ya. Nanti berangkat nya kita semobil aja. Ngikutin bus sekolah dari belakang."
"Katanya mereka juga ke pantai selesai olimpiade."
"Rame dong." Satu tas penuh berisi baju dan peralatan make up nya Tya. Paking selesai.
Malam ini gue menginap di rumah Tya lagi. Untuk jaga - jaga aja biar dia tidak kenapa-kenapa. Walau seranjang kami cuman tidur sambil pelukan saja. Tidak lebih.Hari H tiba. Kami berangkat dengan 6 Jam perjalanan. Rasa nya lelah sekali. Tapi semua lelah hilang ketika melihat senyum Tya. Seperti obat penawar senyumnya. Seperti ganja yang bikin candu. Manis seperti madu.
Tya masuk ke karantina untuk bersiap-siap. Gue dan kedua sahabat gue menunggu di mobil saja. Biar guru-guru tidak pada gibah. Karena beberapa Minggu ini gue di gibah para guru. Karena ada salah satu murid yang menyebar berita kalau gue tiap malam tidur di rumah Tya. Pantas saja banyak murid yang menatap sinis gue dan Tya. Tapi gue anggap tai aja mereka. Bodo amat.
"Cuy mau rokok?" Bryan menyodorkan rokok ke arah gue.
"Kagak anjing. Gue mau sehat." Gue menolak. Gue dari dulu memang bukan perokok karena Tya tidak suka cowok perokok. Katanya biar sehat lalu di terima jadi tentara.
"Yaelah, cobain nih sebatang." Iman gue lemah, jadi gue ambil aja. Sekali isap gue langsung batuk-batuk. Bryan dan Vino langsung ketawa ngakak.
"Anjing." Gue mengumpat. Tiba-tiba ada yang mengetok pintu mobil. Ternyata Tya. Gue membuka pintu mobil." 30menit lagi mau mulai. Semangatin dong." Ucap Tya dengan manja. Gue berbalik ke arah temen bangsat gue.
"Lu pada mau keluar atau tutup mata?" Tanya gue ke mereka.
"Tutup mata aja." Jawab Vino. Mereka lalu berbalik badan ke arah belakang mobil.
Gue elus lembut rambut dan pipi Tya.
"Semangat ya sayang. Nggak perlu menang. Yang penting udah berjuang. Aku tetap sayang kamu kok." Tya tersenyum. Gue mencium bibir Tya. Mulai melumat bibir nya. Beberapa keluar desahan dari bibir nya.
"Mmpppphhhh.." cukup puas rasa nya. Gue melepas lumatan nya. Bibir gue mulai mengarah ke leher nya.
"Heh jangan nanti keliatan orang." Tya menahan kepala gue. Gue tersenyum. Tangan gue mulai membuka dua kancing baju atas nya. Gue mulai menghisap dan mengigit payudara nya. Gue bikin tanda di payudara nya saja biar tidak ada yang melihat.
"Aahhhhh.." Tya mendesah. Tanda nya tampak merah sekali. Karena kulit nya putih bersih. Gue beri beberapa tanda untuk menandakan bahwa Tya milik gue.
"Udah ah, bentar lagi mau mulai aku siap-siap dulu." Tya mengancing kembali baju nya. Gue mencium kening nya lembut.
"Semangat sayang." Tya pergi."Ahhhh ahhh ahhhh." Desahan dari Bryan tanda dia lagi mengejek gue. Vino ketawa terbahak.
"Tya masih perawan kagak bro?" Tanya Vino.
"Ya masih lah, bersegel cuk."
"Kapan nih mau lepas segel?" Ejek Bryan
"Besok." Gue senyum lebar. Mereka ketawa lagi.
"Kayak nya bakalan sore baru selesai nih. Kita party dulu ya. Besok baru ke pantai." Ajak Bryan. Kami berdua serentak mengangguk.Benar saja jam 16.00 baru selesai olimpiade nya. Katanya Tya menang dia bahagia sekali. Padahal piala nya cuman buat sekolah doang. Gue mah tidak bangga sama sekali. Bikin otak kebakaran aja. Kami berempat langsung menuju ke hotel. Sedangkan murid lain pergi ke pantai dengan bus sekolah.
Sengaja menghindari para guru.
Sampai ke hotel, kami menuju kamar masing-masing. Gue langsung menghempaskan badan ke kasur. Seharian di mobil bikin badan gue rasa pegel.
"Kita nggak kepantai?" Tanya Tya.
"Besok sayang, malam ini party dulu. Kamu mandi ya setelah itu kita cari makan."
Tya mengangguk langsung masuk ke kamar mandi. Bergantian setelah nya gue yang mandi.Ini sebenarnya kali pertama gue dan Tya masuk ke bar. Tya memegang erat tangan gue. Takut katanya gelap. Lampunya kelap-kelip. Berbeda sama temen bangsat gue ini, yang sudah turun naik bar.
"Kita pisah aja ya, gue mau boking cewek dulu. Ngewe dulu kita." Bryan tertawa. Setelahnya pergi di ikuti dengan Vino.
"Kita ngapain?" Tanya Tya.
"Main UNO?" Gue ketawa. Kami duduk di kursi. Pelayan memberikan menu. Gue membaca menu dengan bingung. Gue menunjuk salah satu menu entah apa itu. Pelayan mengangguk lalu pergi. Gue melihat sekeliling. Banyak wanita seksi berjoget. Melenggak lenggokkan tubuh nya.
Payudara berhamburan. Paha bertaburan.
Ada juga beberapa pasangan yang sedang berciuman di tengah kerumunan.
"Liat kemana tuh." Tya menyadarkan gue. Gue dekap Tya. Biar semakin dekat. Pelayan datang memberikan minuman yang gue pesan.
Gue mencoba seteguk. Rasa nya pahit cuk. Minuman apa nih anjir. Tya ternyata juga ikutan meminum tapi wajah nya biasa saja tidak merasa kepahitan atau apa.
"Ada cara loh biar minuman nya jadi enak." Tya mulai duduk diatas pangkuan gue. Gue nggak tau apa maksudnya. Dia kembali meminum seteguk minumannya.
Dan tiba-tiba mencium bibir gue. Gue terbelalak. Tya mabuk? Itu pikiran gue.
Tapi gue lawan aja. Akhirnya kami beradu lidah di tengah banyaknya orang.
Rasanya lumatan Tya semakin ganas. Gue sesak nafas. Gue mencoba melepas nya.
Tya tertawa. Badan nya linglung. Benar saja dia mabuk.
Dari pada keadaan semakin buruk. Gue akhirnya membopong Tya keluar. Lebih baik kami pulang kehotel saja. Tya berjalan sempoyongan. Mulutnya dari tadi berceloteh tidak jelas. Untung nya kamar kami tidak jauh dengan bar tersebut.Gue merebahkan Tya ke kasur. Tya masih saja tertawa sendiri.
"Kebanyakan minum sih." Gue masih heran. Kenapa Tya bisa menikmati minuman itu tanpa merasa kepahitan. Apa memang dia pernah meminum nya sebelumnya? Tidak mungkin. Tya anak baik-baik gue menghilangkan prasangka buruk. Gue membuka handphone. Melihat isi galeri beruntung kami sempat berfoto tadi. Upload dulu lah. Biar ada bahan gosib buat murid di sekolah gue.
Gue lihat Tya sudah tertidur menggeliat. Gue lepas semua pakaian nya. Tersisa celana dalam dan bra saja. Gue menelan air liur melihat badan nya yang seksi ini.
Gue harus tahan. Karena kalau disaat dia tidak sadar begini gue melakukan hal yang tidak-tidak rasanya seperti adegan pemerkosaan saja. Tahan Ray. Tahan cuk.Agghhh gue nggak tahan lagi.
Gue lepas bra Tya. Terpampang jelas payudara nya bulat sempurna. Puting nya merah muda.
Gue mulai menjilat puting nya. Tya yang tertidur menggeliat.
Gue tersenyum melihat nya. Sampai situ saja. Gue masih tidak berani melakukan hal yang lebih intim jika tidak ada ijin Tya. Gue pun berusaha tidur sambil memeluk Tya.
Selamat tidur sayang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Story's
Teen Fiction" Tapi sejak malam itu terjadi. Aku merasa cinta mati dengan nya. Rasa ku ke kamu langsung hilang. Yang ada rasa tidak ingin berpisah dengan nya. " Gue shock mendengar kata 'sejak malam itu terjadi' " Lu gila ya, lu ngewe sama tuh cowok?" Nada gue m...