2. Meet Him Again
Aku terus memperhatikan bayanganku sendiri yang terpantul di cermin toilet. Sekarang aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku ke kelas dengan seragam kotor seperti ini. Tapi setelah ini jam pelajaran fisika dan seminggu yang lalu Pak Hendri alias guru fisika bilang akan mengadakan ulangan harian hari ini. Aduh duh gimana nih? Atau aku minta izin dan nyusul ulangan saja? Hii tapi aku ga mau nyusul sendirian, pasalnya ga ada yang bisa dicontekin. (Alasan macam apa itu)
Aku terus bergelut dengan pikiranku sendiri, antara kembali ke kelas atau izin saja. Sebenarnya bajuku sudah mulai kering, tapi noda kuning disana masih sangat jelas terlihat. Aku malu kalau ke kelas dengan baju seperti ini, huaaaaaaa...
"Arran, lo di dalem?" Tanya seseorang dari luar toilet. Eh kayak kenal deh ini suara, buru-buru aku membuka pintu dan melongokkan kepalaku dari pintu.
"Nih pake ini" tiba-tiba sweater berwarna merah tersodor di depan mataku. Aku tersenyum sumringah, sweater ini milik Lana jadi pasti Lana yang meminjamkannya untukku. Aku berteriak girang dalam hati.
Huhh untung ada Lana, thank you so much Lanaaa batinku senang.
Aku segera memakai sweater Lana yang tampak kebesaran di tubuhku, tapi itu tidak masalah. Aku keluar dari toilet dan langsung memeluk Lana yang kebetulan berdiri tak jauh dari sini.
"Aaaaa thank you so much Alana" pekikku.
"Eh lo ga usah meluk-meluk juga, sesak nih. Iya sama-sama Ran. Yuk ke kelas, gue lagi ga pingin denger Pak Hendri ngomel nih" ucapnya lalu menggamit tanganku masuk ke kelas. Walau tadi aku sempat kesal dengan Lana karena sebagai sahabat bukannya membantuku namun malah ikut menertawakanku, tapi aku tetap bersyukur punya sahabat kayak Lana yang selalu menyelamatkanku di saat yang tepat contohnya seperti sekarang ini, ia menyelamatkanku dari ulangan susulan fisika, ah aku padamu deh Lanaaa muaah *oke sepertinya aku mulai lebay.
**
Aku mendengus sebal saat melihat satu persatu temanku sudah dijemput oleh supirnya maupun pulang dengan kendaraan pribadi mereka sendiri. Sementara aku masih menunggu di area sekolah dengan tatapan harap mobil Pak Beni alias supir keluargaku akan tiba di depan gerbang sekolah. Ya walau jaman sekarang anak-anak seusiaku sudah diperbolehkan untuk menaiki kendaraan pribadi ke sekolah, namun tidak denganku. Mama dan papa tetap menyuruhku pulang dan pergi bersama supir, dan aku pasrah saja.
Aku menendang-nendang kecil kerikil di depanku, ah sudah tiga puluh menit lebih aku menunggu Pak Beni namun beliau belum juga terlihat. Dengan geram aku menghentakkan kakiku kembali masuk ke dalam sekolah, entah aku hanya ingin berkeliling di dalam untuk mengusir rasa bosan.
Bruk...
Aku merasakan tubuhku menabrak tubuh seseorang, dan naas aku terjatuh dengan tidak elitnya, pantatku lebih dulu menyentuh tanah. Aih sungguh sakit dan perih.
"Duh jalan pake mata dong!" Ucap orang yang aku tabrak, eh suara ini tidak asing bagiku.. ini kan suara... aduh katakan padaku kalau ini bukan suara Nathan! Sungguh aku malas kalau harus berurusan dengannya lagi.
Aku berusaha bangkit dari posisiku yang gak banget ini dan menepuk rokku yang sedikit berdebu.
"Eh elo Arran kan? Lo yang tadi kesiram jus jeruk kan?" Tanya Nathan dengan nada menyindir. Ih nih anak nyebelinnya kumat, pengen gue cabik-cabik nih orang.
"Ya, memang kenapa?" Sahutku datar.
"Ya ga kenapa-kenapa sih. Lucu aja ngeliat lo tadi" dia mulai tertawa dan semakin lama tawanya makin keras, bahkan ia sampai memegangi perutnya sendiri. Aku mendengus sebal dan tidak menggubris Nathan, aku kembali melanjutkan niat awalku untuk berkeliling di dalam sekolah.
Sepuluh menit berlalu, aku sudah puas keliling sekolah. Walau sekolah sangat sepi karena jam pulang telah lewat, tapi itu sama sekali tak membuatku takut. Aku kembali ke gerbang sekolah, dan kudapati mobil Pak Beni terparkir di seberang sana. Aku menghela nafas lega.
"Kok lama Pak?" Tanyaku saat sudah duduk di jok belakang.
"Tadi bannya kempes dan mobilnya mogok tiba-tiba, jadi Bapak harus bawa ke bengkel dulu. Maaf ya Non" jelas Pak Beni dengan raut bersalah, aku hanya mengangguk mengerti lalu melempar pandanganku keluar jendela.
**
Aku menghempaskan tubuhku ke ranjangku. Ah rasanya lelah dan pegal hilang begitu saja, aku memejamkan mataku berusah merilekskan seluruh tubuhku. Aku membiarkan pikiranku melayang kemana-mana-salah satu caraku merilekskan diri- , namun aku mendengus saat pikiranku berhenti melayang di satu nama yang sangat tak ingin aku pikirkan.
Nathan.
Kenapa malah dia yang kupikirkan? Huh.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku cepat, berusaha mengusir nama Nathan yang berada di pikiranku walau sedikit khawatir kepalaku mungkin akan putus karena menggelengkan kepala terlalu cepat. Namun bukannya pergi, nama Nathan tetap saja muncul. Aku mengerang frustasi karena pikiranku sendiri.
Line
Tiba-tiba saja nada dering Line berbunyi, tanda ada pesan yang masuk. Aku menautkan alisku heran, tidak biasanya ada yang me-Line ku di jam sore seperti ini, apa itu Kak Alvin? Ah tidak mungkin, hp nya kak Alvin kan rusak dan belum beli baru jadi pasti itu bukan dari Kak Alvin. Apa dari Clara atau Lana? Tidak mungkin juga, sekarang kedua bocah itu sedang les musik bersama. Fyi, Clara dan Lana memang ikut les musik dan jadwal mereka bersamaan jadi tidak mungkin pesan dari mereka. Lalu dari siapa pesan itu? Apakah dari....
Dylan?
Sudut bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman saat nama Dylan si cowok manis dan baik hati yang tiba-tiba muncul di pikiranku, menggeser nama Nathan yang tadi sempat singgah di pikiranku. Dan seketika pipiku merona merah, apa itu benar-benar Dylan? Ah aku mulai membayangkan serentetan kalimat yang ia kirim untukku.
Apakah mungkin ia mengirim ucapan selamat sore atau semacamnya?
Heh kenapa aku yakin sekali itu dari Dylan? Pesan itu belum tentu dari Dylan kan? Ah daripada main tebak-tebakan lebih baik aku mengecheknya saja, ada secuil harapan untuk melihat nama Dylan Aditya yang tertera di notifikasi Line ku itu.
You have one new message
Segera saja aku membuka notifikasi itu dan....
From: LINE EV-
Aaaaaa sudah tidak perlu dilanjutkan! Dengan kesal aku melempar iPhone ku ke sembarang arah, huh ternyata pesan itu berasal dari pihak Line sendiri, bukan Dylan. Aku memukul-mukul bantal dengan kesal, aaa padahal aku sangat-sangat berharap itu dari Dylan walau hanya satu kalimat tapi ah sudahlah.. ini mungkin sudah takdirNya eh tapi apa hubungannya sama takdir? Huhu enggak tau deh pokoknya sekarang aku sangat kesal!
To be continued
Yuhu i'm back/? Maaf kalau dalam part ini banyak kekurangan, sebenernya gue juga ga tau apa inti dari part ini tapi akhirnya tetep gue publish.
Soal Arran yang terlalu ngarep sama notif Line itu sebenernya juga terjadi sama gue, gue udah ngarep banget itu dari gebetan *cieh tapi ternyata malah dari LINE EVENT. Berasa di php in deh gue wkwkw *siapa *nanya
Aduh gue jadi banyak bacot, oh ya jangan lupa vote dan comment ya jangan jadi siders ajaa... sampe ketemu di part selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
You and I
Подростковая литератураSosok cowok manis, pintar dan baik hati bernama Dylan telah membuat Arranne jatuh hati. Setiap hari, yang ada di pikirannya hanya Dylan dan Dylan. Namun siapa sangka, Tuhan tak merestui perasaan Arranne pada Dylan. Ya, Arranne dijodohkan oleh orang...