Three. Unbelievable

192 8 0
                                    

3. Unbelievable

Aku menatap hamparan langit biru di hadapanku, benar-benar cerah dan bersih. Tak kulihat sedikitpun awan putih di langit, hanya hamparan biru polos sejauh mataku memandang. Kuhela nafas sebentar, lalu kualihkan pandanganku kearah lapangan basket. Ya, di atap sekolah ini lapangan basket tampak sangat jelas. Bahkan aku bisa melihat Dylan yang tengah asyik memainkan sebuah benda bulat berwarna oranye yang bisa memantul itu. Mungkin kalian akan heran kenapa aku berada di atap sekolah sekarang sementara Dylan yang notabenenya adalah teman sekelasku berada di lapangan basket.

Tadi pagi kakiku terkilir, dan rasa sakitnya masih bisa kurasakan sampai sekarang. Akhirnya aku meminta izin pada Pak Hendra alias guru olahraga di sekolahku. Dan aku mendapat izin bersama Clara. Tak jelas apa alasan Clara tidak mengikuti pelajaran olahraga, entahlah itu tidak terlalu penting. Kami -aku dan Clara- diam di kelas tanpa melakukan apapun, karena bosan akhirnya kami pindah kesini. Ya, kemana lagi kalau bukan atap sekolah.

Oke kembali ke cerita, aku terus memperhatikan Dylan yang bergerak lincah dari satu sudut ke sudut lain. Sementara teman-teman yang lain bergumul merebut bola yang sedang dikuasai olehnya. Kutumpukan daguku diatas kepalan tanganku, Dylan oh Dylan bahkan dari jarak sejauh ini kau tetap manis dan keren. Eh kalimatnya, jijiks. Sejak kapan aku puitis dan alay begini?

"Jadi gimana menurut lo, Ran?" Tanya Clara tiba-tiba.

Oh gawat, sejak tadi aku hanya memperhatikan Dylan dan mengabaikan Clara disampingku. aku terlalu sibuk dengan pikiranku tentang Dylan, sampai-sampai aku tidak mendengar suara Clara yang biasanya terdengar dua oktaf lebih tinggi dari sirene ambulans bagiku. Ajaib bukan?

"Eh ap-apa Ra?" Tanyaku gugup. Clara memasang muka marah kearahku, oh ini makin gawat lagi kalau dia marah teriakan cemprengnya yang legendaris itu pasti akan keluar, duh siap-siap tuli muda ini mah. Eh mana ada tuli muda? Yang ada mati muda kali. Ah oke aku akan menambahkan kata 'tuli muda' dalam kamus nanti.

"JADI DARITADI LO GAK DENGERIN GUE HAHHHHH?" Sesuai dugaanku ia berteriak kencang, bahkan teriakannya itu sangat dahsyat membelah atmosfer berlapis-lapis menuju rasi bintang paling manis. Eh? Kok jadi rasi bintang sih? Ah bodo, aku mengusap telingaku yang sakit karena teriakan dahsyatnya barusan.

"Ma-maaf Clara tadi gue ngelamun. Jangan marah ya Ra, please" pintaku memelas.

Clara tidak menanggapiku, ia bersidekap dan menatapku sinis.

"Please jangan marah Ra, gue bener-bener ga bermaksud. Maafin gue Ra" pintaku melas sambil menarik-narik ujung lengan seragamnya, Clara memutar bola matanya malas.

"ya udah gue maafin, tapi lain kali jangan diulangin ya. Lagian tadi lo ngelamunin apaan sih? Sampai-sampai gue yang cantik ini dianggurin. Oh atau jangan-jangan lo ngelamunin si Dylan?" Clara mendekatkan dirinya denganku, membuatku sedikit menghindar darinya. Kedua alisku terangkat, Lana dan Clara memang sudah tahu tentang... ya tentang itulah.

"Hehe tuh lo tau, pinter deh lo cantik" aku mencubit pipi kanannya gemas.

"Ih apaan sih nyubit-nyubit? Ah elo jangan cuma ngelamunin doi dong, deketin kek. Kalo gue liat sih kayaknya doi sama kayak lo"

Mataku membulat sesaat mendengar perkataan ambigu Clara barusan. Ah aku sendiri juga tidak tahu bagaimana perasaanku pada Dylan yang sebenarnya, apa hanya sebatas suka? Atau lebih dari itu? Entahlah, ini sulit.

**

Aku membolak-balik halaman novel dengan tidak bersemangat, huh padahal biasanya aku sangat bersemangat untuk membaca novel tapi kenapa sekarang tidak ya? Ah enggak tau ah.

You and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang