Tokyo, Jepang
13 april 1999, 21.00 pm.Hujan turun dari langit membasahi kota Tokyo. Perlahan rintik-rintik hujan semakin deras berjatuhan dari langit malam. Beberapa pejalan kaki mulai berlalu lalang mencari tempat berlindung. Tak terkecuali seorang gadis bersurai raven yang segera berlari menuju sebuah halte bus tak jauh dari tempatnya.
Ia, Sarada. Duduk agak jauh dari tempat duduk yang lain. Well. Ia memang seseorang yang anti sosial. Semakin merapatkan mantel yang ia pakai demi mendapat kehangatan. Beberapa rintik air hujan menerpa wajahnya membuat sensasi kejut pada kulitnya. Udara kali ini lebih dingin dari biasanya. Dan sialnya lagi, ia hanya memakai mantel tipis dan celana jeans.
Tapi Sarada hanya masa bodo dengan hal ini. Yang ia pikirkan sekarang bagaimana caranya ia bisa pulang sekarang. Bukan apa, ia tak suka berlama-lama ditempat umum. Ditambah hari sudah malam dan ia bisa mendapat ceramah gratis dari ayahnya nanti jika pulang terlambat.
Menghela napas. Sarada lebih memilih menunggu hujan reda. Lagipula disini masih banyak orang.
Ping
Sarada merogoh saku mantelnya saat merasakan handphone-nya berbunyi. Dan ternyata itu pesan dari ayahnya.
Papa.
|'Cepat pulang!'.Berdecak sebal, Sarada kembali memasukan benda pipih itu kedalam saku mantelnya. Memang akhir-akhir ini hubungannya dengan ayahnya kurang baik. Bahkan terkesan dingin. Sekarang ia harus bagaimana?. Hujannya masih deras. Dan tak ada satupun taxsi yang lewat. Dan akhirnya Sarada lebih memilih menerobos hujan.
Baru setengah jalan ia berlari, kakinya terpeleset ditrotoar pinggir jalan. Sarada meringis saat merasakan nyeri dipergelangan kakinya. Sial, kakinya terkilir.
"Butuh bantuan, Nona?"
Sarada mendongak saat seorang pria mengulurkan tangannya kearahnya. Sarada masih diam tak menanggapi uluran tangan pria itu. Ia sudah terbiasa hidup tanpa bantuan orang lain. Jika bisa diartikan, ia orang yang mandiri. Mungkin.
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri".
Bukan datar. Tapi sopan. Sarada berusaha bangkit tapi rasa nyeri dikakinya membuatnya jatuh kembali.
"Jangan sok kuat, nona!".
Sarada memberi tatapan mencela pada pria itu. Tapi pria itu malah tertawa kecil. Sarada berdecak sebal. Ia tampak seperti orang bodoh sekarang. Akhirnya dengan terpaksa diterimanya uluran tangan pria itu. Dan mengucapkan terima kasih. Dengan setengah hati tentunya. Ia masih kesal pada pria asing yang kini membantunya menyangga tubuhnya agar tetap seimbang.
"Dimana rumahmu?. Aku akan mengantarmu!"
Tapi Sarada hanya menggelengkan kepalanya. Bukannya tidak mau dibantu. Tapi ia memang merasa tidak enak jika meminta pertolongan pada orang lain. Apalagi ia tidak kenal dengan pria asing ini.
"Ck, jangan menolak! Kakimu sedang sakit!".
Sarada mengernyitkan dahinya. Siapa sebenarnya pria ini. Sok akrab sekali dengannya. Tapi mengingat kakinya terluka, akhirnya ia mau saja diantar pulang oleh pria itu.
Sebenarnya ia tak enak hati membuat kursi mobil pria itu basah. Tapi mau bagaimana lagi. Bahkan selama perjalanan pun pria itu terus mengajaknya mengobrol kecil dan hanya ia tanggapi dengan jawaban seadanya. Satu yang ia tahu. Pria ini ramah. Namanya Boruto Uzumaki. Mendengar marganya, membuat Sarada tahu kalau Boruto anak dari Naruto Uzumaki. Pemilik perusahaan terbesar dikota ini.
Sarada meminta diturunkan agak jauh dari mansionnya. Ia tak mau Boruto ikut kena semprot ayahnya.
"Dari mana saja kau, sialan! Kau tidak lihat ini sudah malam!"
Sarada hanya memutar bola matanya jengah. Sudah biasa baginya mendengar caci maki dari ayahnya. Ia benci ayahnya dan ayahnya juga membencinya. Mengapa Sarada tidak kabur saja dari ayahnya?. Sarada tidak akan melakukan itu. Ia punya alasan pribadi untuk pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Well. Semua orang juga butuh privasi.
Sarada berlalu begitu saja tanpa mempedulikan ayahnya yang terus mengoceh. Memilih membersihkan badannya daripada meladeni berbagai makian yang dilontarkan ayahnya. Ia tak akan peduli.
Sarada merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan sebuah kartu nama yang Boruto berikan sebelum mereka berpisah tadi. Senyum Sarada merekah saat melihat tulisan kecil dipojok bawah kartu nama itu. Segera ia menyimpan kembali kartu nama itu dilaci nakas dan bergegas mandi.'Tanggal 20 nanti datanglah ketaman bunga sakura'.
Bersambung...!
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusion [🍃Hiatus🍃]
RomanceTerjebak dalam ilusi semu yang kau buat. terlalu dalam jatuh dalam pesonamu. melupakan fakta kalau ini hanya sementara... ⚠Beberapa chapter mengandung konten dewasa. Bijaklah dalam memilih bacaan, terima kasih. ⚠🔞