Kisah Aldo

5 1 0
                                    

Siapa menyangka, setelah pertemuan di ajang pencarian jodoh tempo hari membuat Giana dan Aldo semakin dekat. Sang gadis tidak mampu memungkiri jika ia merasa sangat nyaman berada dekat si lelaki. Namun, tetap. Baginya Aldo hanya teman yang dipertemukan oleh keajaiban.

Giana merasa cocok karena kisah mereka hampir sama, bersama Aldo ia bercerita tentang sulitnya melupakan cinta pertama, membungkus kisah yang menurutnya belum usai sepenuhnya.

Dari kedekatan itu pula ia mengetahui tentang kekasih Aldo yang meninggal karena leukimia. Sangat disayangkan, tetapi takdir memang memiliki rencananya sendiri. Bahkan, kematian Iren-kekasihnya, tepat saat hari pertunangan dilangsungkan.

Pagi ini, Giana sengaja mengantar Aldo pergi ke pusara Iren karena memang kebetulan dirinya memiliki waktu luang. Ia menatap sendu wajah lelaki yang tengah bersimbah di atas tanah merah, meletakkan bunga setelah menhantarkan doa.

Giana tetap diam menyaksikan itu semua. Membiarkan Aldo menumpahkan rasa rindu yang dalam pada mendiang kekasihnya, memang benar adanya jika kematian adalah perpisahan yang sangat menyakitkan.

Setalah cukup lama, Aldo bangkit berdiri bersejajar dengan Giana, menatap sendu seperti enggan untuk beranjak. Giana menepuk pundaknya pelan. Menguatkan.

"Semoga Iren tenang di surga." Hibur Giana.

Aldo membalasnya dengan senyuman. "Semoga."

Mereka kembali berjalan beriringan meninggalkan pusara. Giana tahu jika Aldo masih enggan menjauh, terbukti dengan tengokan beberapa kali ke belakang.

"Dokter Aldo." Seseorang menghentikan pergerakan tangan Aldo yang hampir membuka pintu mobil untuk Giana.

"Dokter Aldo?" gumam Giana pelan.

Seorang wanita muda berpenampilan modis setengah berlari mendekat, Giana menatap ngeri langkahnya terlebih dengan sepatu setinggi sepuluh senti. Bagainama mungkin seseorang bisa berlari di atas penumpu kaki sangat tipis.

"Audisa," tutur Aldo.

Wanita cantik itu memeluk Aldo menciup pipi kiri dan kanan si lelaki. Tersenyum manja sambil menanyakan kabar sekadar untuk berbasa-basi. Cukup lama mereka terlibat dalam obrolan, Giana memilih diam manjadi pendengar.

Dari situ ia tahu jika Audisa adalah sahabat dekat Iren, didengar dari nada bicaranya terbukti jelas jika betapa sangat mendukungnya Audisa akan hubungan Aldo dan Iren walau terhalang maut.

"Iren baru meninggal dua bulan, aku harap kamu tidak pernah menyakitinya."

Ucapan itu sedikit membuat Giana risih, walau tidak ingin berpikir buruk, tetap saja, tekanan nada dan lirikan matanya seolah tanda ada rasa tidak suka pada kedekatan yang baru sehari terjalin.

Giana berdehem melipat tangan. "Aku tunggu di dalam saja, ya." Tanpa menunggu persetujuan lagi ia masuk ke dalam mobil sebelum membalas tatapan Audisa.

Sekadar membuang kesal sengaja ia memasang earphone sambil memejamkan mata, menyandarkan kepala pada jendela mobil. Alunan lagu indah mampu diterima baik oleh telinga, bukan hanya itu. Hati pun terasa tersentuh sampai akhirnya ia hanyut pada kenangan masa termanis bersama seseorang. Dia yang kini tidak tahu di mana.

Entah sudah berapa lama tertidur ia tak tahu. Giana terperanjat saat deruan klakson berbunyi, mengedarkan pandangan ke arahan jalanan yang kini sudah ramai sebelum akhirnya sadar jika kini dirinya bukan lagi berada di pemakaman. Suara deheman membuatnya menatap ke samping. Aldo!

"Sudah bangun?" tanyanya tetap fokus menatap ke depan.

Giana hanya mengangguk pelan, kepalanya masih terasa pusing dengan keadaan tidur seperti itu. Ia memijit pelipis dan belakang leher, sedikit mengobati. Giana kembali mengingat sesuatu yang mampu mengusik pikirannya.

WAKTU YANG TAK PERNAH SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang