Aku menatap langit-langit kamarku, aku memikirkan apa yang terjadi siang tadi. Siapa nama gadis itu? Kenapa ia bisa lupa bertanya namanya? Kenapa dengan perilaku para siswa terhadapnya? Apa-apaan sikap Lucas dan Jaehyun tadi? Aku berpikir keras tentang apa yang terjadi sampai membuatku bingung.
Dering ponsel membuayarkan lamunanku, aku segera mengangkat telepon ketika tahu siapa yang menelponnya."Hai, Mark. Bagaimana keadaanmu?" Tanya Jaehyun di seberang sana.
"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" Tanyaku. "Yeah, kau tahu kejadian di sekolah tadi. Anak-anak gempar membicarakanmu."
"Mereka membicarakanku?" Tanyaku, lagi.
"Ya tuhan, kau bahkan tidak sadar, idiot sekali." Dengusnya."Haechan." Setengah berbisik Jaehyun menyebutkan namanya. "Gadis yang kau ajak pergi tadi siang."
"Terima kasih Jaehyun," ucapnku riang, tanpa sadar. "Ada lagi informasi lain?" Tambahku menggebu-gebu. Aku sangat senang karena tanpa ditanya dan diminta Jaehyun memanglah teman yang sangat pengertian.
"Informasi lainnya akan membuatmu kecewa Mark. Tapi ini adalah yang tersebar di seluruh sekolah, kami belum memastikan kebenarannya."
"Katakan apa pun, aku harus mengetahui informasi gadis incaranku."
.
.
Aku berjalan dengan gontai menuju ruang kelas, sungguh sangat tidak bersemangat. Padahal tadi akubbertemu dengan Haechan bahkan gadis itu memberikan senyuman secerah matahari untukku.
"Kau seperti baru bertemu hantu saja Mark." Ujar Lucas. "Berisik!" Teriakku.
Sampai pelajaran terakhir aku tidak fokus dan hanya bisa menerima setiap omelan para guru, sebagai bonus tambahan seorang guru fisika memberikan hukuman untuk membantu petugas perpustakaan membereskan buku-buku yang ada di perpustakaan sekolah.
Ketika aku hendak memasuki perpustakaan langkahku terhenti, aku melihat Haechan tengah merapikan beberapa buku. Gadis itu tidak menyadari aku tengah memperhatikannya, pada akhirnya aku memutus perhatianku kepada Haechan dan memilih melanjutkan berjalan menuju petugas perpustakaan dan mengatakan aku mendapat hukuman untuk membantunya.
.
.
Aku terkejut mendapati sebuah benda dingin menyapa tanganku, menolehkan wajah dan terlihat Haechan sedang menempelkan minuman kaleng ketanganku sambil tersenyum, dengan gugup aku mengambil minuman tersebut sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Kami duduk di kursi yang disediakan di perpustakaan tersebut. "Um, hai, eh." Gagapku berusaha untuk mencairkan suasana tetapi malah membuatnya semakin canggung.
Setengah terkejut, aku melihatnya menuliskan sesuatu di sticky note yang ia ambil dari saku jasnya
'Hai'. Dengan emoticon senyum, lalu memberikannya kepadaku.
Aku semakin salah tingkah, dan perasaanku campur aduk. Entah kenapa tiba-tiba aku ingin menangis.
Tanpa aba-aba, aku berdiri, membawa tasku, sambil menggenggam minuman kaleng dan sticky notes dari Haechan, meninggalkan Haechan. Bahkan pekerjaanku belum selesai dan aku tidak sedikitpun menoleh kepada Haechan ketika pergi.
.
.
Seminggu berlalu sejak kejadian aku meninggalkan Haechan sendirian di perpustakaan. Aku merasa jantungku turun ke perut karena rasa sedih dan bersalah yang menggerogotiku. Bahkan aku hanya bisa terdiam dan memperhatikan ketika tiga hari yang lalu Haechan diganggu oleh murid berandalan sekolah.
Kata murid berandalan mengingatkan diriku sendiri, betapa brengseknya aku memperlakukan Haechan karena perasaan sepeleku terhadapnya.
Oh tuhan aku sungguh keterlaluan, apakah aku kecewa karena gadis cantik pujaan hatiku tidak sesuai harapanku. Pikiran-pikiran ini membuatku rasanya makin bersalah.
Maka di sinilah aku, hari minggu aku mengajak kedua temanku Lucas dan Chani untuk menemaniku menyegarkan pikiran di sungai Han.
Aku membutuhkan dua orang dengan kepribadian berbeda untuk mendukung pendapatku.
Sudah hampir satu jam dan kedua temanku belum menunjukkan batang hidungnya, akhirnya aku bosan dan berjalan-jalan sendiri.
Langit sore kali ini sangat indah, matahari sebentar lagi terbenam. Aku mengedarkan pandanganku keseluruh taman, dan sekali lagi seperti takdir-tanpa disengaja, aku melihat Haechan sedang berjalan menggandeng seoarang anak perempuan.
Ia berjalan sambil tersenyum riang, membuat hatiku tiba-tiba menghangat. Rambut hitam panjangnya terurai di bahunya diterpa angin membuatnya terlihat sangat cantik seperti tokoh utaman dalam drama romantis anak remaja.
Apakah keputusanku menjauhinya adalah yang terbaik? Pikirku. Atau sebaiknya aku meminta maaf dulu padanya atas perlakuanku minggu lalu, atau sebaiknya aku mengikuti alur yang diberikan tuhan padaku.
Aku terus memperhatikan Haechan sampai gadis itu pergi dan tak terlihat lagi. Mungkin sebaiknya aku memang harus bersikap baik padanya, pikirku.
"Maaf menunggu lama,"
"Heh, idiot aku mencarimu dari tadi!" Ujar dua orang bersamaan. Kedua temanku akhirnya muncul, aku menatap mereka dengan jengah.^^
12920

KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sun Goes Down✅
FanfictionI wish I could turn back the time, so I could tell you how much I love you (((BAHASA))) Mark Lee x Lee Haechan Warn : genderswitch, misgendering