01 - A Better Life

504 45 9
                                    



Haiii!

Mungkin kesannya buru-buru tapi demi apapun aku uda ga tahan bgt nahan story ini di draft😭

Dan, fyi, ini tuh ide uda lamaaa bgtt, judul lamanya "Hate" masih ada draft aku, dan skrng mau aku tulis ulang dngn ide baru yg lebih dari sebelumnya.

Jadi ya aku cek ombak dulu~ kalo banyak yg oke, aku update gantian sama Victory! yaaa🥰

🦒🦒🦒


       Aku tidak menyesal.

       Sama sekali tidak.

       Mungkin awalnya aku kebingungan, takut dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan selain mengikuti arus. Tapi setelah dia lahir, aku merasa seperti memiliki kekuatan baru.

       Dia putraku, Han Jiwon.

       Kekuatanku, cahayaku, harta paling berharga dalam hidupku. Setiap dia memanggilku, rasanya lelah tubuhku luruh seketika. Hanya Jiwon milikku satu-satunya kini, hanya dia yang menguatkanku saat hariku terasa berat. Hanya dia semangatku untuk bangkit saat aku sedang terpuruk. Hanya Jiwon yang kini paling penting dalam hidupku.

***

       “Mommy, hali ini mommy makan siang belsama Won kan?”

       Aku tersenyum di sela sarapanku, Jiwon anak yang pintar. Sejak usianya empat tahun, dia sudah bisa menghafal hari dimana aku pulang awal dan bisa makan siang bersamanya melalui warna seragam sekolahnya.

       “Iya, sayang.. Mommy hari ini makan siang bersama Jiwon.”

       Jiwon memekik senang dengan matanya yang bulat berbinar membuatku selalu ikut bersemangat untuk makan siang bersamanya. Dalam seminggu, hanya ada dua hari aku bisa makan siang bersama Jiwon, yaitu hari kamis dan jumat. Untuk senin hingga rabu, aku harus pulang pukul enam sore atau maksimal pukul delapan malam.

       “Nyonya, umm.. Maaf, saya ingin izin, kakak saya di Ilsan sakit dan saya harus pulang untuk membantunya.”

       Itu Chu ahjumma. Orang yang membantuku dirumah sejak Jiwon berusia satu tahun. Dia membantu untuk mengurus rumah. Untuk urusan Jiwon, aku yang menanganinya. Awalnya terasa berantakan karena aku tidak bisa menyusun kegiatanku dan kegiatan Jiwon, tapi semakin hari aku semakin terbiasa mengendalikannya hingga saat ini.

       “Ah, iya, ahjumma. Titip salamku untuk keluarga ahjumma di Ilsan. Ahjumma boleh kembali setelah semuanya benar-benar stabil, aku akan baik-baik saja dengan Jiwon.”

       Chu ahjumma sudah seperti bibiku sendiri. Pernah saat dia pulang ke Ilsan, dia kembali begitu cepat ke Seoul karena khawatir pada Jiwon dan aku. Chu ahjumma begitu mengerti keadaanku.

       “Terima kasih, Nyonya.”

       Aku mengangguk sambil tersenyum pada Chu ahjumma lalu beralih pada Jiwon, “Sudah? Ayo berangkat.”

       Jiwon mengangguk, tangan mungilnya menyeka bibirnya dengan tissu kemudian merentangkannya untuk kugendong. Aku memang mengantarnya sendiri ke sekolah, aku memiliki sebuah mobil yang kubeli dengan hasil menabung. Bersyukur juga aku memiliki rumah tingkat dua sederhana untukku dan Jiwon.

       “Jiwon, ayo katakan sampai jumpa pada ahjumma? Ahjumma akan pulang ke Ilsan.”

       Jiwon terlihat sedikit kebingungan tapi setelahnya dia memajukan sedikit tubuhnya pada Chu ahjumma untuk dia peluk, “Ung.. Sampai jumpa, ahjumma!”

It Is [Not] Over!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang