02 - Jiwon.

252 27 7
                                    


Heyy!

Besok udah comeback BTS🥺 GASABAR BGTT AKU AAAAAAA😭😭😭

Jangan lupa streaming ya, bisa kan 101M dalam 24 jam? Bisa yaa pasti bisa!

Tapi inget, streamingnya di seling sama MV lain, atau video lama BTS dan STREAMING SEPERTI MANUSIA yaa, jangan streaming kaya bot / robot, okay?

Aku usahakan terus update, karna emng lagi mood bgt🤪

Dan makasihh buat dukungannya🥺😭 makasihh banyak, sayang kalian banget!💜



🐻🐻🐻



       "Mommy? Kenapa botol minum Jiwon ditinggal di Ahjussi?"

       Itu yang Jiwon ucapkan saat kami sudah di mobil.

       "Sayang, dengarkan Mommy." aku memusatkan pandanganku pada Jiwon, agar dia tahu jika aku sangat mengharapkan Jiwon mendengarkan aku, "Jika besok, atau kapanpun Ahjussi tadi mengajakmu bicara, jangan dijawab, mengerti sayang?"

       Aku tahu Jiwon kebingungan. Kedua mata bulat itu menatapku penuh tanda tanya, "Kenapa, Mom?"

       Lidahku kelu, "Intinya jangan. Kau mengerti, Han Jiwon?"

       Aku jarang sekali memanggil Jiwon dengan marganya, dia sendiri sepertinya sudah mengerti jika aku memanggilnya dengan lengkap itu adalah tanda jika aku tidak ingin dibantah.

       Putraku mengangguk tanpa bertanya apapun lagi. Demi Tuhan aku tidak bermaksud membuatnya takut, tapi akulah disini yang sedang takut. Aku memasangkan seatbelt pada Jiwon kemudian mencium kepalanya, "Setelah makan siang kita beli ice cream, okay?"

       "Okay, Mommy!"

***

       Aku beruntung, karena hanya bagian bibir milik Jiwon yang mirip dengan Ayahnya.

       Ah, tidak. Maksudku, calon Ayahnya.

       Aku tidak pernah ingin Jiwon tahu tentang Ayah kandungnya. Aku juga tidak pernah berniat memberitahunya meskipun hanya namanya saja. Maka dari itu, aku sudah mempersiapkan diri jika suatu saat Jiwon bertanya dimana Ayah kandungnya aku akan memberitahu jika Ayahnya sudah pergi dan tidak akan kembali.

       Kedengarannya sedikit jahat. Ya, sedikit jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan calon Ayahnya pada Jiwonku.

       Aku tidak peduli.

       Membicarakan rumah, rumah tingkat dua ini tidak terlalu sepi jika Jiwon ada. Tapi jika anak itu tidur, rumah jadi sunyi sekali karena hanya dia yang membuat suara gaduh entah mainan mobil yang dia tabrakkan satu sama lain, suara televisi dengan volume besar atau suara mainan kereta baterainya yang memiliki jalur hampir memutari ruang tengah. Tapi aku tidak terganggu, meskipun aku tidak bisa konsentrasi bekerja dan harus menunggunya tidur siang, aku justru akan kesepian jika tidak ada Jiwon.

       Aku sebenarnya memiliki seorang kakak laki-laki. Tapi dia sudah menikah dan tinggal di rumahnya sendiri. Dia sempat menawarkan kami tinggal bersamanya, tapi aku menolak karena aku menghargai kakak iparku.

       Awalnya, aku tinggal New York, Ibuku adalah warga asli New York sedangkan Ayahku berasal dari Seoul. Disanalah kedua orangtuaku meninggal karena kecelakaan beruntun ketika aku berusia sembilan belas tahun, tepat saat aku akan mulai masuk kuliah. Kami bukan berasal dari keluarga kaya, tapi Ayah masih memiliki sejumlah tabungan dan asuransi maka dari itu sepeninggalan kedua orangtua kami, aku dan kakakku memilih menjual rumah disana lalu pindah ke Seoul.

It Is [Not] Over!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang