04 || Sindiran Keras

1.4K 105 7
                                        


Ellea mendudukkan bokongnya di atas sofa dan meraih remote tv. Menyalakan benda persegi tersebut mencari siaran yang menurutnya pas untuk ditonton sore-sore begini.

Mood Ellea sedang tidak bagus karena sedang kedatangan tamu bulanan membuat perutnya terasa sakit. Keadaan rumah yang sepi membuat mood Ellea semakin buruk. Anita dan Abraham sedang berada di kantor. Sementara Harriz masih mengikuti les di sekolah.

Beberapa menit berlalu, suara pintu dibuka berhasil mengalihkan perhatian Ellea. Gadis itu menoleh dan menemukan keberadaan Harriz.

"Assalamu'alaikum," salam Harriz setelah menutup pintu kemudian melangkah mendekati Ellea.

"Wa'alaikumsalam. Pulang sama siapa?"

"Sama temen," jawab Harriz, cowok itu mendudukkan bokongnya pada sofa di samping Ellea kemudian menyimpan kantong plastik yang dibawanya di atas meja sofa.

"Kenapa nggak nelpon ke gue, biar gue jemput?" tanya Ellea.

"Gue nggak enak. Lo pasti capek pulang sekolah, harus jemput gue lagi," jawab Harriz sembari melonggarkan dasi seragam sekolahnya.

"Gue pulang sekolah jam tiga. Ini udah jam lima," ucap Ellea masih menatap wajah Harriz dari samping.

"Ya udah lah, biarin aja." Harriz terkekeh singkat, cowok itu tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya.

"Itu buat lo!" ucap Harriz menunjuk kantong plastik tadi menggunakan dagunya.

"Apaan?"

"Seblak sama kue cubit kesukaan lo," jawab Harriz seketika membuat wajah Ellea berbinar.

Dengan tidak sabaran, Ellea membuka kantong plastik tersebut dan menemukan makanan kesukaannya.

"Lo beli, di mana?" tanya Ellea.

"Tadi di jalan pas lampu merah, gue liat warung seblak sama penjual kue cubit, dan keinget sama lo yang suka banget sama makanan itu. Ya udah, gue beliin mumpung uang saku yang dikasih sama Papa masih ada," tutur Harriz membuat senyuman di bibir Ellea semakin lebar.

"Kok lo baik banget ...?"

Harriz menoleh dan tersenyum hangat. "Lo juga baik sama gue, sering bantuin gue ngerjain PR," ucapnya diiringi dengan kekehan kecil.

"Ya udah, dimakan gih!" suruh Harriz, cowok itu bangkit dari duduknya kemudian meraih tas ranselnya. "Gue ke kamar dulu mau ganti baju."

Sepeninggal Harriz, Ellea bangkit duduknya melangkah menuju dapur untuk mengambil mangkuk. Dan setelahnya gadis itu kembali dan duduk di tempatnya semula.

Mood Ellea mendadak bagus, senyum di bibirnya tidak pernah pudar. Ia membuka bungkus seblak tadi kemudian memindahkannya ke mangkuk yang sebelumnya sudah ia sediakan.

Tidak berselang lama, Harriz kembali dengan baju santainya. Cowok itu mendudukkan bokongnya di samping Ellea yang asik menyantap seblak.

"Gimana, enak?" tanya Harriz yang langsung dijawab anggukan oleh Ellea.

"Tapi kok lo belinya cuma satu porsi?" tanya Ellea.

"Gue kenyang. Lagian gue juga nggak terlalu suka sama seblak!" jawab Harriz, pandangannya kini tertuju pada layar televisi yang menyiarkan berita lokal.

"Cobain deh, ini enak banget, sumpah!" Ellea menyodorkan satu sendok pada Harriz yang langsung diterima oleh cowok itu.

"Enak, kan?" tanya Ellea.

"Lumayan." Harriz mengangguk saja.

"Besok-besok, kalo lo pulang les lagi. Jangan lupa beliin gue seblak," ucap Ellea dengan kekehan kecilnya.

NOVELLA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang