Breakable

6 2 0
                                    

Kesempurnaan hidup bukan cinta namanya, namun saat kita jatuh cinta hidup terasa sempurna.




Hari ini Sidney sengaja mengurangi jadwalnya di rumah sakit karena teringat janji dengan papanya untuk pulang ke rumah. Biasanya hari Sabtu tak banyak pasien yang datang berobat dan ia hanya punya beberapa pasien visit di bangsal saja. Pikirannya kembali melayang pada percakapan sebelumnya dengan papanya. Kata sang mama dirinya adalah duplikasi papanya, irit bicara dan langsung to the point jika berbicara.

Sebelum waktu makan malam Sidney sudah tiba di rumahnya. Mamanya menyambut di depan pintu ketika mendengar deru mobilnya memasuki pekarangan rumah.

"Akhirnya pulang juga kamu,"ucap Lilian-mama Sidney.

"Papa yang minta,"jawab Sidney singkat sambil berjalan ke dalam rumah.

Papanya terlihat di ruang keluarga bersama kakak laki-lakinya dan juga kedua keponakannya. Pasti kakak iparnya sedang menyiapkan makanan untuk makan malam ini. Pasti ada yang penting sampai semua anggota keluarga berkumpul di sini, pikir Sidney.

"Iya kalo bukan papamu yang minta kemari, kamu pastinya gak bakal kemari,"gerutu Mamanya sambil duduk di sebelah papanya.

"Udah sih, Ma, lagian anaknya udah sampai di sini,"ujar Abi pada istinya yang masih menggerutu.

"Terus aja belain Sidney, dia kan duplikasi papa banget. Cueknya, irit ngomongnya dan semuanya 100 persen mirip papa,"balas Lilian menjawab omongan suaminya yang membela Sidney.

Sidney hanya duduk di samping Braga yang tenang dan anteng mendengar keributan kecil orang tuanya. Mereka terbiasa melihat pemandangan seperti ini. Mamanya akan berbicara panjang lebar dan nanti setelah itu papanya hanya akan bicara beberapa patah kata yang akan membuat mamanya berhenti bicara. The power of papa, batin Sidney sambil tersenyum geli melihat kedua orang tuanya.

" Papa meminta ke sini untuk hal lain, Ma. Tolong Mama tenang sebentar," kata Abi lagi.

"Iya ya Pa, Mama minta maaf,"ucap Lilian mengalah, karena ia tak mau membuat suaminya marah kalau ia membangkang.

"Sidney, kamu tidak mau menyapa Papa dulu?"

"Apa kabar, Pa?"tanya Sidney berbasa-basi.

Terlihat sang papa hanya menghela napasnya, mama yang menggelengkan kepala serta Braga yang cekikikan melihat basa-basi Sidney yang kaku. Sidney memang bukan orang yang akan berbasa-basi ria untuk mencairkan suasana.

"Papa kalo bicara sama kamu kayak ngaca lho. Kamu tuh jarang senyum, ngirit bicara dan kaku,"ucap Papanya sambil menghela napas lagi.

Saat Abi sudah berbicara dengan nada seperti ini, semua orang akan mendengarkan baik-baik. Biasanya ini adalah awal untuk pembicaraan serius. Semua hanya diam menanti Abi berbicara, hanya terdengar gesekan mainan keponakannya di lantai. Dan tak berapa lama, Deana-istri Braga memasuki ruang keluarga untuk memberitahu bahwa makan malam sudah siap.

"Ayo kita makan dulu, semua sudah siap di meja makan,"ucap Deana sambil menggendong anak bungsunya yang ternyata sudah terlelap di sofa saat bermain.

"Ayo, Kak Dea ikutan sekalian makan ya, setelah nidurin Azka,"ajak Sidney pada Deana.

"Kakak nanti nyusul setelah menidurkan Arkan juga, dia sepertinya sudah mengantuk juga. Kamu makan duluan saja."

Sidney pun melangkah ke ruang makan bersama Deana yang berbelok ke arah kamar anak-anak. Arkan telah digendong Braga sebelumnya karena memang bocah itu terlihat mengantuk. Braga keluar dari kamar itu setelah Deana menyusulnya masuk ke dalam.

DistractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang