Meet Him

4 1 0
                                    

Seorang pria dengan setelan pakaian formal menghampiri meja Sidney dengan langkah pasti dan juga senyum yang tersungging di bibirnya. Bahkan wanita di sekitar meja Sidney menatap tanpa berkedip pada sosok flamboyan yang menghampirinya.

"Selamat siang, dengan Sidney Estrella? Saya William Tanujaya, kamu bisa memanggilku Willy,"ucap pria itu sembari duduk dan mengangsurkan tangannya untuk berkenalan dengan Sidney.

Sidney menatap wajah pria itu dan mengernyitkan dahinya. Namun ia tetap membalas salaman dari pria tersebut untuk berkenalan dengannya.

"Ya, saya Sidney Estrella, kamu bisa memanggilku Sidney,"balas Sidney singkat dan cuek.

"Kamu sudah tahu tentang perjodohan kita bukan?"

Sidney hanya menggangguk membenarkan ucapan pria itu tanpa repot-repot membuka suaranya.

"Sepertinya kamu memang sudah lapar, kita bisa makan terlebih dahulu."

Sidney hanya mengedikkan bahunya dan terlihat Willy menghembuskan napasnya secara kasar. Dia sudah mencoba membuka pembicaraan namun ternyata benar apa kata Om Abi, bahwa putrinya memang wanita yang cuek dan dingin. Padahal jika di depan wanita lain, Willy tak akan bersusah payah merayu. Pria itu akan menerima segala curahan perhatian dan rayuan dari wanita lain. Dan Sidney ternyata berbeda dan itu membuatnya merasa tertantang. Willy bersyukur dijodohkan dengan gadis seperti Sidney, cantik dan pintar tetapi juga menarik perhatiannya.

Pelayan pun menyajikan makanan yang mereka pesan. Sidney masih tak mau membuka pembicaraan sehingga Willy lah yang memulai percakapan mereka.

"Bagaimana menurutmu tentang perjodohan ini, Sidney?"

"Jawaban seperti apa yang ingin kamu dengar?"

"Apa itu sebuah jawaban persetujuan untuk perjodohan ini?"

"Aku hanya mengikuti apa mau papaku saja. No more."

"Whatever, kita akan bertunangan setelah aku kembali dari urusan bisnisku di Singapura. Kamu mau konsep pertunangan yang seperti apa?"

"Whatever, lakukan saja yang ingin kamu lakukan. Aku hanya mau kita bertunangan secara privasi saja. Cukup keluarga kita saja, aku tak mau ada pesta dan semacamnya."

"Oke, jika kamu mau hal seperti itu. Semua bisa diatur, ada lagi yang kamu mau?"

"No, aku harus pergi sekarang. Setengah jam dari sekarang aku ada operasi. Dan aku tak mau konsentrasiku kacau karena hal seperti ini."

"Oke, see you again my fiance."

Willy tertawa geli mengingat tingkahnya yang out of mind. Tak biasanya ia bersikap seperti ini karena seorang cewek. Biasanya merekalah yang mengejar-ngejarnya bahkan ia sendiri sampai bosan. Kadang ia harus sampai sembunyi untuk menghindari kejaran mereka yang tergila-gila karenanya. Sebenarnya ia bersikap seperti ini hanya karena ia menutupi segala kegundahannya menyimpan rahasia di antara sahabat dan pacarnya bahkan hingga mereka meninggal dunia. Sudahlah, ia tak akan mengungkit tentang mereka lagi. Ia sendiri punya kehidupan yang harus ia jalani juga.

*****

Tadi adalah pertemuan pertama Sidney dengan Willy sejak ia tahu bahwa mereka dijodohkan. Jika dilihat secara personal, Willy termasuk cowok yang ganteng, mapan dan juga berpenampilan menarik. Tetapi, Sidney tak menyukai sikap Willy yang sok kenal dan annoying. Dirinya memang tak menyukai pria yang terlalu banyak bicara. Karena ia sendiri pun lebih suka keadaan yang tenang dan damai.

Ia memang sengaja menghindari Willy tadi dan beralasan akan melakukan operasi yang sebenarnya tidak ada operasi yang akan dilakukan sama sekali. Kepalanya berdenyut nyeri memikirkan masa depannya. Bagaimana bisa ia akan bertunangan dengan Willy yang sama sekali ia tak mengenalnya dan lagipula ia tak menyukai pria itu. Sikap sok kenal pria itu membuatnya merasa sebal.

Apalagi di hatinya masih tersimpan rapi nama Keenan dan tak ada satu pun yang mampu menggantikan Keenan dalam hatinya. Sikap atau pun bayangan lelaki itu tak bisa berlalu begitu saja dalam benaknya.

Terdengar pintu ruangannya diketuk dari luar. Sidney pun menyuruh masuk orang yang mengetuk pintu ruangannya. Seorang wanita mengenakan snelli putih sepertinya memasuki ruangan dengan tersenyum. Dia Almira-sahabatnya sejak ia duduk di bangku sekolah hingga kini bekerja di tempat yang sama.

"Gue ganggu gak, Di?"tanya Almira pada Sidney yang hanya mendongakkan kepala padanya.

"Gue senggang kog, Rara,"ucap Sidney menjawab pertanyaan Almira.

Mereka berdua memang punya panggilan khusus satu sama lain. Dirinya dipanggil Didi oleh Almira dan ia memanggil Rara pada Almira. Dan itu sudah terjadi sejak dulu zaman mereka sekolah.

"Apa kabar lo?"

"Gak usah basa-basi bumil, gue tau elo mau klarifikasi sesuatu."

"Hehe, tau aja sih sohibku ini."

Almira hanya nyengir niatnya diketahui oleh sang sahabat. Sidney memang selalu bisa membaca apa yang ada dalam pikirannya. Namun sebaliknya, Almira akan sulit menebak apa yang disembunyikan Sidney darinya.

"Mau klarifikasi apa?"

"Lo beneran mau tunangan?"

"Iya, nanti gue kabarin kelanjutannya. Saat ini masih wacana, elo tau dari siapa, Kak Braga ya?"

Almira hanya menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Sidney. Kakaknya itu juga pasti tak akan bisa menyimpan rahasia dari sahabatnya, yang tak lain tak bukan adqlah suami Almira. Meeeka juga sudh bersahabat lama sama seperti dirinya dengan Almira. Bahkan dulu bertiga dengan Keenan mereka selalu main di rumahnya. Maka dari itulah Sidney bisa berhubungan dengan Keenan dan Almira bisa sampai menikah dengan Desta pada akhirnya.

"Memangnya apa sih yang membuat lo mau tunanagan? Lo gak hamil kan?"

"Yang bener aja kalo ngomong, Rara. Kalo gue hamil langsung nikah gak usah tunangan segala. Papa minta gue tunangan sama dia. Alesannya gue gak tau."

"Emang siapa sih yang mau tunangan sama elo?"

"William Tanujaya."

"Whatttt, the hottest bachelor itu?" Gue sih juga mau kalo sama William Tanujaya."

"Sinting ya lo, gue bilangin Desta, kelar idup lo."

"Peace, gue becanda kali. Lagian elo nikah sama bujangan tampan begitu malah kusut banget tuh muka."

"Gue bukan bucin ya yang tergila-gila sama cowok metroseksual modelan begitu."

"Move on, Didi. You deserve better. Lo juga gak mau kan Keenan sedih di sana gara-gara elo gak bisa mengikhlaskan kepergiannya."

Sidney hanya menghela napasnya kasar dan merenung kembali ke masa di mana dia masih bersama Keenan dan saat ia kehilangan Keenan di saat hari bahagia mereka sudah di depan mata.

"Keenan terlalu susah dilupakan, dia masih selalu ada dlam setiap pikiran gue, Ra."

"Berdamai dengan keadaan bukan melupakannya, Di. Sampai kapan pun kamu gak akan bisa lupa sama Keenan. Gue dan Desta pun juga gak bisa melupakan Keenan begitu saja padahal kita hanya sahabat bukan orang yang berarti kayak lo. Gue ngerti perasaan lo, tapi cobalah buat menghargai waktu lo. Gak ada salahnya mencoba membuka hati lo buat orang lain. Keenan pun akan bahagia jika lo juga bahagia."

"Thanks, Rara you're the best ever."

DistractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang