2

177 15 6
                                    

“e...” Tere yang sudah tau kemana sang penyupir ini omong. Ia segera menutup bibir itu dengan jari telunjuknya.

De ja vu

Itu yang dipikir oleh cowok itu. Dia seperti pernah ingin membentak, tapi dihentikan dengan jari telunjuk mungil. Namun kini beda. Jari telunjuk itu baginya terlihat panjang. Atau mungkin bisa dibilang seksi?

“Thanks..”

Satu kata. Padat. Tapi gak jelas. Ya bagi cowok itu sangat tidak jelas, begitu juga Alya yang mendengarnya.

“Buat?”

“Lo udah berhentiin mobil lo. Kalo engga, gue gak tau kek mana lagi.”

Canggung seketika.

“Oke deh.. gue Cuma mau bilang ‘thanks’ aja. Setelahnya kalo gak ada yang mau elo omongin. Gue sama sobat gue mau pulang.” Ujar Tere yang terlihat santai. Cowok itu tau, dari ucapan santainya pasti sedang menyindir dirinya.

“Ehm.. Okelah. Sebagai permintaan maaf gue. Kalian gue anter sampai tempat tujuan, gimana?” Alya dan Tere saling pandang. Senyum kerja sama merekah diantara mereka.

“No! Rumah kita udah deket kok..” Balas Alya, sambil mengedipkan matanya ke arah Tere.

“Yes! Bener kata sobat gue. Em.. Tapi bisa lain waktu kan, elo bisa traktir kita berdua?”

Cowok itu terlihat sedang berpikir. Lalu kemudian ia berbalik menghadap kaca mobilnya. Dia terlihat sedang berbincang-bincang dengan seseorang dari dalam. Tere dan Alya yang penasaran dengan siapa cowok itu berbincang. Sampai rela berjinjit.

Brak!

Suara pintu mobil yang tertutup membuat Tere dan Alya terkaget-kaget. Disanalah tampak satu cowok lagi. Dia terlihat keren. Namun masih terlihat keren Cowok yang menyetir itu.

Alya melebarkan matanya. Juga mulutnya yang terbuka. Dia gak percaya. Bakal ketemu lagi. Alya sampai nepuk-nepuk pipi sendiri. Dia juga mencubit-cubit tangannya.

“Lo... ervan?” Tanya Alya lirih, entah bertanya untuk siapa. Dia gak nyangka. Cowok sahabatnya sewaktu kecil. Bertemu dengannya kembali.

“Hm.. Tadi temen gue bilang. Dia traktir lo berdua, karena hal tadi?”

“ya. Lebih tepatnya dia belum jawab.”

“Dan.. elo gak kenal dia?”

“ya” Jawab Tere mantap.

“yang bener?” Tere segera melepas sepatu kets nya yang ia pakai. Berniat melemparnya ke arah cowok banyak tanya itu.

“lo tanya sekali lagi, ni sepatu udah bakal berpindah tempat”

“Okey-okey..” Lalu kemudian cowok itu beralih menatap cewek selain Tere. Alya.

“lo alya kan?”

Deg! Jantung alya berdegub kencang. Dia gak tau apa maksudnya, tapi saat seperti ini jantungnya tak bisa dikendali.

“I...iya. Kok elo tau?”

“tunggu.. Kalo ini Alya. Berarti elo Sofie?” Tanya cowok itu sambil menunjuk kearah Tere.

Pluk!.

Pas! Kena muka cowok yang bertanya itu. Temannya langsung tertawa terbahak-bahak.

Mereka bertiga, langsung menatap satu orang yang tertawa sendiri itu. Menatapnya seolah berkata “diem deh! Lagi serius!” dia membalas dengan mengangkat dua jari tangan sebelah kanannya. Membentuk ‘peace’.

“gue kan udah bilang, jangan tanya lagi ke gue!”

“Iya..iya.. kenalin semua gue Ervan.”

Deg! Lagi.

Alya memegangi dadanya, mencoba merasakan detak jantungnya.

“Dan ini temen gue yang paaaaaling deket. Rico.” Rico membusungkan dadanya. Seperti menunjukan bahwa dia lah yang paling keren.

“Cih! Baru juga ngenalin nama. Dada udah di busungin. Bengkok ke depan selamanya baru tau rasa!” Cibir Tere sarkastik. Rico yang mendengarnya langsung mengumpat dalam hati. Malu.

“Cieee.. yang dari tadi merhatiin Rico.” Mendengar ejekan Ervan, tere segera menyumpal mulut cowok itu dengan tisu bekas yang slalu tersimpan di saku roknya.

“Mampus lo!”

Alya yang melihat adegan didepannya itu tertawa kecil. “Tere kayaknya bener-bener gak inget siapa mereka deh.. Apa gue bantu nginget, atau biar dia sendiri yang nginget? Tau ‘ah. Yang penting, akhirnya ervan udah didepan mata. Tapi dimana sofie?” Pikir Alya yang memandang kosong Tere.

Merasa tubuhnya digoncang-goncangkan Alya kembali sadar ke alamnya. Dilihat Tere yang ternyata sedang menatapnya kesel.

“Al.. ayokk!! Kita lanjut jalan lagi! Udah hampir deket rumah juga.”

“Tapi gue masih jauh.” Balas Alya sebel. Sebenernya dia masih mau melihat Ervan dulu.

“yaelah.. lo Cuma jalan tiga rumah seterusnya dari rumah gue juga. Masa dibilang jauh?” Cibir Tere. Lalu menggeret-geret Alya yang masih ngomel mau kenalan sama dua cowo itu. Jadi seperti Ibu yang menggeret anaknya yang ribut minta ice cream.

*TEARS*

Di rumah Alya merebahkan dirinya dikasur dengan terlentang. Seperti banyak beban dari dirinya. Dia menatap kosong langit-langit kamarnya. Terbesit rasa senang, namun juga kecewa. Karena cowok yang ia tunggu, justru malah bertanya dimana Sofie. Sahabat mereka juga.

Apa segitu gampangnya ia dilupakan? Kalo dilihat-lihat, Ervan seperti Tere yang mudah melupakan Sahabat masa kecil mereka. Ya, karena pada dasarnya Tere tak ada rasa dengan mereka. Itu untuk Cowok.

Alya bangun dari tempatnya, ia menyusuri rak buku didekat lemari pakaiannya. Buku Album yang ia cari.

“Nah ketemu” gumamnya tanpa sadar. Ia tersenyum, lalu duduk santai di kasurnya. Dia membuka lembar demi lembar halaman buku album tersebut. Sesekali ia tersenyum kecut. Tertawa miris. Dan sebagainya.

Hei, apa dia terlalu mendramatisir kehidupannya? Ya! Ia berpikir, ia terlalu mendramatisir kehidupannya hanya karena sahabat cowok yang kemudian menjadi cinta.

Kenapa harus? Kenapa harus ada rasa cinta di setiap sebuah persahabatan?, Benar-benar di luar pikiran. Dulu ia berpikir, selamanya mereka bersahabat dan akan merasakan tawa bersama, tidak akan berpisah, hidup bahagia tanpa beban. Namun nyatanya, mereka terpisah satu persatu. Dan kini saat bertemu, sudah saling melupakan.

Apa setiap orang seperti itu? Melupakan masa lalunya yang indah?

Tes!

Air mata Alya tanpa sadar terjatuh. Dia menghapusnya kasar sembari menggeleng-geleng. “Ayolah, Cuma masalah cowok aja kenapa segininya? Sadar Al... semua cowok itu pasti gitu. Hanya cewek yang mengerti. Mereka yang terkadang bisa jadi sahabat sejati” gumam Alya dalam hati.

Sekarang adalah saatnya ia bangun. Memulai persahabatan yang baru. Persahabatan yang ia alami lebih nyata. Bukan bayang-bayang saat masa kecil dulu. Ya dia harus bangun!

TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang