Kau seperti bulan yang menyinari langit hitam
cahayamu secara perlahan mengkaburkan kegelapanku,
bahkan ketika aku tersenyum,
tak pernah terpikir aku akan membuatmu bahagia
Aku takut, sungguh sangat takut;
Akankah kamu menyukaiku,
Aku tak bisa melepasmu atau meraihmu.
Hazel's Point of view
Mengendarai motor di siang hari ditengah macetnya lalu lintas kota sungguh aktivitas yang melelahkan, jika bukan karena untuk mendapatkan nilai dari dosen super galak dan idealis itu, gue sekarang mungkin lagi asyik marathon drama Korea atau series Netflix yang Wirasena rekomendasikan ke gue. Gue mengambil arah kiri untuk bisa masuk ke area coffee shop dimana gue dan Zeva telah berjanji untuk mengerjakan tugas bersama disana, sementara teman-teman kelompok gue yang lain mengerjakan tugas lainnya. Gue lalu masuk dan langsung memilih tempat duduk. Gue lalu teringat akan Wirasena, kami telah bersama sejak kami masih SMA, entah apa yang membuat gue suka sama dia, sampai ketika gue mengumumkan gue jadian sama dia, seluruh teman-teman satu circle gue pada heran dan gak percaya, tapi jauh di dalam lubuk hati gue yang paling dalam, Wira adalah laki-laki paling baik yang pernah gue kenal, dia tipikal anak pendiam yang gak punya banyak teman, tapi sekalinya dia punya teman, dia akan jaga baik-baik dan gak sungkan untuk membantu, dia juga seorang pendengar yang baik, dan selalu ada saat gue membutuhkannya, I dont even know how to explain about how deep my feelings to him. Lamunan gue buyar ketika melihat Zeva memasuki coffee shop ini, gue lalu berdiri untuk menyambutnya.
"Zel, udah nunggu lama ya? Sorry ya, biasa, traffic" Sapa Zeva disertai lambaian.
"Nggak kok, belum terlalu lama, wajar lah ya, namanya juga Jakarta, duduk, Zev" seru gue seraya menunjuk kearah bangku kosong yang ada di sebelah gue.
Setelah lebih dari sejam mendiskusikan dan mengerjakan paper secara bergantian, gue berinisiatif untuk memesan makan siang mengingat gue dan Zeva belum memesan makanan apapun sejak tadi selain segelas Caramel Machiatto untuk gue dan Americano untuk Zeva.
"Disini ada makanan besar gitu gak sih?" tanya gue ke Zeva.
"Ada kok, mau pesen makanan?"
"Iya nih, lo mau pesen juga?"
Kami pun memanggil waiter dan memesan Nasi Goreng untuk gue dan Nasi Hainan dan Roti Bakar untuk Zeva—jangan heran, meskipun perempuan dan memiliki badan yang secara fisik lebih kecil dari gue, Zeva ini memiliki kapasitas perut yang besar gue rasa.
Ketika menunggu pesanan, pandangan gue mengitari kafe ini seraya mengagumi interior dan design dinding yang ada di coffee shop ini, dinding yang terbuat dari bata dan di cat oranye dengan lukisan-lukisan surrealis yang membuat gue teringat akan Wirasena, di sisi kiri dan kanan dari coffee shop ini juga ditulis kata-kata penyemangat yang di tulis menggunakan mural.
"Disini bagus ya, interiornya, kayanya susasananya cozy juga" puji gue sambil memerhatikan kesibukan para pekerja cafe dan pengunjung.
"Cafe ini yang punya temen kecil gue, lho. Mau gue kenalin? Kayanya orangnya sih hari ini ada" jawab Zeva seraya celingukan ke arah kasir.
"Oh, yang punya temen lo, boleh dong kenalin, kali aja ganteng" jawab gue.
Zeva lalu berdiri dan berjalan kearah kasir dan berbicara kepada kasir tersebut, kasir tersebut pun segera memanggil seseorang yang ada di sebuah ruangan tertutup di coffee shop ini.
Zeva akhirnya datang membawa teman kecilnya si pemilik kafe ini, dia terlihat cukup tinggi jika dibandingkan Zeva, ketika mereka berjalanan beriringan, Zeva hanya setinggi bahu pria itu. Pria itu memiliki mata berwarna coklat yang sipit, dengan kedua alis yang tebal membuat ia tampak sangat mendominasi, dengan kulit putih seputih tepung, pria itu lebih bisa dikategorikan memiliki kulit yang pucat daripada putih. Gue bangun untuk menyambut dan menjabat tangan pria itu.
YOU ARE READING
When Somebody Loves You #Day6
FanfictionWIrasena Adityatama, seorang laki-laki yang mempunyai hobi melukis, berusaha mewujudkan mimpi-mimpinya, meskipun pecundang, ia berusaha menghadapi masalah-masalah rumit dalam hidupnya.