"Siapa sih anak kurang ajar yang berani numpahin kopi ke kepala gue?!"
Seorang anak berkacamata bulat, dengan topi pelukis di kepala, dan rambut panjang dikuncir kuda meluncur dari atas kepalaku. Dugaanku, dia bersembunyi di atas pintu.
"Manusia! Bisa bisanya Acel bawa manusia ke sini. Lo ancem dia pake sesuatu, Cel?" tanyanya kepada anak laki laki tadi, yang rupanya bernama Acel.
"Ya enggaklah. Dia sendiri yang penasaran ma dunia kita, jadi gue ajak dia kesini. Agak mirip Xena gue rasa."
"Ada yang nyebut nama gue?"
Gadis berhoodie hitam dengan muka datar muncul dari belakang anak topi pelukis tadi.
"Ini Xena, anak paling ambis soal misteri, mitos, dan lain lain. Gue rasa dia agak mirip ama lo. Kenalanlah," kata Acel.
"Hai, nama gue Stella Agatha. Panggil aja Stella," aku berjabat tangan dengannya formal.
"Hai juga, gue Xena. By the way, lanjutin gih marah lo ke anak ini," dia melirik ke arah anak topi pelukis. "Jaeny, anak paling nakal disini. Tiap hari minum kopi, tiap hari juga numpahin kopi," ledek Xena.
"Hahaha," tawaku, "tar gue ajarin deh cara bawa kopi yang bener, ga tau kan lo?" aku setengah mengejek kepada Jaeny.
"Tau, kok," protesnya tak terima.
"La, mau gue kenalin ama yang lain ga nih? Ada Ivana, Flera, Tyo, Arya. Yang lain gatau sih kemana, lagi pergi mungkin," kata Acel.
"Mau lah jelas. Itung itung nambah temen."
Kali ini, muncul anak perempuan berambut kepang dua bersama dua anak laki laki.
"Gue Flera, anggota ke 3, salam kenal," kata si kepang.
"Gue Tyo, yang ke empat."
"Arya, yang ke 17.""Tunggu tunggu, kok kalian pake nyebut urutan kalian sih? Wajib emangnya?" tanyaku heran. Flera mengangguk, "iya, itu nunjukkin siapa yang paling senior disini. Yang paling duluan, adalah yang paling senior. Kecuali Holy, ketua dari kami semua. Dia dianggep anggota ke 15, padahal dia yang nyiptain ini semua."
"Hah? Gimana gimana?"
"Sebenernya dia anggota ke 1, tapi dia ngilang lamaaaa banget ampe anggotanya udah 14 orang, jadi dia join lagi dengan title 'anggota ke 15'. Untuk ngehargain senioritasnya disini, dia dijadiin ketua. Lagian sikapnya juga ketua banget, kami semua setuju deh."
"Holy, anak yang lo katain pendek tadi. Mampus lo kalo ketemu ama dia, untung sekarang dia ga disini," Acel menakut-nakuti.
"Ihh, emang apa salah gue sih! Dia bisa baca pikiran gue, itu aja masalahnya. Kenyataan kan, kalo dia pendek!"
"Hahaha, iya sih. Btw, lo indigo ya? Kok bisa liat kami?" tanya Tyo.
"Engga sama sekali. Gue juga ga ada paranormal experience sama sekali, kali ini aja, pas gue pindah ke sekolah ini, gue bisa liat Holy bahkan kalian semua. Aneh kan?" jelasku.
"Pasti ada suatu alesan lo bisa liat kami. Oh iya, dari tadi gue mau nanya ke lo," Arya menoleh kepada Acel, " kok lo percaya banget ama ni anak ampe dibawa ke sini? Udah jelas keberadaan kita ga boleh diketahui manusia biasa, mampus lo kalo Holy tau semua ini."
"Ga bakalan mampus kok gue, Holy kan terpesona ma gue," ujar Acel dengan nada bercanda. Flera melotot, "yee kepedean ni anak."
"17.45, udah mau maghrib. Lo harusnya pulang kan La," kata Xena dengan nada tidak mengusir.
"Eh iya. Yaudah gue pulang dulu ya, bai semua," aku membuka pintu ruang kosong itu kembali ke koridor lantai tiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
<lacuna>
FantasyAda kelegaan tersendiri ketika merasa hari esok tetap ada. Masa lalu mungkin berat dilupakan, tapi melangkahkan terus dan jangan ragu. a blank space, a missing part.. Stella Agatha, yang mencoba melupakan, tetapi tetap tak bisa lepas dari bayang-ba...