Oh Sehun, laki-laki itu sangat senang hari ini. Langkahnya ringan, dengan senyum terpatri diwajahnya. Walaupun wajah tampannya kini sudah tak terbentuk, lebam dan berdarah dimana-mana. Walaupun sekujur tubuhnya terasa sangat sakit, senyuman itu tak sedetikpun meninggalkan wajahnya.
Tak bisa, ia tak bisa berhenti tersenyum. Luka disudut bibirnya terbuka lebar karenanya, tapi untuk saat ini Sehun tak terlalu memikirkannya. Tangan kanannya yang seperti akan segera patah itu menggenggam buket bunga, sedang tangan kirinya menggenggam sebuah payung berwarnah biru yang masih belum dibuka.
Ia ingat, pagi tadi ramalan cuaca mengatakan bahwa hari ini akan hujan. Sepertinya ramalan itu benar, langit disekitarnya menjadi gelap dan Sehun sudah siap dengan payung birunya. Rencananya Sehun akan memberikan payung itu pada'nya'. Orang yang tanpa sadar, telah membuat harinya lebih berarti.
Saat hujan rintik-rintik mulai turun, Sehun mempercepat langkahnya. Jika dia tak membawa payung, kemungkinan besar kesayangannya itu akan basah kuyup dengan hujan yang semakin deras disetiap menitnya. Sehun lupa segalanya, ia bahkan lupa dengan buket bunga yang ada ditangannya tak mendapat perlindungan dari guyuran hujan yang menderas. Pikirannya kalut, hingga payung biru yang ia bawa sama sekali tak dibuka untuk sekedar memayungi dirinya dan bunga itu dari hujan.
Orang-orang yang lewat disekitarnya memandang Sehun aneh, walau itu hanya seperkian detik. Tapi melihat wajah Sehn yang boyok itu mau tak mau membuat orang-orang sedikit penasaran. Dan menoleh ketika Sehun melewati mereka.
Ia kemudian berhenti didepan gedung besar nan mewah, saat ia ingin masuk sosok itu keluar dari gedung bersama seorang pria. Sehun panik, ini adalah kesempatannya untuk bertemu dengan sosok itu setelah beberapa tahun ini mereka terpisahkan oleh jarak, tapi ia akhirnya memilih untuk bersembunyi dibalik tembok gedung itu. Sehun hanya..terlalu gugup.
Sehun menelan ludahnya dengan susah payah, mata elangnya mengamati situasi dengan cermat. Menunggu saat yang tepat untuk muncul dan kemudian memeluk sosok itu, namun apa yang dilihatnya membuat darahnya mendidih.
Pria itu, setelah membisikkan sesuatu pada sosok kesayangannya ia pergi dengan senyum jahat diwajahnya. Dan meninggalkan sosok itu dengan wajah yang sedih dan muram, tak lama setelahnya sosok itu menangis pelan sambil menutupi wajahnya.
Pemandangan itu membuat Sehun mengepalkan tangannya kuat-kuat, ia sangat marah pada orang yang membuat sosok itu menangis. Tanpa pikir panjang, Sehun segera melangkah keluar dari persembunyiannya. Namun langkahnya itu terhenti saat melihat pantulan dirinya sendiri kaca gedung.
'Kotor dan menjijikan.' Pemikiran itu tiba-tiba terlintas dalam benak Sehun, ia kemudian menjadi ragu dan takut. Sehun menggigit bibir bawahnya keras, luka disudut bibirnya makin melebar karenanya.
Tidak bisa, Sehun merasa ia tak pantas bertemu dengan sosok itu. Hatinya menyuruhnya untuk melangkah keluar dan menghadapi sosoknya, namun pikirannya menolak gagasan itu.
Sosok itu terlalu indah dan bersih untuk dirinya yang 'kotor'. Langkahnya perlahan mundur, terus mundur hingga akhirnya ia berbalik dan kemudian meninggalkan tempat itu. Meninggalkan sosok itu dalam tangisnya. Sehun bodoh, pada akhirnya semua yang sosok itu butuhkan adalah orang yang bersedia meredam tangisnya dengan sebuah pelukan. Dan Sehun sama sekali tak menyadari itu.
Buket bunga dan payung yang Sehun bawa ditinggalkan begitu saja ditengah hujan, teronggok seperti sampah yang tak berguna. Itu sebelum sepasang tangan mengambilnya.
Hujan deras membuatnya basah kuyup, tubuhnya mulai menggigil kedinginan. Namun dari semua itu hatinya lah yang paling menggigil, seolah ia membutuhkan kehangatan dari sosok yang Sehu tinggalkan dibelakang tanpa sedikitpun menoleh kembali untuk sekedar melihatnya sekali lagi.
Langkahnya yang setengah berlari itu tak tentu arah, Sehun beberapa kali menabrak pejalan kaki yang lewat karena pikirannya yang kabur. Para pejalan kaki itu hanya mengumpat saat Sehun menggumamkan maaf sambil terus berlari.
Sehun berhenti sejenak, saat wajah sosok itu terbayang dalam benaknya. Sosoknya yang tersenyum cerah, ditengah salju yang turun. Sosoknya, sosoknya...semua memori indah itu perlahan memenuhi otaknya. Tidak!, Sehun tidak boleh menyerah. Itulah yang dia katakan pada dirinya sendiri, sekarang Sehun memang belum pantas. Ia tak punya kekuatan apapun untuk mencapai sosok itu, tapi ia akan berusaha sekuat tenaga untuk berubah.
"Kau bisa datang kapanpun kau mau, lagipula kaulah penerusnya. Disini bukan hanya kekuatan fisik, mental dan otak pun harus ditempa. Jika kamu berubah pikiran maka datanglah kesini lalu kami akan mengajarimu cara bertahan hidup."
Kalimat itu menggema dalam pikiran Sehun, benar. Ia masih punya harapan, Sehun tak akan mundur lagu. Ini lebih dari sekedar latihan memantaskan diri saat bertemu dengannya lagi, saat bertemu lagi Sehun akan menjaga dan melindunginya dari kejamnya dunia.
'Tunggu aku..Irene noona.'
.
.
.
.
.
TBC07 September 2021.
Halo, ku kembali dengan Hunrene story yang baru!
Hope you'll like this story!✨
KAMU SEDANG MEMBACA
At My Worst
FanfictionSudah bertahun-tahun yang lalu namun Sehun tetap tidak bisa melupakan 'dia' sebagai cinta pertamanya. Cinta yang ia pupuk sejak kecil itu kini mekar, Sehun ingin menjaganya tetap bersemi. Oleh karena itu, ia harus menjadi lebih kuat agar dapat melin...