Jakarta, Senin 17 Agustus 1986

525 19 2
                                    

"Pahlawan bukan hanya tentang mereka yang bertaruh nyawa"
-Aqis-

***

Tepat di hari Kemerdekaan Indonesia. Di sudut Ibu Kota Jakarta lahirlah seorang gadis pintar dan berparas cantik. Gadis itu diberi nama Aqiswa Augustin. Anak dari Andi Priadin seorang pemulung.

Aqis memiliki kekurangan pada fisik nya yaitu bisu. Dia diketahui bisu sejak lahir karena pada saat dia tidak menangis sama sekali. Hal ini dikarenakan keterlambatan penanganan. Dimana air ketuban sang Ibu telah pecah di dalam kandungan. Hingga mengenai saraf yang membuatnya sulit berbicara.

Ibunya pergi meninggalkan mereka entah kemana. Dia pergi karena merasa tidak tahan dengan keadaan yang dihadapinya saat itu. Dia meninggalkan Aqis pada saat usia Aqis 1 tahun 5 bulan. Namun, sampai sekarang Aqis belum juga bertemu dengan Ibunya. Bahkan wajahnya pun Aqis tidak tahu.

Sejak kecil Aqis dirawat oleh Ayahnya. Saat sekolah dasar Aqis disekolahkan di SLB Cendana. Disana dia menjadi siswi yang berprestasi. Dia juga mengetahui bahasa isyarat dari sekolah tersebut. Dia sering mempraktikannya kepada Ayahnya. Sehingga walaupun tidak lancar, Andi dapat mengetahui bahasa isyarat karena terbiasa.

Gadis yang bernasib malang. Kini usia nya tepat 14 tahun. Sekarang dia sekolah menengah pertama di SMP Pelita. Dia selalu mendapat hinaan dari teman-temannya. Entah itu karena fisik atau karena status keluarganya.

***

Matahari terlihat senang menyambut hari ini. Dari kejauhan, Aqis memperhatikan sekelompok orang yang sedang berbaris memakai pakaian putih lengkap dengan syal merah di lehernya. Mereka adalah Pasukan Pengibar Bendera Merah Putih. Mereka sedang khidmat mengikuti  Upacara Kemerdekaan Indonesia.

Pada saat berdera dikibarkan, gadis kecil itu mengangkat tangan kanannya hingga jarinya tepat sampai pada pelipis matanya. Persis seperti yang orang lain lakukan. Dia juga ikut bernyanyi lagu Indonesia Raya ciptaan W.R Supratman. Walaupun suaranya terdengar sangat tidak jelas.

Setelah itu Aqis tersenyum senang saat melihat pasukan marching band dengan berbagai alat musik yang dimainkannya.

Namun, tidak lama kemudian seorang lelaki menepuk pundaknya. Lelaki itu adalah Andi, yang tidak lain adalah Ayah Aqis. Andi mengisyaratkan Aqis untuk pergi bersama nya. Walaupun terlihat enggan, Aqis tetap menuruti ajakan Ayah nya.

Dengan keringat yang membasahi topinya, lelaki itu mendorong gerobak sampahnya. Setelah beberapa menit berjalan, Aqis terlihat lelah. Andi menaikan Aqis ke atas gerobak. Kini Aqis melihatnya dan kemudian mulai menyentuh wajah Andi, sehingga Aqis kembali tersenyum.

Disepanjang jalan Aqis terus melihat ke kanan dan ke kiri. Aqis melihat banyak orang yang sedang mengikuti pawai. Dia pun bergegas turun dan berlari menuju arah pawai tersebut.

Dibalik pagar besi, dengan wajah yang ceria Aqis menonton pertunjukan pawai. Pawai ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Dimana acara tersebut memang rutin diadakan setahun sekali.

Sambil melihatnya, dia tidak berhenti sedikit pun untuk tersenyum. Sesekali dia membuka mulutnya karena merasa kagum dengan apa yang dilihatnya. Aqis juga terkadang mengerutkan keningnya dan merapatkan rahangnya dengan kuat karena merasa takut saat orang berkostum aneh berjalan di depannya.

Sementara itu, Ayahnya melakukan pekerjaan sambil memperhatikan Aqis dari kejauhan.
Setelah pawai berakhir, Aqis mengahampiri Ayahnya dan membantunya memungut botol-botol bekas minuman.

"P-A-H-L-A-W-A-N, Pahlawan" Aqis menepuk pundak Andi dan mengisyaratkan apa yang dia baca. Andi menoleh, dan membenarkan apa yang Aqis baca. Namun Aqis kembali bertanya.

Pahlawan untuk AqisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang