3. Kiran Yang Hancur

3.7K 429 21
                                    

Sintya Maharani. Wanita dewasa berusia 25 tahun yang memiliki sikap tegas tak terkalahkan. Bekerja sebagai seorang designer, dan sudah resmi bertunangan dengan kekasihnya.

Hari ini, dia tak memiliki perasaan buruk apapun. Sampai ketiga sahabat adiknya datang ke butik, dan melaporkan Kiran yang pulang dengan tiga berandal sekolah. Sintya panik bukan main. Pasalnya, selama ini Kiran tak pernah pergi bersama siapapun, kecuali ketiga sahabatnya.

Bersama dengan sang kekasih, Sintya mencari Kiran ke seluruh tempat yang mungkin. Berkali-kali menghubungi orangtua di rumah, menanyakan Kiran yang mungkin saja sudah pulang. Namun, jawaban mereka membuat Sintya semakin panik.

Setelah menginterogasi ketiga sahabat adiknya, akhirnya Sintya dan kekasihnya bisa mencocokkan nama dan alamat rumah salah satu berandal itu. Dia pun berangkat ke sana bersama sang kekasih. Ingin menanyakan ke mana adiknya dibawa pergi.

Rumah megah nan mewah, yang mampu membuat orang yang melihat merasa takjub dan kagum. Tak terkecuali Sintya. Namun, sekarang bukan waktunya untuk mengagumi kemewahan di depannya. Kabar adiknya lebih penting.

Masuk ke dalam rumah megah itu, Sintya berhadapan dengan sepasang suami istri, juga seorang pria yang seumuran dengan kekasihnya.

"Apa benar Anton Krisna Atmadja tinggal di rumah ini?" Sintya bertanya, dengan sorot mata setajam elang.

"Iya benar. Kami keluarganya. Ada apa ya?" Rio menjawab, sekaligus balik bertanya dengan heran.

"Tadi teman-teman adik saya bilang katanya adik saya pulang dengan Anton. Sampai sekarang, adik saya masih belum pulang ke rumah. Kira-kira, adik saya dibawa ke mana?"

Rio, Anita, dan Rian saling tatap dengan pandangan bertanya. Jelas mereka pun tak tahu. Karena Anton juga belum pulang ke rumah. Bagi mereka, Anton pulang malam sudah bukan hal aneh lagi.

"Kami tak tahu. Karena Anton pun belum pulang ke rumah," jawab Anita. Sorot matanya memperlihatkan rasa cemas dan panik. Takut terjadi sesuatu, mengingat sejak pagi perasaannya sudah tidak enak.

"Bisa tolong dihubungi? Saya tak bisa membiarkan adik saya begitu saja," ucap Sintya tegas. Rio, merasa terusik dengan nada suara Sintya yang sedikit meninggi. Namun, Anita memberi kode untuk tak menghiraukan. Dia sebagai ibu bisa merasakan bagaimana khawatirnya Sintya sekarang. Dia yang punya anak laki-laki pun sering khawatir. Apalagi ini anak perempuan, walau hanya sebatas adik.

Tak mau membuat suasana semakin keruh, Rian pun sigap mengambil ponsel dan menghubungi Anton. Beruntung, nomornya aktif. Hanya tinggal menunggu teleponnya dijawab.

"Halo."

"Anton, kamu di mana?"

Rian diam sesaat, mendengarkan jawaban Anton di seberang telepon. Tak lama kemudian, sambungan telepon di putus sepihak oleh Anton. Rian menatap sekilas layar ponselnya kemudian menatap Sintya.

"Anton masih di rumah salah satu temannya. Katanya, sebentar lagi dia pulang," ucap Rian.

"Saya ingin tahu keberadaan adik saya bukan keberadaan dia," ucap Sintya mulai marah. Haris, tunangan Sintya merangkul bahu kekasihnya tersebut berusaha menenangkan.

"Coba kamu hubungi orang rumah. Mungkin saja Kiran sudah pulang," saran Haris. Sintya menatap tiga orang di hadapannya dengan sinis. Kemudian mengambil ponsel, menuruti saran dari Haris.

Setelah berbincang beberapa saat dengan orangtuanya, Sintya pun menutup telepon. Menarik nafas panjang, dan menghembuskannya secara perlahan.

"Kiran sudah pulang katanya. Diantar oleh teman Anton," ucap Sintya sedikit sinis. Dia menatap keluarga Anton masih dengan tatapan tajam. Seolah memberikan peringatan, kalau dia tak akan diam jika adiknya kenapa-kenapa.

Haris yang tahu bagaimana keadaan emosi Sintya sekarang langsung bergegas berpamitan. Mengajak Sintya untuk segera pulang.

"Padahal anak-anak sudah biasa main bersama. Mereka terlalu berlebihan," ucap Rio setelah Haris dan Sintya pergi dari kediaman mereka.

"Wajar saja, Yah. Anak perempuan beda dengan anak laki-laki," timpal Rian. Rio menatap anak sulungnya sesaat dan diam saja, tak membalas lagi.

***

Sampai di rumah, Sintya dan Haris langsung menemui Kiran yang berada di kamarnya. Dia sebagai kakak jelas sangat khawatir. Walaupun sudah pulang, dia ingin memastikan semuanya baik-baik saja.

"Kiran nggak kenapa-kenapa, Sin. Dia bilang, tadi di ajak makan siang dan keliling kota sama kakak kelasnya. Gak ada yang aneh kok," ucap ibu Sintya berusaha menenangkan anak sulungnya tersebut. Walaupun ibunya berkata kalau Kiran baik-baik saja, Sintya tetap ingin memastikan sendiri. Akhirnya, dia pun memutuskan menemui Kiran di kamar adiknya tersebut.

"Kamu baik-baik aja kan, Ran?" tanya Sintya. Kiran mengulum senyum dan mengangguk. Karena hari sudah menjelang malam, selesai mandi dia langsung memakai piyama bercorak karakter kartun favoritnya.

"Aku baik-baik saja, Kak. Aku nggak apa-apa," jawab Kiran. Dia sibuk mengeluarkan semua buku dari tas sekolahnya. Memilahnya, mencari buku PR. Lalu mulai duduk di meja belajar dan mengerjakan tugas.

Sintya menghembuskan nafas pelan mendengarnya. Merasa sudah puas, dia pun keluar dari kamar Kiran menuju kamarnya sendiri.

Sementara Kiran, menangis dalam diam dengan air mata yang terus menetes membasahi buku pelajaran. Tangannya yang memegang pulpen bergetar. Bibirnya dia gigit sekuat mungkin, berusaha menahan isak tangis. Tak mau keluarganya sampai mendengar.

Memori mengerikan beberapa saat yang lalu kembali terlintas dalam benak Kiran.

Awalnya, Anton dan kedua temannya memang mengajak Kiran makan siang bersama di sebuah cafe. Tak ada yang aneh, sampai akhirnya mereka membawa Kinan ke sebuah tempat yang cukup sepi.

Kinan tak tahu apa salahnya terhadap mereka bertiga. Hingga Anton, dengan tega merenggut kesuciannya dengan paksa. Kinan tak pernah berurusan dan bermasalah dengan Anton. Dan dia tak mengerti kenapa Anton melakukan hal keji tersebut padanya.

Kini, Kinan hanya bisa menangis, terisak pelan di kamarnya sendiri. Merenungi nasibnya yang entah bagaimana ke depannya. Wajah kejam Anton saat memperkosanya terus membayang dalam pikiran Kiran.

"Kalau berita ini sampai tersebar keluar, maka bukan Anton saja yang akan menikmati tubuhmu. Tapi aku dan Fendi juga."

Ancaman keji dari teman Anton, yang mengantarkan Kiran pulang setelah menyaksikan bagaimana beringasnya Anton memperkosa Kiran. Kedua teman Anton hanya tertawa-tawa saat melihat Kiran menjerit kesakitan dan memohon untuk dilepaskan. Mereka benar-benar kejam, lebih dari binatang.

Kini, Kiran tidak tahu bagaimana kelanjutan hidupnya. Dia sudah hancur.

_______________________________________

Hai hai...
Triple update nih...
Bagaimana???
Jangan lupa vote dan komennya ya...

I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang