Prolog

54 8 13
                                    

Sometimes, the wind brings news
Conquer the fortress of time
For the future
Into the past, she didn’t know

In fact, love began to sound
Screaming out a dead heart
Continue the dream together
To quote words in taste

(LOVE- poetry belonging to Valerie)

***

“Bagaimana kau akan menyatukan cintamu, jika tubuh ini adalah milikku?” Gadis itu terlalu lembut ketika menyampaikan sarkasmenya.

“Tenanglah, An. Setidaknya, aku bisa memaafkan hatiku yang mati rasa,” ujar gadis lain, dengan lebih bernyawa dari yang pertama. Ia tampak tak percaya misinya telah usai.

Berdua, mereka menghela napas secara bersamaan. Satu dengan wajah sendunya. Sedangkan yang lain seakan lega dengan takdir Tuhan. Mereka saling terikat—tanpa celah, bahkan sulit bagi seseorang untuk mengetahui kebenarannya.

“Tapi, Sam. Kupikir ... Glin pasti murka dan tak mungkin mau meloloskanmu. Ia hidup karenamu dan untukmu. Lalu, apa yang harus kukatakan padanya kelak?” Si gadis pendosa telah kembali menemukan jati diri. Ia mengkhawatirkan keadaan Skyvarna tanpa Samantha. Padahal, dirinya belum tentu bisa membalas budi, atas kebaikan gadis dari masa depan itu.

Sam tersenyum lembut. Meski bila ditilik lebih dalam, ada ringisan di sudut bibirnya. “Glin sedang marah padaku. Untuk apa ia memilih seorang pendusta? Padahal ... masih banyak perempuan yang berjejer di belakangnya.”

“Maafkan aku,” lirih Ana, ketika teringat dirinyalah penyebab seorang Menteri Perhubungan Skyvarna kian menjauh dari gadisnya.

No! That’s not your fault. Aku yang terlalu ceroboh,” jawab Sam. “Lagi pula, kami tidak akan pernah berjodoh. Masa lalu ini, mungkin tak selalu bersinggungan dengan masa depan.”

“Apa kau benar-benar harus pergi, Sam?” Lagi—Ana bertanya pada gadis dengan gaun biru yang belum terlihat ingin mengubah keputusannya.

Manusia adalah makhluk penuh tekad. Ia akan menghabiskan waktunya agar bisa berpikir jernih. Walau pada akhirnya, ia lebih memilih logika dan menekan rasa yang datang dari hati.

“Aku harus pergi. Menemui ibu dan ayahku yang menunggu.” Sam tersenyum untuk terakhir kalinya. “Sampai jumpa, An. Aku akan selalu mengingat kalian. Dan ... terima kasih padamu, Glin Archer,” ucapnya sepelan angin.

Slap!

Sebuah asap putih menguar ke udara. Setelahnya, tubuh yang dihuni Samantha tiba-tiba pingsan. Ia melupakan sebuah nyawa lain yang terus-menerus berteriak memanggil-manggil namanya dari dalam. “Kumohon kembalilah, di saat kami membutuhkanmu ... Samantha.”

Rabu, 30 September 2020

Bismillah, modal nekat😅 Jangan lupa vote dan komen untuk menambah semangat dan kreasi author. Thank you🌹

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang