Bab 3

15 2 2
                                    

“Membenci itu mudah,
hanya tinggal meletakan cintamu setipis mungkin. Lalu, cobalah menutupnya perlahan-lahan.”


Menjadi anak seorang selir ternyata tak semenyenangkan bayangan. Henry Bardolf merasakannya seumur hidup. Ia terlahir di tengah kemelut cinta Raja Geraint. Ibunya, Madeline Storm—harus menerima tawaran menikahi raja sebagai istri kedua atas imbalan nyawa keluarganya.

“Kenapa kakak tidak membenciku?” Henry kecil mendapatkan segala bentuk penghinaan dari orang-orang sekitar.

“Karena kau juga tak malu bermain denganku.” Si kecil lain, Elleinder Bardolf telah lupa caranya menarik rambut sang adik setelah menyaksikan sendiri kebaikan hati Putra Madeline itu.

“Kakak hebat. Kenapa aku harus malu?” Mata mungilnya berbinar polos.

Tak cukup dengan memberikan sepotong roti, Elleinder kembali menambahkan buah merah kesayangannya ke piring Henry. “Siapa tahu kau malu memiliki kakak nakal sepertiku.”

Bagi Henry kecil hingga sekarang, Elleinder merupakan jiwanya yang lain. Rentang usia enam tahun tak menyurutkan semangat putra kedua Geraint untuk mendapat kepercayaan Raja Skyvarna.

“Apa kau benar ingin memutuskannya?” Sang ibu tiri membujuknya untuk ke sekian kali.

Bibir Henry mengerucut bak anak kecil. “Saya tak mencintainya, Ibu. Lagi pula biarkan Yang Mulia melangkah lebih depan.”

Di meja makan itulah. Mereka saling berbagi kasih sayang. Debora sendiri tak pernah membeda-bedakan kedua putranya. Apalagi, Selir Madeline menitipkan Henry padanya di detik terakhir wanita itu menghembuskan napas.

Jelas terlihat di wajah ibu suri itu ada kekecewaan yang disembunyikan. “Kalian sama saja. Selalu mendorong satu sama lain, tak mengindahkan permintaan ibu.”

Sesungguhnya, Debora sama sekali tidak keberatan ketika melihat keduanya terus memikirkan negeri dengan mengesampingkan masalah pribadi masing-masing. Memang kesalahan yang dilakukan Geraint, suaminya sangat keluar batas. Ia berani menusuk Raja Alzevin dan Ratu Beatrix dari belakang. Sepanjang hari, Debora mempergunakan waktunya untuk berdoa, memohon ampun akan dosa sang suami.

“Mengapa Ibu tidak menghabiskan waktu untuk berlibur?” saran Elleinder yang telah meletakkan sendoknya.

“Kau ingin ibu dicap bangsawan tak bertanggung jawab?”

Kedua lelaki yang mewarisi hampir lima puluh persen wajah ayahnya menggeleng bersamaan.

“Saya hanya ingin Ibu bersantai dari pemerintahan,” sanggah Henry membela sang kakak.

Begitu membicarakan tentang perjodohan, Elleinder dan Henry sama sekali tidak ingin buang-buang waktu lebih banyak untuk menyela. Waktu sangatlah penting bagi mereka dari pada memikirkan hal sepele.

Eilaria Windsor dan Liliana Tabitha benar-benar mimpi buruk bagi raja dan pangeran. Berdasarkan tradisi keluarga kerajaan, perjodohan bukanlah hal baru. Faktanya, mereka tetap kekeh menolak keinginan Debora. Elleinder bahkan lebih memilih meninggalkan Putri Duke demi setumpuk berkas di mejanya. Malahan Henry berusaha menampik kehadiran Ana, mereka dekat sekadar menghormati satu sama lain.

Nyatanya, semua berubah pesat. Elleinder justru menikah dengan Evellyn Windsor, saudari kembar mantan tunangannya. Dan ... putra kedua Bardolf terkena masalah dengan Putri Viscount Howell.

Kini, Henry terkena batunya. Ia yang menjauhi malah berganti diabaikan oleh mantan tunangannya itu. Ana yang baru saja keluar dari penjara, dikembalikan lagi ke pelukan Viscount untuk menjalankan misi dari kerajaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang