"Ra, gak pulang?," tanya Vina bingung karena Kira masih setia berkutat dengan buku biologi yang tebal itu. Vina heran, betah banget namanya baca buku setebal itu mana isinya bahasa inggris semua. Vina yang baru lihat kalimat pengantar aja langsung angkat tangan.
Kira menghentikan aktivitas bacanya lalu melihat jam tangannya "Nanti, nunggu Echan selesai rapat," balasnya dan kembali fokus pada buku.
Vina menghela napas "Kenapa gak pulang sendiri Ra? Gak takut gitu sendiri di kelas sore-sore lagi."
Kira menggelengkan kepalanya "Pengennya sih pulang duluan Vin, tapi ibunda tercinta melarang lantas aku bisa apa," balas Kira dengan melas.
"Heleh, gue pulang dulu ya. Jangan kebanyakan belajar, inget otak lu butuh hiburan juga," Pamit Vina dan menepuk pundak Kira.
Kira menganguk, mending gue baca buku setebel ini daripada harus dengerin curhatan lu tentang Arjeno. Batin kira dalam hati.
"Hsh, banyak banget materinya. Apa mundur aja ya daripada maluin nama sekolah," keluh Kira sambil melihat luar jendela.
"Ngapain mundur?." Kira menoleh kearah suara "Astagfirullah kaget," ucap Kira sambil mengelus dadanya.
"Jen, lu muncul tiba-tiba gak ada suara langkah kayak dedemit tau gak?," kesal Kira, padahal Jeno sudah sekitar sepuluh menit duduk di seberang Kira tanpa karena Kira ketahui karena Kira sudah fokus dengan dunianya.
"Dedemit gak ada yang seganteng gue Ra, " pede Jeno, tapi Kira juga gak bisa menyangkal memang kenyataannya dia ganten banget malah, nih ya biasanya pulang sekolah tuh siswa pada kucel semua mukanya tapi Jeno engga. Memang ya kalau tampan tuh segala kondisi tetap mempesona.
Kini Jeno duduk di sebelah Kira "Eh jawab dulu pertanyaan gue."
"Yang mana?."
"Kenapa mundur?. "
Kira menggarukkan dahinya menggunakan ujung pensil "Takut gak bisa ngejar materi sama takut kalah."
"Ikut kompetisi tuh jangan takut kalah. Kalau kalah yaudah terima, yang diambil tuh pengalamannya. Untuk materinya kan bisa dicicil masih satu bulan lagi, setiap hari belajar."
" Ngomong doang sih gampang Jen. Otak gue sama lu beda btw."
"Dengerin doang juga gampang kali Ra. Udah pokoknya maju terus, yakin deh pasti bisa, lagian lu juga pernah menang olimpiade FK UNAIR kan?. "
"Kok lu tau? Katanya nama gue aja gak tau." iya juga ya, Kira baru sadar Jeno sudah memanggil namanya. Kira juga sedikit terkejut Jeno tau pasal kemenangannya, ya walaupun memang kemenangannya diumumkan saat upacara, tapi kan tidak semua orang memperhatikan apalagi modelan cuek kayak Jeno gini.
Jeno menyibakkan rambutnya "Tau dong."
Tolong siapapun ini yang disibak rambutnya hati kira yang berantakan, ganteng banget woiii.
Jeno menyodorkan hp nya ke Kira. Kira menaikkan alisnya tanda tak mengerti "ketik id line lu, biar komunikasinya lebih gampang."
Kira menerima Hp Jeno dan mengetik id linenya,setelah selesai ia mengembalikan hp Jeno " Oke, add gue ya. Lu gak pulang?. "'Tling' sedetik kemudian muncul notif line di hp Kira " Nanti, nunggu Haechan."
"Oke duluan ya, jangan kemaleman pulangnya,bye Ra," pamit Jeno sambil melambaikan tangannya dan tersenyum sampai kedua mata Jeno ikut tersenyum juga. Manisnya jodoh orang, batin Kira.
Kira membalas lambaian tangan Jeno, ketika Jeno punggung Jeno sudah tidak terlihat, Kira menepuk kedua pipinya "Aww," adu Kira, ternyata dia tak bermimpi, ini nyata. Arjeno meminta id line nya. Kira tersenyum sendiri dengan kedua tangannya megang pipinya yang merona merah. Kira langsung mengemas barang-barangnya, ia memutuskan untuk menunggu Haechan di depan ruang osis, karena hatinya dalam keadaan baik maka kali ini biarkan dia menunggu Haechan di depan ruang osis. Kira tak sabar menceritakan kejadian yang langka sekali terjadi pada Haechan.
----Unmounted----
Jeno melangkahkan kakinya ke parkiran dengan senyum merekah, entah kenapa ia merasa hatinya sedang dalam mode bahagia. Tiba-tiba ia memberhentikan langkahnya saat melihat punggung perempuan yang tampak ia kenali, Jeno mengerutkan dahinya sambil mengingat gadis yang sedang menunggu sendirian di sana. Ah, Jeno ingat gadis itu Vina, teman dekat Kira. Jeno memutuskan untuk mendekati Vina, ia melihat raut gelisah pada wajah Vina. Apakah ia harus bertanya atau cuek saja, tapi kalau dia dalam keadaan darurat bagaimana?. Jeno berdesis saat bingung apa yang harus dia putuskan. "Vina kan?," tanya Jeno memastikan, akhirnya dia memilih untuk bertanya pada Vina.
Vina menoleh ke samping menatap Jeno dengan tampang sedikit terkejut, ia membalas pertanyaan Jeno dengan angukan "Kenapa ya?," tanya Vina.
"Ehm, tadi aku lihat kamu kelihatan gelisah. Takutnya ada yang kamu perlukan," tutur Jeno gugup, duh Arjeno sejak kapan kamu peduli sama orang apalagi ini temen deket Kira. Kalau misalnya Vina cerita ke Kira kalau Jeno ikut campur urusan orang gimana dong, padahal kan Image Jeno tsundere gitu. Jeno menggerutu dalam hati.Vina tersenyum "Gak ada apa-apa kok cuman nungguin jemputan lama banget." Jeno menganguk "Oh yasudah kalau begitu aku duluan ya," pamit Jeno dan dianguki Vina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unmounted
Fanfiction"Jeno, kamu tau kenapa aku tak pernah menyuruh mu untuk menetap?." "karena untuk singgah saja kau enggan."