Tiga

13 5 2
                                    


Jika mendekatinya adalah takdirku, maka menjauh darimu adalah takdirmu.
-Aleta

Hari ini keberangkatan Aleta ke Inggris. Rasanya ada debar di dada. Negara yang ia impikan akan segera ia singgahi dengan semua harapan tentang negara itu sendiri.

Kenzo hanya bisa menatap wajah gembira kekasihnya itu. Seperti yang telah disampaikan Radit, Kenzo harus menemani keberangkatan Aleta ke Inggris. Ditambah, Aleta akan tinggal sementara dengan adik sepupunya.

Jam terbang sudah terdengar. Kenzo berpamitan sambil melambaikan tangannya, begitu Aleta yang mencium kedua pipi orang tuanya.

“Hati-hati, Sayang. Kenzo, titip Aleta, ya,” ucap Nayla.

“Iya, Tante.” Keduanya berjalan beriringan dengan perasaan masing-masing. Diam-diam Kenzo memperhatikan mimik wajah kekasihnya yang terus saja berseri.

“Bahagia?” Kenzo tiba-tiba bertanya hal yang sebenarnya sudah mendapatkan jawaban.

“Sangat bahagia, akhirnya aku bisa pergi ke Inggris.” Kenzo hanya bisa tersenyum lebar mendengar jawaban tersebut. Kenzo pun tak kalah bahagia jika kekasihnya bahagia.

Keduanya saling diam dan memerhatikan keadaan luar dengan pemikiran masing-masing.

Andai kamu bisa tersenyum seperti itu karena-ku? Sungguh, pasti aku sangat bahagia. Kenzo membatin. Entah bagaimana perasaan Aleta terhadap dirinya.

Segaris senyuman terukir di bibir Kenzo.

***

Benar kata orang, Inggris itu indah dan luar biasa. Di setiap sudut terdapat keistimewaan tersendiri. Rumah yang terlihat asing dengan tempat tinggal sebelumnya membuat Aleta menemukan hal yang baru.

Sepeda yang menjadi kendaraan favorit menciptakan semangat yang menggebu-gebu. Aleta sibuk memotret momen yang ia lewati. Sesekali melirik Kenzo dan meninggalkan jejak senyum tipisnya.

“Di mana rumah sepupumu?” Aleta menyimpan ponselnya dan beralih memandang Kenzo.

“Sebentar lagi nyampe,” jawab Kenzo.
Aleta kembali membuka ponselnya dan melihat-lihat hasil potret yang menurutnya tidak terlalu jelek. Semua yang ia potret mempunyai makna tersendiri. Benar-benar tidak salah pilihannya untuk melanjutkan pendidikan di sini.

“Berapa lama di sini?”

“Satu minggu. Aku hanya ingin melihat-lihat dulu universitas yang aku inginkan. Lalu penyesuaian diri di sini.”

“Besok aku harus kembali ke Indonesia, tidak apa-apa? Aku sudah menitipkan pada Clarissa,” jawab Kenzo. Aleta terdiam. Aleta sulit untuk menyesuaikan diri pada orang lain. Apalagi orang yang sebelumnya belum ia kenal sama sekali.

“Tidak apa-apa?” Kenzo kembali memastikan.

“Iya,” jawabnya.

“Clarissa baik kok. Dia gampang akrab dengan semua orang. Jadi, aku yakin kamu bisa nyaman dengan dia.” Aleta hanya mengangguk dan mencerna ucapan Kenzo.

Mobil yang mereka tumpangi pun berhenti tepat rumah khas Inggris. Bangunan yang unik sekali. Kenzo berjalan di depan Aleta. Keduanya masih saling diam.

Kenzo langsung menghubungi Clarissa. Tidak lama dari itu, Clarissa membukakan pintu rumahnya. Ia langsung menghambur ke pelukan Kenzo.

“Akhirnya ... datang juga.” Clarissa melepaskan pelukannya. Ia langsung memerhatikan Aleta, tatapannya menelusuri setiap gerak-gerik Aleta. Dari bagaimana ia berpakaian, gaya rambut hingga raut muka.

“Kekasihmu?” Clarissa memastikan, Kenzo mengangguk dan tersenyum.

“Hi, Clarissa.”

“Aleta.”

“Yuk masuk, aku udah siapkan makanan buat kalian.”

Aleta masih belum bisa akrab dengan Clarissa. Perempuan yang terlihat modis dan cantik itu. Aleta memperhatikan bagaimana ia menjamu tamu, sungguh Clarissa telah mempersiapkan segala halnya. Dari mulai makanan ringan hingga makanan berat sekalipun.

“Kalian harus cicipi teh ini, rasanya luar biasa. Ini dari bunga  chamomile, lho.”
Rasanya memang asing tapi cukup bisa dinikmati dengan cookies yang disediakan di sampingnya.

“Bagaimana rasanya?” Clarissa memastikan.

“Sangat enak,” jawab Aleta dengan menyeruput kembali minumannya. Clarissa tersenyum puas, teh chamomile ini memang teh yang paling ia sukai.

“Oh iya, Cla. Besok aku kembali ke Indonesia, aku titip Aleta, ya. Kalau ada apa-apa kamu bantu dia.” Kenzo memotong pembicaraan.

“Kok? Aku kira kamu di sini. Baiklah, akan aku jaga kekasihmu ini. Lihat Aleta, Kenzo perhatian sekali, beruntung lho kamu.” Aleta terdiam saat ucapan itu terlontar dari Clarissa. Aleta belum pernah merasa beruntung karena berhubungan dengan Kenzo.

“Jangan dengarkan Clarissa. Dia selalu berlebihan. Jaga diri baik-baik, ya. Nanti aku jemput lagi, kok.” Aleta hanya mengangguk mendengarkan pernyataan tersebut.

“Aduh kalian, ya.”

“Oh, iya, kamu mau lihat-lihat Oxford? Udah daftar atau gimana?” Akhirnya pertanyaan yang ditunggu-tunggu terlontar juga.

“Aku udah daftar, doakan saja semoga bisa masuk Oxford.”

“Keren, ngambil jurusan apa?”

“Awalnya aku mau ngambil jurusan PPE tapi kemarin aku ngambil jurusan Economics and Management.”

“Gila. Luar biasa. Semoga beruntung, ya.” Aleta hanya tersenyum mendengar pernyataan dari Clarissa. Ia semakin percaya diri dengan mimpi yang ia rajut selama itu.

“Nanti kamu tidur di kamar sebelah, ya. Aku udah siapkan kamar terbaik, semoga betah di sini.”

“Makasih banyak, Clarissa.”

“Aku ada janji, kalian gak apa-apa ditinggal? Istirahat aja dulu.”

“Kita tidak apa-apa, Cla. Hati-hati.”

“Semoga hari kalian menyenangkan,” ucap Clarissa dan berlalu dengan taxi yang telah dipesannya.

“Kamu baik-baik saja?” Kenzo menatap Aleta. Ia melihat keganjalan di raut wajahnya.

“Aku baik-baik saja, kok. Aku mau istirahat.” Aleta beranjak dari duduknya. Ia butuh istirahat setelah perjalanan jauh.

Aleta masih terus memikirkan ucapan Clarissa. Ia berpikir kenapa dirinya tidak pernah merasa beruntung? Padahal Kenzo sangat baik. Ia rela pergi jauh untuk menemani dirinya? Ia rela berada di samping Aleta saat semua orang menjauh? Tapi kenapa Aleta tidak pernah merasa beruntung?

Hatinya terasa sakit. Aleta seakan mematikan semua rasanya. Apa selama ini Kenzo tersakiti oleh tingkahnya? Atau ia tidak pernah bahagia?

Kenapa rasanya Aleta ingin memeluk erat Kenzo dan berterima kasih? Tapi ... hal itu sangat dihindari. Aleta takut terhanyut dalam cinta yang salah lagi.
Aleta kembali menemui Kenzo yang sedang bersender di sofa.

“Katanya mau istirahat? Ada masalah?” Kenzo langsung menyebut Dengan pertanyaan. Aleta hanya menggeleng, ia duduk di samping Kenzo.

“Terima kasih,” ucap Aleta sambil menunduk. Kenzo sangat terkejut, ini kali pertamanya seorang Aleta mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih telah bertahan untuk hubungan ini.” Aleta melanjutkan ucapannya. Kenzo langsung menatap Aleta.

“Hei? Aku bertahan karena aku memang mencintaimu.” Ucapan itu semakin menyiksa, kenapa Kenzo harus terus bersikap baik dan Aleta harus bersikap buruk.

Kapan pun itu, semoga Aleta bisa membalas perasaan Kenzo.



AletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang