Lima

5 2 1
                                    

Dua manusia itu masih mengobati rasa rindunya masing-masing. Obrolan mereka sudah begitu banyak tersampaikan. Cerita-cerita masa lalu ikut menjadi alasan tawanya.

“Sekarang kamu sama siapa, Al?” Daniel yang enggan melepas genggaman tangannya. Aleta terdiam. Ia dilema antara jujur tentang hubungannya dengan Kenzo atau tidak mengakuinya.

“Al?” Daniel masih memastikan.

“Aku ... aku, sudah punya kekasih,” jawab Aleta dengan terbata-bata. Refleks Daniel melepaskan genggaman tangannya. Tergambar jelas raut ketidaksukaannya.

“Tapi ... aku tidak mencintainya. Aku hanya sebatas kasihan. Dia memang banyak berkorban, termasuk berkorban hingga aku bisa sampai di sini.” Aleta berterus terang. 

Daniel menyeruput minumannya. Ia menyenderkan tubuhnya. Aleta hanya menjadi pengamat, perubahan sikap Daniel membuat Aleta merasa bersalah. Tapi bagaimanapun memang itu kebenaran yang Aleta jalani saat ini.

“Lalu, kamu gimana?” Aleta membuka pertanyaan.

“Gimana apanya?”

“Kekasih,” jawab Aleta pelan.

“Seperti kisah kamu dan kekasihmu. Aku punya kekasih tapi aku tidak seutuhnya mencintai dia. Entah kenapa ada rasa ragu saat berada di dekatnya.” Entah kenapa mendengar penjelasan itu, ada kebahagiaan yang tersimpan di dalam hati Aleta.

Tidak terasa sudah menuju sore dan Aleta belum mengabari Clarissa tentang keberadaannya di sini.

“Aku antar pulang, ya.” Daniel menawarkan jasa. Tapi Aleta tidak bisa menerimanya, ia sudah janji akan mengabari Clarissa dan pulang bersama Clarissa.

“Aku harus pulang bersama orang lain,” jawab Aleta dengan berat hati. Padahal ia pun ingin terus berada di samping Daniel. Pria yang sangat ia cintai.

“Oh, baiklah. Mana nomor WhatsApp kamu? Jika aku rindu, aku bisa menghubungi kamu.” Ucapan itu membuat Aleta salah tingkah. Daniel memang manis bahkan sangat manis.
Aleta langsung menyebutkan beberapa nomornya. Daniel pun langsung mengetiknya dan menyimpan nomor Aleta.

“Aku pulang duluan, ya. Pasti udah ditunggu teman di parkiran sepeda,” ucap Aleta. Ia langsung beranjak dari duduknya.

“Nanti malam aku telepon, ya. Hati-hati, Al.” Aleta hanya mengacungkan jempolnya. Senyum mereka berdua begitu lebar.

***

Clarissa sudah menunggu dengan sesekali melihat ponselnya. Ia sudah gelisah saat Aleta tidak mengangkat teleponnya. Apa Aleta tidak tahu jalan? Atau ke mana dia? Pikirannya bercampur aduk. Tidak bisa dibayangkan jika Aleta menghilang, gimana sikap Kenzo.

Napas Clarissa bisa stabil lagi saat melihat kedatangan Aleta dengan sepedanya. Aleta langsung memarkirkan sepedanya.

“Habis dari mana, Al? Aku khawatir banget, lho.” Clarissa langsung protes saat Aleta sampai.

“Maaf, tadi aku ngopi dulu jadi agak lama. Mau langsung pulang?” Aleta mengubah topik pembicaraan. Clarissa pun langsung menyetujuinya. Mereka pun langsung pulang dengan taxi yang telah dipesannya.

Selama di perjalanan tidak ada pembicaraan apa pun. Mereka masih sibuk dengan beberapa hal yang membuat mereka nyaman sendiri.
Ponsel Aleta selalu berdering. Beberapa pesan mulai masuk, termasuk pesan cinta dari Daniel.

“Oh iya, Al. Nanti malam aku ada keperluan, kamu gak apa-apa kan sendiri di rumah? Atau mau ikut?”

“Aku sendiri aja,” jawab Aleta. Lagian tidak enak juga kalau terus membuntuti Clarissa ke mana-mana.

“Oke.”

Pembicaraan mereka pun tidak berlanjut hingga sampai di rumah.

Saat kaki melangkah ke dalam rumah, aroma khas lavender sangat bersahabat dengan penciuman. Clarissa langsung duduk asal di sofa tengah rumah. Ia sibuk dengan ponsel yang sejak tadi menjadi temannya.

“Aku harus cepat siap-siap,” ucap Clarissa yang langsung beranjak dari duduknya.

Aleta langsung menuju kamar yang sejak kemarin menjadi tempat istirahat yang disiapkan Clarissa. Dengan perasaan gembira Aleta terus membalas pesan yang dilontarkan Daniel. Dunia serasa sempit.

Daniel tiba-tiba video call, wajahnya masih tampan dan selalu dirindukan Aleta.

“Hai.” Daniel mengawali pembicaraan. Aleta dengan senyumannya menjawab ucapan Daniel.

“Sudah sampai?” Daniel mengeluarkan pertanyaan retoriknya. Lebih tepatnya basa-basi ala remaja yang sedang dimabuk cinta.

“Sudah.” Aleta menjawab dengan seadanya. Daniel hanya tersenyum dengan mata yang tidak lepas dari pandangan Aleta.

“Ah, ya. Sudah dulu, ya. Aku ada janji, nanti malam aku telepon lagi.”

“Bye.” Sambungan mereka pun selesai begitu saja.

Aleta merebahkan tubuhnya. Ia memejamkan mata dan menghirup dalam-dalam aroma lavender. Ingatannya mulai berkeliaran. Kenapa disaat Aleta akan menerima cinta Kenzo, Daniel datang menawarkan cintanya.

***

Daniel sudah menunggu kedatangan kekasihnya, Clarissa. Namun ingatan Daniel terus saja pada Aleta yang entah kenapa terus berkeliaran sejak pertemuan tadi.

“Udah lama?” Clarissa langsung duduk menghadap Daniel. Tatapan Clarissa masih penuh dengan cinta. Daniel hanya tersenyum simpul menyambut kedatangan kekasihnya itu.

Seperti pasangan pada umumnya, Daniel berusaha menetralkan seluruh pemikirannya.

“Kamu kenapa? Kok diam terus? Ada masalah?” raut wajah Daniel tidak bisa membohongi Clarissa. Ada banyak kebingungan dan keresahan pada mimik wajahnya.

“Ah ... aku baik, Al,” jawab Daniel. Clarissa terkejut. Kenapa Daniel menjawab dengan panggilan Al? Siapa Ala?

“Al?” Clarissa memastikan. Daniel langsung tersadar atas apa yang ia katakan.

“Ah, maksudku Clarissa. Aku sedang tidak enak badan, jadi pikirannya ke mana-mana, maaf.” Clarissa berusaha percaya atas jawaban kekasihnya.

“Kenapa gak bilang kalau sakit? Kalau kamu bilang pasti aku gak bakalan maksa,” protes Clarissa. Daniel hanya tersenyum dan menggenggam erat tangan Clarissa.

“Aku baik-baik saja. Jangan khawatir,” jawab Daniel dengan tatapan bersahabatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang