Bertemu Nadir

2 0 0
                                    


Malam itu, deru gergaji mesin memecah keheningan hutan. Burung-burung dalam peristirahatannya terusik dan menghambur ke segala arah dengan berbagai kicauannya yang jelas terdengar panik.

"Keras banget kayunya, Pak," keluh seorang penggergaji. Ia tengah menebang pohon jati ukuran sedang di antara banyak pohon yang lebih besar dari yang ditebangnya.

"Teruskan saja," pinta seoarang lelaki tua di dalam mobil pick up.

Menurut dengan majikan, lelaki berotot gempal itu meneruskan pekerjaannya.

Angin malam menghapus lekas keringat yang bercucuran penebang itu. Sesekali, ia menggaruk bagian tubuhnya yang tergigit nyamuk dan serangga-serangga malam.

"Apa ini?! Pak, kayunya mengeluarkan darah!"

Menemukan keanehan, penggergaji itu menghentikan pekerjaannya dan menarik gergajinya dengan segera.

"Teruskan saja, cepat!"

Si lelaki dalam mobil tak mau tahu. Memaksa anak buahnya menumbangkan pohon yang sudah setengah tergergeraji.

Setelah kayu itu tumbang. "Cepat angkut, sebelum ketahuan polisi hutan. Cepat!"

"Satu pohon ini saja?"

"Iya. Cepat angkut!"

Setelah memapras daun dan ranting-ranting, tukang gergaji itu pun mengangkat dan meletakkan kayu itu di antara tumpukan kayu lain di bak mobil. Membungkusnya dengan terpal. Kemudian, ia masuk ke dalam mobil. Duduk bersebelahan dengan majikannya.

"Kalau cuma satu pohon saja, ngapain jauh-jauh ke sini, Pak?"

"Udah, kamu diam jangan banyak omong."

Mobil bersusah payah melewati jalanan hutan yang tak beraspal. Sebuah jalan kecil namun cukup untuk dilalui sebuah mobil.

"Kirim ke mana?"

"Jember."

Mobil terus melaju. Meninggalkan kawasan hutan lindung. Kemudian berhenti di depan sebuah rumah.

"Loh, kok ke rumah saya, Pak?"

"Kamu tidak usah ikut kirim. Istirahatlah di rumah. Ini upahmu." Majikan itu menyerahkan sejumlah uang kepada anak buahnya.

"Kebanyakan ini, Pak," protes anak buahnya.

"Tak apa. Ambil saja." kata si majikan. "Din, maaf."

"Maaf untuk apa?" jawab anak buahnya heran.

Majikan itu tak menjawab. Memilih melajukan kembali mobilnya.

***

Mengikuti instruksi dari google map, Meranti menyusuri jalanan mengendarai sepeda motor menuju kediaman Ayu Mustika.

Meranti berhenti dan memarkir sepeda motornya di pinggir jalan saat Google Map memberitahunya bahwa sudah sampai pada alamat yang dituju. Dengan ragu, ia menuju sebuah rumah produksi yang cukup besar. Dari pintunya yang terbuka, ia mendapati rumah itu penuh dengan berbagai perabot rumah tangga, seperti kursi, meja, rak, tempat bersolek dan lain-lain. Rupanya rumah itu difungsikan sebagai gudang. Karena sepi, Meranti mengetuk pintu depan yang terbuat dari kayu mahoni. Ketukannya semakin dikeraskan sebab dari belakang rumah itu terdengar suara gerinda dan mesin pasah bersahutan.

Suara mesin pun berhenti. Lalu dari pintu belakang muncullah seorang lelaki muda dengan tubuh penuh dengan serbuk kayu.

"Cari siapa, Mbak?" tanya pemuda itu.

"Ayu Mustikanya ada?"

"Sedang sakit, Mbak. Gak jaga. Coba datang ke rumahnya. Deket kok, dari sini." Pemuda itu pun menunjuk sebuah rumah yang tak jauh dari rumah produksi itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JATI MERAH DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang