2. Malam pertama

3.4K 87 0
                                    

Sumpah demi apa pun. Ini kali pertamanya aku merasa bahagia yang luar biasa. Bagaimana tidak?
Gadis yang aku inginkan kini menjadi istriku setelah kata 'syah' terdengar dari para saksi yang memberi doa restu untuk pernikahan kami.

Gadis itu menatapku dingin, namun aku tidak peduli itu. Aku tetap menyunggingkan senyum di bibirku, menatapnya dengan hangat tatkala tangannya bergerak perlahan mengambil tanganku lantas ia cium.

Astaga. Aku bisa merasakan tekstur bibirnya yang kenyal di punggung tanganku.

Aku menebar pandangan ke orang-orang yang menyaksikan pernikahan kami dan melempar senyum kepada mereka, lalu beralih pandang pada istri syah-ku. Apakah aku boleh merasakan bibir itu sekarang?

Aku mendekatkan wajahku perlahan ke wajahnya sambil memejamkan mata. Ah, aku sudah tidak sabar lagi.

"Hah?"

Suaranya membuatku tersentak dan langsung membuka mata. Aku mengerutkan dahi kala mendapatinya yang beringsut mundur seakan menolakku. Ada apa dengannya? Bukankah kita sudah resmi menjadi sepasang suami istri?

"Lo mau ng-ngapain, hah?"

Tunggu. Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku ingin mencium bibirnya. Dan kenapa ia terlihat ketakutan? Ah tidak, tidak. Mungkin ia terlihat gugup.

Satu tepukan lembut mendarat di pundakku, membuatku menoleh spontan.

"Cium kening aja, Nak. Kalian masih di depan umum," tukas Papa setengah berbisik, aku mengangguk sambil menyengir kuda.

Aku menghela napas sambil memejamkan mata sekilas, lantas menatap kembali istriku. "Kemarilah," ucapku lembut.

Kemudian istriku mendekat perlahan, ia menundukkan kepalanya mengarahkanku untuk mencium keningnya saja.

Baiklah. Lihat saja nanti!

***

Aku menghela napas panjang menatap rumah tipe minimalis yang akan aku tempati bersama suamiku, Arya Prasetya setelah acara pernikahan kami selesai.

Wanita paruh baya memeluk Arya, memberi selamat kepada anak tunggalnya yang baru saja memulai kehidupan baru bersamaku.

Shila, ibu dari Arya itu menitikkan air mata bahagia. Hari ini juga, putranya harus berpisah dengan dirinya karena akan tinggal satu atap bersamaku.

Astaga... Berdua dengannya saja membuatku gugup. Sungguh, aku benar-benar gugup.

Sekilas aku meliriknya. Oh, shit!
Arya memergokiku, lalu secepat kilat aku menundukkan kepala.

Arya terkekeh pelan. "Kenapa sih harus malu-malu gitu? Padahal kan cuma ngelirik aja. Itu pun yang dilirik aku, suami kamu sendiri."

Aku mengangkat wajah dan menatapnya sambil menyengir kuda.

"Ra, kamu boleh lirik aku sesuka kamu," ujarnya lalu ia mengecup punggung tanganku, membuat mataku membulat spontan merasakan betapa lembut dan hangat tekstur kulit bibirnya, serta rasa geli yang ditimbulkan dari kumis tipis yang baru saja tumbuh. Ah, rasanya menggelitik.

Arya tersenyum miring. Entah, aku tidak mengerti dengan dirinya. Seperti ada maksud lain, kalau di film-film sih ... seperti ada niat jahat.

Ah, sudahlah. Masa iya suami sendiri mau berbuat jahat kepada istrinya?

Secret Marriage | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang