3. Kesempatan dalam kesempitan

2.6K 78 0
                                    

Dara menggeram, sementara Arya hanya menyengir kuda. Perlahan tangan Dara mengambil bantal dan memukulkannya ke wajah Arya bertubi-tubi sambil tertawa.

"Stop, stop!" titah Arya. Tetapi, Dara tak menghiraukannya. Ia terus memukuli Arya dengan bantal.

Arya geram. Ia mendorong Dara hingga jatuh dan bantal terlepas dari tangannya. Ketika Dara hendak beringsut duduk dan mengambil bantal, Arya sudah mencekal tangannya, mengunci tubuh istrinya itu hingga membeku.

Jantung Dara berdetak lebih cepat dari biasanya dan pipinya memerah bak udang rebus. Ekspresi wajah Dara membuat Arya gemas ingin menerkamnya saat itu juga. Arya menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Dara. "Biarkan aku seperti ini sampai pagi," bisiknya. Napas Arya yang menerpa leher Dara membuat tubuhnya meremang hingga memejam spontan.

"T-tapi aku bakalan gak bisa t-tidur kalo k-kamu tin ... dihin gini. Sesak napas," sahut Dara.

Buru-buru Arya beranjak dari tubuh Dara. Kemudian ia tertawa. Anehnya, Dara juga ikut tertawa. Arya menghentikan tawanya, begitu pun Dara.

"Kamu kenapa tadi ketawa?" tanya Arya.

"Karena kamu ketawa," jawabnya.

Arya menggeleng-geleng sambil tertawa pelan.

"Kalo aku pengen ...." Arya menjeda kalimatnya dengan ekor mata yang tertuju pada sesuatu di balik celana piama Dara.

"M-maksud kamu apa?" tanyanya ketus. Arya hanya diam dan menggigit bibir bawahnya sambil menunduk. "Kamu jangan ngarep ya!"

Arya mengangguk. Ia mengambil selimut, bantal dan juga guling sebelum turun dari tempat tidur.

"Eh gulingnyaaa!" teriak Dara.

Arya menoleh menatap Dara. "Kalo gulingnya aku kasih ke kamu, kamu mau jadi penggantinya?"

"A-apa?"

"Kamu mau aku jadiin guling?"

Dara menggeleng cepat. Buru-buru ia merebahkan tubuh dan memiringkannya, membelakangi Arya.

Sementara itu, Arya menggelar selimut di atas karpet bulu lantas menaruh bantal. Ia tidur di sana dengan memeluk guling. "Andai dia mau tuker posisi sama kamu, Ling," gumamnya kepada guling. Tanpa ia sadari, Dara bisa mendengarnya hingga bergidik.

Udara yang keluar dari AC membuatnya kedinginan. Ia sengaja mengatur suhu begitu rendah karena sebelumnya ia merencanakan bercinta dengan Dara. Namun, semua tak sesuai rencana. Ia malah tidur di bawah.

Arya menatap langit-langit kamar. Andai ia dibolehkan menjamah tubuh Dara, mungkin tubuhnya akan terasa hangat. Ia berdecak sambil menegakkan tubuh, mengambil remote AC di nakas dan mengatur kembali suhunya agar tidak terlalu dingin.

Ia meletakkan kembali remote di atas nakas. Matanya melirik Dara, "Dia udah bobo belum ya?" batinnya.

Arya menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia melangkah mendekati tempat tidur dengan sangat hati-hati agar tak menimbulkan suara. Ia menatap sayu saat Dara menggosok-gosokkan telapak tangannya ke lengan karena kedinginan.

Akhirnya Arya mengambil selimut yang sudah ia gelar. Ia juga mengambil guling dan meletakkannya di depan Dara, mengarahkan tangan gadis itu memeluk guling tersebut.

"Ternyata udah bener-bener tidur ya," gumam Arya.

Entah setan apa yang merasuki, Arya menyeringai. Sebuah ide nakal melintas di kepalanya. Ia merebahkan tubuh menghadap Dara dan melingkarkan tangannya di perut langsing istrinya. "Peluk doang gak papa kali ya?" gumamnya sambil menepis jarak di antara mereka.

Arya memejam. Ia mengecup ceruk leher Dara. "Jangan marah ya, Sayang," ucapnya setengah berbisik.

Wajah Dara memerah dan tubuhnya meremang. Tangan Arya menelusup ke dalam pakaian Dara, meraba perut rata istrinya itu dari belakang. Dara ingin menjerit, namun ia harus tetap melanjutkan aktingnya untuk berpura-pura tidur.

Jantung Dara semakin berdetak tidak karuan karena Arya tak mau diam. Ia mencium leher belakang Dara berkali-kali hingga membuat gadis itu mengalami panas dingin. Dara tak kuat untuk bertahan lebih lama lagi, namun ia tidak ingin Arya mengetahui ia yang pura-pura tidur.

"Eunghhh.." Dara menaikkan kedua tangannya dengan telapak yang mengepal.

Arya tersentak. Buru-buru ia melepaskan tangannya dari perut Dara dan menjauh saat Dara membalikkan tubuh menghadapnya.

Ia menghela napas panjang sambil mengusap-usap dadanya. "Astaga. Aku kira kamu bangun, Sayang," katanya kepada Dara yang sebenarnya hanya berpura-pura tidur.

Kali ini, Arya hanya mengecup kening Dara sebelum ia kembali merebahkan tubuhnya dan menarik selimut untuk menutup tubuhnya juga tubuh Dara.

"Selamat tidur, Sayang," ucap Arya setengah berbisik sebelum memejamkan mata.

Suasana hening. Dara membuka matanya perlahan, takut kalau ternyata Arya belum tidur. Gadis itu tersenyum melihat wajah suaminya yang terlihat manis kala tidur. Dara memejam kembali. Kini, ia bisa tidur dengan tenang tanpa diganggu Arya.

Waktu terus berjalan. Suara-suara adzan dari masjid dan musola di berbagai daerah saling bersahutan. Dara terbangun lebih dulu. Senyumnya mengembang melihat betapa polosnya wajah Arya yang masih terlelap dari tidurnya.

Maksud hati ingin membangunkan Arya dengan mengelus hidung mancungnya, Dara urungkan saat sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalanya.

Dara menarik napas dalam, "Aaaaaaaaaa," pekiknya dalam sekali hembusan hingga membuat Arya terbangun dan langsung beringsut duduk, gelagapan.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Dara ketus sambil bernapas seperti seekor banteng yang marah.

"A-aku ... ak—"

"Aku apa? Kamu pasti mau ngapa-ngapain aku, kan?"

Pertanyaan Dara membuat Arya semakin gugup. "Ng-nggak. Aku gak ...."

Dara menggeram. Ia mengambil bantal sambil tersenyum kala wajahnya menoleh tak dilihat Arya, namun detik berikutnya ia kembali memasang wajah garang lantas melayangkan bantal empuk ke wajah Arya berkali-kali.

"Ampun, Ra," ucap Arya.

Dara tak menghiraukan Arya. Ia terus memukuli suaminya itu dengan bantal sambil tersenyum, menahan tawa.

"Astaga. Ini cewek demen banget sih mukulin orang," gerutunya dalam hati.

Kemudian kedua tangan Arya menangkap bantal dan merebutnya dari tangan Dara. "Ok, ok. Aku ngaku salah. Satu jam lalu aku kedinginan, makanya aku pindah ke sini," jelasnya. Ia menggenggam tangan Dara, "Maafin aku ya, Sayang."

"Tcih. Pembohong," gerutu Dara dalam hati. Namun, ia mengangguk sambil tersenyum. Ia memaafkan Arya dan berpura-pura percaya.

"Ya udah. Aku mandi duluan ya. Kamu juga nanti mandi terus salat subuh."

Dara mengangguk menerima perintah suaminya itu. Kemudian Arya mengambil handuk dan segera memasuki kamar mandi. Ia menyandarkan punggung di pintu dan menghela napas lega.

"Untung Dara langsung percaya," gumamnya pelan.





To be continued,-

Secret Marriage | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang