APA DEWA MARAH?

34 3 0
                                    

"Tuan Shu... Aku masih tidak mengerti perihal Teratai Biru dan Ramalan Dewa yang kau maksud. Bisakah kau menjelaskannya lebih jauh padaku?"

Wajah datar Shu menatap Lyn. "Tentu saja saya akan menjelaskannya padamu, Nona. Tapi sebelum itu, sudah waktunya kakimu untuk diolesi obat kembali."

Lyn mengangkat sedikit gaun tidurnya dan melihat bahwa salep kehijauan yang ada dibetisnya tadi, kini entah bagaimana, telah meresap ke dalam kulitnya.

Shu berjalan ke arah meja kayu lain yang lebih panjang. Di atas meja itu terdapat satu kendi besar terbuat dari tanah liat dan satu baskom air dari keramik untuk membasuh tangan. Pria itu menuangkan air ke dalam baskom dan mencuci tangannya di sana. Lalu ia membuka sebuah kotak kayu berukuran sedang yang berisi obat-obatan herbal dan mengambil sebuah salep dari dalam kotak tersebut.

Lyn memperhatikan Shu berjalan kembali mendekatinya.

"Nona Lyn, maaf saya harus mengolesi obat ini di kaki Anda. Bisakah..."

Lyn langsung mengerti, dengan malu-malu ia mengangkat gaun tidurnya sampai sebatas betis.

Shu menunduk di hadapan Lyn dan membuka botol kaca kecil berwarna putih yang ia pegang. Ia mencolek sedikit salep kehijauan dari botol itu dan dengan hati-hati mengusapkan jarinya ke betis Lyn, gadis itu langsung meringis.

"Tolong tahan sebentar, Nona Lyn. Anda tak perlu khawatir, obat ini sangat ampuh untuk luka memar seperti yang Anda punya. Hanya dalam beberapa hari luka-lukamu pasti akan sembuh. Obat ini dibuat oleh Tabib Istana Shyma yang handal. Anda tidak usah terlalu cemas akan kaki Anda." Shu tersenyum pada Lyn untuk menenangkannya.

"Baguslah kalau begitu..." Mendengar ucapan Shu membuat Lyn sedikit senang. "Kakiku... Aku tak tahu kenapa bisa jadi seperti ini..."

"Tak perlu terburu-buru. Tentu Anda membutuhkan waktu untuk mengingat semuanya."

Shu menatap Lyn sekilas.

"Teratai Biru." Laki-laki itu berkata pelan. "Itu adalah julukan Anda bagi kami. Jika Nona sudah tahu, julukan itu merujuk pada tato teratai yang Anda miliki dilengan Anda sekarang."

Shu menjelaskan sambil tetap mengolesi obat kepada Lyn.

Gadis tersebut tanpa disadari langsung memegang lengan kirinya.

"Saat ini Kerajaan Ma sedang dalam peperangan, lebih tepatnya perang di antara Kerajaan Shyma dengan satu kerajaan lain yang memberontak dan menolak mengikuti peraturan seluruh kerajaan lagi. Walaupun keadaan sudah sedikit tenang akhir-akhir ini, kami tetap tidak boleh lengah. Dan menurut Pendeta Tinggi kami, musim semi ini akan datang seorang penyelamat utusan Dewa untuk membantu Kerajaan Ma dari dimensi lain di mana kami menyebutnya sebagai Dunia Atas. Ramalan itu juga mengatakan ia adalah seorang gadis yang akan memiliki lukisan rajah teratai biru, sosoknya akan dapat kami temukan di dalam Gua Suci Shyma sesuai hari yang ditentukan oleh isi ramalan."

"Memangnya apa peranku untuk kerajaan ini...?" Lyn menatap Shu dengan wajah tak mengerti.

"Anda akan menjadi seorang Cenayang Istana Kerajaan Shyma, yang kami hormati dan kami lindungi. Mungkin Anda akan segera mendapat penglihatan atau Anda akan bisa meramalkan sesuatu untuk kami, seperti apa yang terjadi di masa depan atau langkah apa yang harus kami tempuh untuk memenangkan perang ini. Lalu... Semua yang Anda lihat nanti datangnya dari Dewa, untuk itu Anda harus mempersiapkan pikiran dan tubuh Anda."

"Tubuhku?!" Lyn berseru.

Raut wajah Shu terlihat rumit, sikap tenangnya pergi entah ke mana. Tapi itu hanya berlangsung sesaat, laki-laki itu kembali dapat menguasai dirinya.

"Ya, seiring waktu tubuh Anda mungkin tak akan kuat... atau hancur, terlepas dari keistimewaan yang diberikan Dewa padamu, seperti sebelumnya..." Shu terlihat enggan untuk melanjutkan kalimatnya.

Mata Lyn menatap nanar ke udara kosong. Pikirannya berkecamuk.

Apa aku akan mati di sini...? Dan maksud Shu 'seperti sebelumnya' itu apa? Lalu... dari pada disebut sebagai anugerah, kelebihanku ini lebih seperti kutukan! Apa Dewa marah padaku? Jika iya, kenapa?

Teratai Biru : Empat KerajaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang