Suara keributan di kejauhan membuat Lyn terbangun. Dalam keadaan setengah sadar, ia membuka sedikit matanya dan keadaan masih saja gelap. Tak lama kemudian samar-samar cahaya obor berjumlah banyak muncul seiring dengan terdengarnya suara gema puluhan langkah kaki yang saling beradu.
"Tuan Shu, sudah ketemu! Itu dia!" seru seseorang sekeras mungkin. Cahaya obor menyapu tubuh Lyn. "Oh tidak, kakinya terluka!"
"Yang Mulia, Ren menemukan gadis itu dan sepertinya dia terluka!" Suara tegas namun mempesona terdengar dari mulut seseorang bernama Shu.
"Menyingkir dari sana."
Suara dalam yang menakutkan dan mengintimidasi memerintahkan agar semua orang yang berada di sekitar Lyn menjauh sehingga ia sendiri bisa mendekat. Orang itu memiliki siluet tinggi dan tegap, ia tengah bergegas ke arah Lyn. Saat berjalan, Lyn dapat mendengar gemerisik jubahnya yang menyapu tanah.
Orang itu menunduk memandang Lyn, panas api dari obornya menghangatkan wajah gadis itu. Meskipun Lyn membuka matanya sedikit, ia tetap tidak dapat melihat jelas wajah dari sosok di hadapannya itu.
"Selain bajunya yang kotor dan aneh, dia... terlihat biasa. Tak ada yang tampak istimewa. Ren, apa kau yakin dia orangnya?" Pemimpin mereka tersebut mendelik dengan raut wajah mengancam.
"T-tentu Yang Mulia, t-tidak salah lagi. Ia pasti calon Cenayang Istana seperti yang telah disampaikan oleh Pendeta Tinggi. Ramalan Dewa tidak pernah tidak tepat." Ren terbata-bata, takut salah ucap. Tapi ia mengangguk penuh keyakinan.
Apa? Cenayang...? Orang-orang ini sudah gila. Pikir Lyn.
"Kurasa Ren benar, Yang Mulia. Tempat ini, maksudku Gua Suci Shyma ini, siapa pun tak akan dapat masuk ke dalamnya kecuali di Hari Ramalan terpenuhi seperti hari ini. Terlebih ujungnya sangat jauh dan buntu. Sekedar mengingatkan, kita sekarang ada di bagian paling ujung Gua Suci."
Sosok tegap di hadapan Lyn kembali menatap wajah gadis itu. "Kau benar, sejak semalam kita selalu mengawasi Gua Suci dari luar untuk menunggu hari ini tiba. Tak sedetik pun kita melihat ada yang memasukinya dan kita menuju ke sini setelah cahaya terang itu muncul sampai keluar gua."
Shu menanggapi dengan anggukan tenang. Saat sosok Yang Mulia berniat memeriksa luka Lyn dan ingin menyinari obor ke arah kakinya, Ren berteriak kembali.
"Oh lihat, dilengan kiri gadis itu tergambar sesuatu!" Ren menunjuk ke arah lengan kiri Lyn di mana bagian bajunya sudah robek seperti habis terbakar.
Obor dari Yang Mulia langsung menyinari lengan kiri Lyn dan tato teratai birunya kini terlihat jelas.
Semua orang di sana terkesiap.
"Lukisan rajah teratai... Tak salah lagi, ini semakin membuat kita yakin, bahwa dia benar-benar Gadis dalam Ramalan Dewa itu." kata Shu cukup nyaring untuk bisa didengar oleh orang-orang di sekitarnya.
Lyn mendengar keributan semakin bertambah, walau ia tak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan sekarang.
Shu lalu berjalan agak mendekat untuk melihat tato dilengan Lyn, namun ia masih cukup jauh untuk tidak bersebelahan dengan Yang Mulia.
Saat semua sedang sibuk berbisik-bisik, suara berat dan parau menghentikan mereka.
"Diam dan tenanglah! Aku sendiri yang akan membawa gadis ini." kata Yang Mulia, matanya terlihat sedih dan ada sepercik kerinduan di sana, tapi orang lain tak menyadari hal itu. Yang Mulia lalu menunjuk beberapa prajurit di dekatnya. "Kalian, cepat pergi dan perintahkan prajurit lain di luar gua untuk menyiapkan kereta kuda. Kita ke Istana sekarang!"
Yang Mulia menyerahkan obornya pada Ren sehingga kini ia harus memegangi dua obor. Pemimpin mereka itu lalu mengangkat tubuh Lyn dengan hati-hati dari tanah berbatu, seakan-akan ia benda langka nan rapuh. Selanjutnya Lyn dapat merasakan sebidang dada kokoh yang mendekapnya. Dalam jarak sedekat itu pun Lyn hanya bisa melihat sosok samar-samar Yang Mulia. Ia melihat bahwa orang itu sepertinya memiliki rambut hitam panjang yang selalu berkibar ketika sosoknya sedang berjalan, lalu ia juga mempunyai garis wajah yang tegas.
Apa maksudnya Istana...? Tempat seperti apa yang mereka maksud itu? Dan mereka ini sebenarnya siapa? Apakah mereka orang jahat? Pikir Lyn bertanya-tanya, ia dihantui rasa penasaran sekaligus takut.
Gadis itu sedari tadi hanya bergeming, ia memutuskan untuk tak bergerak sedikit pun agar bisa menilai situasi. Terlebih ia takut jika ia menunjukkan satu gerakan kecil saja, sekumpulan orang tak jelas dan mencurigakan itu bisa-bisa langsung membunuhnya tanpa alasan. Jadi sementara ini ia memilih untuk menurut dulu sampai situasi aman.
Sambil berpikir begitu, Lyn menutup matanya kembali. Ia merasa amat sangat lelah dan beberapa menit kemudian ia pun jatuh tertidur dalam dekapan Yang Mulia.
Sementara itu Shu, Ren dan para prajurit lain mengikuti Yang Mulia dari belakang. Pandangan Shu tertancap pada punggung pemimpinnya tersebut, seakan ingin tahu apa yang sedang dipikirkan Yang Mulia saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teratai Biru : Empat Kerajaan
Historical FictionAkibat dosa yang diperbuatnya di masa sekarang memicu kemarahan Dewa, Amilyn harus membayarnya dengan menjalani kehidupan kedua di dunia yang sama sekali asing dan dengan identitas yang berbeda. Kisahnya dimulai saat ia harus menjadi seorang Nona Ce...