Bab 02 || Yah, diputusin

326 55 5
                                    

Ikan hiu makan merica (cakeeep)
Hayuuuk dibaca💙

--ooo--

"Eh, Mbak. Lagi-lagi kita ketemu." Pemuda itu cengengesan. "Jangan-jangan kita ...," Dengan sengaja ia menggantungkan ucapannya.

"Kita apa?!" tanya Dedel ngegas, menghiraukan tatapan para pembeli yang berlalu-lalang. Bodo amat, Dedel sudah sangat kesal malam ini.

"Kita manusia, Mbak!" Pemuda berkulit hitam manis itu menyengir seperti kuda, membuat kedua lesung pipinya terlihat jelas.

Dedel sempat terpana, tetapi hanya beberapa detik.

"Gak usah sok manis kamu!" katanya tiba-tiba. Kemudian merampas pembalut yang dipegang pemuda tadi dan berlalu begitu saja. Tidak mengindahkan seruan dari pemuda dibelakangnya.

Dedel pulang dengan wajah yang tertekuk. Kesal bercampur lelah, itulah yang ia rasakan. Apalagi malam ini suhu udara sangat dingin dan sialnya gadis itu mengenakan pakaian yang tipis. Karena tidak ingin mati kedinginan, Dedel mempercepat langkahnya.

Lagi dan lagi, ada saja makhluk hidup yang menghambat perjalanannya. Di depan sana, sudah ada sepasang kucing oren sedang anu-anuan.

Dedel geleng-geleng kepala, tak habis pikir melihat kedua kucing itu. "Astaga, kalian ini bersoda banget."

"Meow! Meow! Meow!"

"Dasar kucing gak ada ahklak! Buat anak kok di tempat umum, kalo ada anak polos kayak Dedel yang gak sengaja lihat kan jadi enak, eh bahaya," kata Dedel, lalu mengambil batu di sekitarnya dan melempari kucing tidak ada akhlak itu.

Setibanya di rumah, Dedel langsung pergi ke kamar. Ia berniat menelepon Damar—pacarnya untuk menceritakan segala keluh dan kesahnya hari ini. Dan kabar baiknya lagi, ponsel gadis itu telah dikembalikan. Setidaknya ada satu kabar baik dari segala kesialan gadis itu.

--ooo--

"Ayo lah, Yan! Cuman sekali ini aja kok," pinta Dedel dengan wajah memelas.

Anjayani Karantina, gadis berwajah judes itu menghela napas kasar, dia ingin menolak, tetapi sulit karena ini menyangkut kelarisan dagangannya. Kalau sempat ia menolak, tidak akan ada lagi Dedel yang menjadi pelanggan tetapnya.  "Oke, tapi ini yang terakhir."

Dedel memeluk sahabatnya itu erat, hingga Anjayani sesak napas. "Makasih. Anjayani-lah sahabat terbaik Dedel," ucapnya menirukan suara salah satu tokoh kartun yang ia tonton.

Kring! Kring! Kring!

Bel masuk sudah berbunyi, kedua sahabat itu beranjak, kemudian bergegas masuk ke kelas mereka, tepatnya kelas XI IPA 2. Jam pertama dimasuki oleh Bu Rumi, guru Matematika killer yang terkenal sangat disiplin, lihat lah baru saja bel berbunyi wanita itu langsung memasuki kelas tempatnya mengajar.

"Assalamualikum, selamat pagi anak-anak!" sapa Bu Rumi, tanpa ekspresi sedikit pun.

"Walaikumsalam, Buk!" sahut seluruh murid kelas XI IPA 2.

Wanita paruh bayah itu duduk di singgasananya, kemudian membuka buku tebal yang selalu ia bawa kemana-kemana. "Karena bab satu sudah selesai kita pelajari, maka hari ini akan ada ulangan mendadak."

Seluruh penghuni kelas kaget, mulut mereka terbuka lebar. Masih syok dengan ulangan mendadak ini. Terlebih lagi Dedel, yang kerjanya cuman ngehalu dan merengek ingin nikah. Sepertinya guru ini lebih cocok menjadi penjual tahu dadakan, pikir Dedel.

Dedel Mau Nikah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang