Bab 04 || Babi Ngepet

306 39 2
                                    

Babi ngepet saja ingat di mana tempat ia berpulang, lantas kenapa kamu tidak?

--ooo--

Senin. Saatnya kembali pada rutinitas persekolahan. Dedel lesu dan menggerutu kesal saat baru mendaratkan bokongnya pada kursi. Ia tidak habis pikir, mengapa senin ke minggu sangat jauh, sedangkan minggu ke senin malah sangat dekat. Ini sungguh tidak adil!

"Buseeet! Wajah lo kenapa, Del?" tanya Anjayani seraya meletakkan tasnya di atas meja. "Udah kayak babi gagal ngepet aja,"  sambungnya lagi.

Dedel malah makin cemberut, semangatnya untuk bersekolah hanya bersisa 65 persen lagi. Selebihnya ..., entahlah. Mungkin hilang dimakan babi ngepet.

Sebuah ide terpintas di otak mungil Anjayani, ia tahu betul apa yang bisa membuat semangat sahabatnya kembali. "Oh iya, Del. Abang mahasiswa kemarin gimana, hm?" tanyanya dengan menaik-turunkan alisnya.

Wajah Dedel mendadak berubah ceria, lalu tersenyum malu. Mood-nya kembali membaik kalau sudah membahas cowok ganteng. Seburuk-buruknya mood perempuan, bila sudah membahasa cogan memang akan sembuh dengan cepat. Dasar kaum hawa.

"Abangnya gans banget, Yaaan!" teriak Dedel heboh. "Mana mukanya  glowing banget lagi, pantat bayi mah kalah. Ya ampuuun, jadi pengin Dedel nikahin!" Ia berteriak semakin kencang saat mengingat wajah pria yang ditemuinya kemarin. Rambutnya yang agak panjang ala-ala oppa Korea, bulu mata lentik, rahang tegas, bibirnya yang tipis dan yang paling membuat Dedel enggan lupa adalah ... senyumnya yang teramat manis. Oh ... nikmat mana yang Dedel dustakan.

Anjayani menoyor pelan dahi Dedel. "Dih, bangkeh! Giliran bahas cogan aja, langsung semangat lo, setan!" sungut Anjayani, ia memandang Dedel dengan tatapan kesal bercampur mual. Silakan bayangkan saja bagaimana bentuknya itu.

Dedel menyengir mendengar gerutuan sahabatnya itu. "Ya maaf, habisnya Dedel senang banget. Ketampanan abang itu membuat dunia Dedel terpokus padanya," ujar gadis itu hiperbola. Kalau sudah begini, Anjayani paling malas berdekatan dengan Dedel. Karena sebentar lagi pasti gadis itu akan kumat kegilaannya.

Sebelum Anjayani menjauh, dia sempat berpesan, "Tapi ..., lo harus hati-hati, Del!"

Dedel sempat bingung. Namun, urung karena ia mengerti kekhawatiran sahabatnya itu. "Iya. Dedel tahu kok. Lagian Kak Dev itu baik, gak mungkin macem-macem," kata dedel. "By the way, Kamu kenal Kak Devo dari mana?"

"Hm ... dia temennya abang gue dan sering main kerumah."

Dedel mengangguk sambil ber-oh kecil

Langkah kaki berat terdengar—sontak semua murid terfokus pada suara itu. Seorang pemuda berambut ikal masuk dengan membawa banyak kertas di tangannya. "Gaes,  mohon perhatiannya!" Danu—sang ketua kelas—menepuk meja guru beberapa kali. Agaknya ada pengumuman penting yang akan ia beritahu.

"Di tangan gue udah ada hasil ulangan Mtk kemarin," Ia menjeda kalimatnya. "Kata Bu Rumi, yang dapet nilai di bawah 40 tulis 20 soal beserta jawabannya dan dikumpul paling lambat besok," ujarnya enteng karena nilainya aman. Berbeda dengan sebagian teman-temannya yang mengeluh, tidak terima. Mau protes pun percuma, Bu Rumi tidak akan menanggapi. Karena itu semua sudah kosekuensi yang harus diterima murid-murid pemalas seperti mereka.

Danu membagi satu per satu kertas hasil ulangan. Beberapa anak berteriak senang karena tak perlu ikut mengerjakan tugas tambahan. Dan sebagian lagi menghela napas lesu dan pasrah.

"Kok nilai Dedel segini, sih?!" Dedel berteriak kesal, tidak terima dengan nilai 20 yang ia peroleh. "Padahal Dedel rajin belajar," imbuhnya lagi mendramalisir keadaan.

Dedel Mau Nikah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang