Dendam

806 103 0
                                    


Happyy Readingg!!!!
.
.
.
.
.
.
.
.

3 tahun berlalu. Kini Sasuke sudah menjadi pemimpin perusahaan keluarganya, di temani Hinata yang menjadi sekertarisnya. Dan dimana pun ada Sasuke, maka disitulah ada Hinata. Baik Sasuke maupun Hinata, mereka semakin merekat. Saling membutuhkan sama lain. Baik untuk hal kecil mau pun besar. Begitu pun dengan memasangkan dasi Sasuke sudah menjadi rutinitas pagi Hinata. Ia selalu mendatangi kamar yang hanya ada warna Hitam putih. Dan entah kenapa, sudah menjadi keharusan baginya. Seperti makan nasi tanpa sayur. Pelengkap hidup yang tak bisa di lewati.

Dan saat ini pun sama. Saat jam istirahat kantor telah tiba, maka dengan cepat Hinata membereskan dokumen yang ia teiliti. Merapikannya dan bergegas menemui Sasuke. Namun setelah sampai di ruang kerja Sasuke. Ia tak dapat menemukannya, maka ia pun tak berkecil hati. Ia berusaha mencari Sasuke di tempat lain. Sampai pada ruang Meeting. Saat ia tengah membuka pintu, ia mendengarkan namanya di sebut oleh suara lain, suara yang sangat di kenalinya. Hatake Kakashi.

"Kau harus jujur padanya Sasuke! Sekarang Hinata sudah dewasa! Dia juga berhak memilih kehidupannya! Meskipun untuk saat ini, dia masih mengikutimu. Tapi.... jika dia sudah mengetahui kebenaran tentang keluarganya. Kita tak pernah tahu sikapnya akan seperti apa nanti!"

Hinata bergeming. Terdiam dibalik pintu, sembari menajamkan telinganya. 'Ternyata benar dugaanku! Mereka tak mungkin menbawaku tanpa alasan!... dan mereka ada hubungannya dengan keluargaku!' Fikirnya. Tangannya terkepal kuat. 'Aku harus mendengarkannya!' Lanjutnya.

"Ne! Jangan cuma Sasuke yang harus jujur!" Sergah Naruto. Ia duduk di antara Sasuke dan Kakashi. "Paman juga harus jujur! Alasan paman bersikap baik pada Sasuke sampai sekarang!" Matanya di sibukan dengan meneliti ukiran jam tangannya. "Ya..... setidaknya ada satu  bangkai yang harus di keluarkan sebelum baunya menyengat!"

Sasuke melirik tajam Naruto. "Apa maksudmu, Dobe!"

Naruto masih memasang wajah santainya, yang berbanding terbalik dengan Ekspresi wajah Kakashi yang sedikit tegang. 'Apa dia mengetahuinya!' Fikirnya. Dan ia memilih diam. Bukan membantah ataupun menyela, ia paham dengan karakter Sasuke. Ia cukup cerdas untuk bisa membedakan, mana bualan dan mana kenyataan. Namun yang jadi masalah adalah, Uzumaki Naruto. Pemuda yang dikenalnya berotak dangkal, ternyata.... lebih jeli dari Uchiha Sasuke. Pemuda yang ia asuh sejak kehilangan keluarganya.

"Hatake Kakashi!" Sambut Naruto Santai. "Nama depan paman yang cukup membuatku curiga!" Matanya mendelik Kakashi. "Kalau bukan karena aku berteman dengan Shikamaru, mungkin aku tidak pernah tahu identitas paman yang sebenarnya!"

"Shikamaru?" Tanya Sasuke.

"Teman kecilku dulu, dia sekarang sudah menjadi detektif Teme. Ah! Bahkan sekarang dia sedang menyelidiki kasus kecelakaan keluarga Hyuga yang ternyata itu upaya pembunuhan yang dilakukan oleh ayahmu!" Matanya menatap langit - langit ruangan. Sedangkan dagunya bertumpu di punggung tangannya. "Kasusnya pelik! Dan semua itu berhubungan dengan kematian keluargamu! Yah... meskipun kamu sudah membunuh orang yang sudah membuat keluargamu pergi tuk selamanya, tapi tidak dengan dalangnya yang masih bebas berkeliaran!" Matanya masih fokus menatap lampu gantung di tengah ruangan. "Bahkan bersembunyi di balik ketiakmu!"

Hinata terpaku mendengarnya. Sedikit ia tahan giginya untuk tidak bergelatuk marah. 'Tousan! Kasan! Mereka meninggal karena di bunuh!' Fikirnya. Fakta yang membuat hatinya tercebik lebar. Cukup sakit untuk sekedar bernafas. Namun ia harus berusaha kuat menahannya. Masih dengan pendengar yang baik di balik pintu.

"Dobe! Kau tak biasanya berkelit. Dan kau tahu, aku seperti apa! Ucapanmu memang mudah di pahami. Dan.... tidak mungkin sosok yang berlindung di bawah ku adalah Paman Kakashi!"

99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang