Hubby-Part 3

2.1K 339 128
                                    

Goresan pena pada lembar berkas yang baru saja selesai ia baca, menjadi penutup bagi Naru untuk mengecek beberapa proposal di atas meja kerjanya.
"Masuklah!" seru lelaki itu saat mendengar ketukan pintu.

"Pak, ini kopi anda. Satu jam lagi Tuan Nara akan tiba. Beliau bilang ingin menemui anda untuk membicarakan perihal pembukaan cabang di Kyoto." Ran Naomi menuturkan, ia adalah sekretaris pribadi Naruto.

"Aku juga sudah membaca e-mail yang dia kirimkan. Tolong kau persiapkan semuanya, ya."

"Baik, Pak." Ran membungkuk sopan sebelum keluar dari ruangan.

Helaan napas panjang terdengar, entah hal apa yang membuat Naruto tampak kelelahan kali ini. Boleh jadi padatnya jadwal dan banyak proyek harus dituntaskan membuat dirinya berangsur-angsur mulai penat. Merapikan berkas-berkas yang sudah rampung diperiksa, ia pun mengangkat gagang telepon di sisi kanannya. "Konohamaru, ke ruanganku sekarang. Aku sudah melihat semua file-nya."

Dalam lima menit, laki-laki berambut cokelat itu sudah datang. "Anda memanggil saya?" Konohamaru menanyakan setelah dia berada di depan Naruto.

"Kau bisa mengirimkannya sekarang."

"Hanya ini, Pak? Maaf, bukankah kemarin ada banyak proposal?"

"Aku memilih proposal bagus dengan ide matang dan perencanaan yang jelas. Dari semuanya cuma ini yang memenuhi syarat. Kita harus selalu berhati-hati, tidak mungkin kita mengeluarkan dana dengan sukarela untuk rencana yang masih mengambang. Kau mengerti?"

"Iya, Pak. Aku mengerti." Konohamaru menunduk, senyum tipis hadir di bibirnya, lalu ia berpamitan sembari membawa berkas-berkas yang ditunjuk oleh Naruto.

Pekerjaan rampung, Naruto rehat sejenak. Lelaki itu kini menikmati dengan tenang kopinya. Satu sesapan membawa pikirannya melayang pada sang istri. Hari ini Hinata pergi berjalan-jalan, menghabiskan waktu hingga sore menjelang. Padahal ia sempat berpikir, semasa kehamilan sang istri, ia menginginkan untuk bisa lebih sering bercengkerama di rumah. Barangkali akan terasa menyenangkan jika mereka melewati momen itu bersama-sama. Namun harapan tidak selalu dapat terealisasikan, berujung ia menerima semua berjalan sebagaimana yang mesti terjadi.

Mengangkat beberapa langkah kaki ke jendela, jendela kaca berukuran besar hingga ia dapat melihat langsung pemandangan kota dari lantai sembilan tempatnya berdiri sekarang. Tak berapa lama ia pun tak tahan untuk tidak menelepon istri tercinta.

"Halo, Hinata. Kau sudah di mana, sayang?"

"Kami baru saja sampai, aku sedang berjalan ke dalam mal sekarang."

"Jangan terlambat makan, aku juga tidak mau kau makan sembarangan."

"Iya, aku tahu. Sudah ya. Tidak enak dengan teman-temanku, mereka menunggu. Nanti kutelepon lagi, aku mencintaimu."

Naruto mendesah pelan. Tak jarang ia terserang bingung kala menghadapi sikap manja dan keras kepala istrinya. Benar kata orang-orang, kalau cinta dapat menundukkan para lelaki bahkan bila dia seorang penguasa sekali pun. Terbukti hal itu turut menimpa dirinya. Tentu ia sadar rasa cinta yang ia punya justru menjadi sebuah kelemahan.

-----

"Bagaimana kabarmu, Tuan Nami?" lelaki nyentrik dengan gaya rambut layaknya daun nanas tersebut menyapa ramah. Baru sepuluh menit yang lalu ia tiba di perusahaan N.N Corp. Begitu tiba tanpa menunda-nunda ia pun langsung menuju ke ruangan sang CEO.

"Kau tidak sedang berbicara dengan ayahku, Tuan Nara," balas Naru sembari melepas senyum  santun.

Shikamaru tertawa ringan, kemudian ia berdeham. "Sepertinya kita berada di posisi yang sama, benar 'kan? Jabatan tertinggi di dalam perusahaan lantas tidak membuat kita sebagai pemilik sebenarnya."

Hinata HUBBY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang